PART 11 - ENDING

3.3K 124 1
                                    

VOTE SEBELUM BACA !

***

*Alex Bledel POV*

Tidak pernah kusangka Justin akan menceraikan seluruh istrinya hanya untukku. Maksudku, aku memang senang karena Justin melakukan ini namun aku juga merasa tak enak dengan seluruh istrinya. Aku tidak ingin menjadi wanita yang egois ..tapi aku sedang mengandung anak Justin. Dan aku juga menginginkan Justin sama seperti mereka menginginkannya. Aku tidak bisa memaksa Justin. Hanya Justin yang dapat mengambil keputusannya, aku tidak dapat melakukan apa pun. Well, Weronika telah dibawa ke rumah sakit dan sedang ditangani oleh Justin. Sedangkan aku di sini. Di kamar mandi Aaron sedang memandikan anakku -aku akan menikah-dengan penuh kelembutan. Aku tidak berjongkok, tapi aku terduduk di atas lantai kamar mandi. Tidak peduli jika bajuku akan basah. Aaron sedang memegang robot-robotan yang baru saja Justin belikan beberapa hari yang lalu. Aaron bukanlah anak kecil yang imajinatif lainnya. Ia lebih tertarik pada hal-hal yang baru. Seperti anak yang berani.

Kusiram dengan mangkuk yang selalu Aaron sarankan untuk aku pakai jika memandikannya dari kepalanya. Ia langsung memejamkan matanya dan mengelap wajahnya yang manis itu dengan tangannya yang mungil. Lalu ia tersenyum padaku. Oh astaga. Anak kecil ini sungguh manis. Setelah apa yang Weronika lakukan padanya benar-benar membuatku terkejut. Ia telah meninjuku hingga sudut bibirku berdarah -sungguh sakit-lalu anak kecil yang tidak tahu apa-apa ini juga mendapat getahnya. Garis merah mengitari leher Aaron di sana. Aku memejamkan mata, mencoba untuk tidak menangis hanya karena bersedih melihatnya tersakiti oleh ibunya sendiri. Mungkin, mantan ibu tirinya.

"Peepee, daddy bilang Peepee sedang menyimpan adik perempuanku di dalam perutmu," ujar Aaron, sangat polos. Alex tertawa kecil.

"Benarkah?"

"Mhmm ..daddy bilang kita akan menamakannya Grace. Tapi aku harus menunggu 9 bulan. Angka 9 jauh dengan angka 1," ujar Aaron dengan perasaan yang sedih. Mengapa ia harus menunggu angka yang jauh dengan angka 1?

"Well, kau harus menunggunya, memang. Kau akan menjadi kakak yang baik,"

"Benarkah? Aku berharap begitu," bisiknya menundukan kepalanya lalu menyelamkan robot-robatan yang ia pegang. Kusiram kembali kepalanya dan kembali juga ia mengelap wajahnya. Lucu adalah ketika Aaron disiram, ia akan mengelap wajahnya dengan tangan mungilnya, lalu ia mengambil nafas sepanjang mungkin. Seperti ia baru saja menyelam. Ekspresi wajahnya seperti kehilangan nafas selama beberapa menit. Tapi aku memakluminya. Ia masih kecil.

"Mommy, apa kau mencintai daddy?" tanya Aaron yang membuatku sedikit tersentak. Apa? Itu adalah pertanyaanku yang selalu menghampiriku tiap aku bangun pagi lalu menatap wajah Justin yang selalu saja menyapaku di pagi hari. Apa aku benar-benar mencintainya? Setiap hari aku ragu. Aku tidak mungkin mencintainya. Namun tiap kali aku tidak melihat wajahnya, aku merasa kehilangan dalam diriku. Seperti ada yang hilang dalam tubuhku. Terhempas begitu saja. Aku mencintai Justin. Ya, aku mencintai Justin. Oh, anak kecil ini benar-benar menggemaskan.

"Tentu saja blue bird,"

"Apa Peepee mencintaiku?" tanyanya, mendongakan kepalanya lalu memberikan wajah yang iba. Tatapan matanya seperti mengharapkan sesuatu. "Apa masih sakit, Peepee?" tanya Aaron menunjukan jari telunjuknya pada sudut bibirku.

"Well, apa yang akan kaulakukan jika itu masih sakit?"

"Aku akan menciumnya. Supaya cepat sembuh," bisiknya tersenyum, berharap. Anak ini sungguh menggemaskan! "Aw!" aku menjerit pelan saat jari kecilnya menyentuh lukaku di sana. Memang masih sakit, sebenarnya. Namun dengan cepat ia menarik jari mungilnya itu dari sudut bibirku dan mulai bangkit dari bath-up. Lalu dengan manisnya, bibirnya mencium sudut bibirku.

Lust Of Love || HERREN JERKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang