1000 Kali Satu Cinta

9 0 0
                                    


  Dulu waktu SMP, aku punya teman perempuan. Kalau kamu ingin tahu, dia itu gadis yang paling menyebalkan menurutku! Itu sih pendapatku, aku tidak tahu bagaimana pendapat kalian setelah mendengar ceritaku ini.

Sebut saja dia Lydia, dia anak ekskul basket di sekolahku: dia punya tubuh yang bagus untuk seukuran anak SMP, mungkin karena sering olah raga kali ya. Banyak anak-anak yang lain bilang dia itu imut, dan kalau ada pertandingan basket, pas yang tanding itu adalah tim putri sekolahku, pasti kamu bisa menebaknya kan? Ya, kaum adam-lah yang menguasai tribun paling bawah. Semuanya bersorak-sorai. Wah, kamu bisa bayangkanlah, ramai sekali! Tapi menurutku, dia itu gadis menyebalkan, dan amat menyebalkan! Itu pemikiranku saat itu. Kenapa? Bagiku semua yang dilihatkannya pada semua anak termasuk teman-temannya, adalah akting belaka. Kenapa aku bisa tahu? Karena: pertama dia teman sekelasku. Kedua, dia orang yang duduk tepat di depanku, kebetulan aku duduk di bangku paling belakang. Dan yang terakhir, aku tahu dari anak-anak bahwa dia itu suka padaku, namun dia masih berlagak sok angkuh di depanku. Dan kamu tahu? Itu adalah hal yang menjijikan!

Dia itu perempuan yang punya harga diri super, super, sampai super lebih dari segala super tinggi, pandai sekali bermanis muka di depan orang-orang. Kalau kamu tanya soal pintar apa tidak, yah.... biasa saja, standar, untuk siswi seukurannya. Tapi memang kuakui, dia jago main basket, mata anak-anak adam hampir mencolot keluar kalau melihat dia main basket. Terus apa lagi ya? Oh, dia itu keras kepala banget, kadang tidak tahu terima kasih. Contohnya, saat akan dilaksanakan ujian, dia sibuk sendiri ngobrak-abrik isi tas-nya, tidak tahu apa yang dicarinya, padahal nih, ujian sudah dimulai dan pengawas mulai membagikan kertas lembar jawaban berikut soal. Aku sampai ikut pusing sendiri melihatnya, wajahnya kalau lagi gitu lucu banget, ditambah sambil mengutuk dirinya sendiri.

"Bego, bego, bego! Aduh di mana ya, sialan!" kutuknya pelan. Pelan sekali, tapi aku mendengarnya, sekarang jelas sifat aslinya bagaimana, beda sekali dengan yang anak-anak adam biasanya bilang.

"Cari apa sih? Bisa duduk tenang gak. Ujian mau dimulai!" perintahku yang sudah ikut pusing melihat tingkah polahnya, eh dia malah melototiku. Dasar!

Mungkin saat ini yang tahu sifat aslinya bagaimana, hanya aku. Aku duduk dibelakangnya! Tapi dia tetap saja begitu di depanku, sedang di depan orang lain. Ahh...

"Duduk!"

"Apa sih jangan ikut campur deh!"

"Ada barang yang ilang?" tanyaku, mendadak wajahnya memerah, tapi dasar dia, tetap saja tidak mau mengaku. Menjijikan!

"Enggak!" dia masih melanjutkan kebingungannya, dan ujian sudah dimulai, Lydia seperti orang bego yang diam gak tahu apa-apa. Dan aku menyelidiki, dengan benar-benar cermat. Aku selidiki lagi, dan ternyata ohhh.... cuma pulpen! Dia gak bawa pulpen. Dan, terka-ku dia gengsi untuk minjam pulpen saat ujian. Gadis beloon! Hardikku dalam hati. Akhirnya, aku masih berbaik hati dan memberikannya pulpen, kebetulan aku bawa pulpen dua. Dan, aku pun 'menusuk' pelan punggungnya menggunakan pulpenku. Dia pun menoleh dengan wajah lesu.

"Apa!" ujarnya ketus.

"Nih, dan kalau Kamu nolak, Kamu tahu sendirilah kejadiannya nanti apa." Dia mikir lama sekali, untuk menerima pulpenku, padahal waktu ujian terus berjalan.

"Kelamaan mikir. Bego! Terima aja napa!" langsung kulempar tepat ke mejanya. Akhirnya mau tidak mau dia menerimanya juga.

Waktu ujian tinggal beberapa menit lagi menuju pamungkas. Tiba-tiba dia menolehku dengan wajah geram, seperti akan mencaplokku hidup-hidup.

Antologi Di Dalam RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang