Satu persatu wajah mereka yang sedang berjalab didepanku terus kuamati, namun wajahnya di Caffe saat itu tidak kutemui.
"Ada apa?" Suara Arinda yang tiba-tiba mengalihkan pandanganku untuk segera memandangnya
"Tidak"
"Terus kenapa menggelengkan kepala Kay, sepertinya ada yang sedang kamu cari?"
Jawabku hanya dengan menggelengkan kepala.Suasana kantin sungguh tidak membuatku nyaman, duduk disini saja aku sepertinya tidak begitu sadar bagaimana caranya aku bisa sampai ditempat ini. Mungkin alasan yang sedikit pasti, dengan tujuan untuk menemui wajah yang pernah kutemui di Caffe beberapa hari yang lalu.
Aku yakin, jika dia berada di sekolah yang sama denganku pasti namanya akan menjadi bahan pembicaraan oleh para gadis. Termasuk dia yang berada didepanku, Arinda Nastasya Syel!.
Mungkin karena wajahnya? Wajah dengan pemilik mata kecil yang sedikit berbinar dan lensa berwarna hitam pekat, kelopak mata tunggal, postur tubuh dengan tinggi sekitar 181 cm. Ahh.. aku tidak tahu, tapi sepertinya orang yang kutemui di Caffe malam itu adalah seorang blasteran!
"Mau kemana? Arinda, hei.. Arinda!" Suaraku yang semaki mengecil memanggilnya
"Disana" tunjuk Arinda ke arah lapangan basket
Dan aku hanya mengikutinya dengan langkah tanpa semangat dari arah belakang. Hari ini banyak hal baru yang kulakukan, seperti mengunjungi beberapa tempat yang asing bagiku di sekolah, mulai dari kantin dan sekarang lapangan basket. Mungkin alasannya karena orang yang kutemui di Caffe malam itu.
"Kay, disini!" Sambil menunjuk bagian kursi yang sudah didudukinya
Aku hanya membalasnya dengan anggukan karena meskipun teriak dengan sekencang mungkin Arinda juga tidak akan mendengarkannya, lapangan ini begitu berisik dengan suara pantulan bola basket, ditambah dengan sorakan para pendukung tim.
"Sepertinya ada pertandingan? Ternyata itu alasan Atinda mengajakku kesini" gumamku lalu segera menghampirinya
"Tim favoritemu?" Tanyaku dengan Arinda yang terlihat sedang sibuk mencari orang di lapangan basket
"Tentu! Aku tidak akan membuang waktu untuk datang duduk disini jika bukan dia yang bermain"
"Siapa? Tim basket kelas kita?"
"Iya tim basket kelas kita yang akan bermain, tapi..tapi Kay aku disini untuk memberi dukungan special ke dia"
"Dia? Ray maksudmu?" Tanyaku dengan nada sedikit menggodanya, karena Ray adalah orang yang dikaguminya
"sedikit lagi akan kutunjukkan siapa dia"
Kedua tim tampak telah memasuki lapangan basket, disana ada tim basket kelas kami dan tim lawannya.
Ray melempar senyum dari arah lapangan basket ketika melihat aku dan Arinda.
Mungkin sekitar 70% pendukung yang didominasi para cewek itu tiba-tiba serentak menyebut nama
"Elvaro Denzo!!!"
"Elvaro Denzo!!!"
"Elvaro Denzo.....!!!"Sekarang bukan teriakan para pendukung itu lagi yang membuatku kaget. Tapi si pemilik nama Elvaro Denzo ternyata adalah nama dari wajah yang kutemui di Caffe.
"Kay kamu melihatnya?"
"Ray? Pasti"
"Fortunately, lalu Denzo? Kamu melihatnya juga"
"Bagaimana tidak, mereka meneriaki namanya sangat berisik. Tapi, kenapa wajahnya begitu asing?"
"Aa..asing?" Tanya Arinda yang tidak mengerti dengan kata asing yang kumaksud
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgetting
Roman d'amourMemilikimu? Ini sepertinya hanya sebuah puzle-puzle mimpi yang sangat sulit untuk kususun. Jangankan memilikimu, mendengar suaramu menyebut namaku adalah harapan terbesar dalam hidupku. Yaa.. dirimu memang hanya bagaikan patung hidup yang anehnya me...