Five- Pembelaan

99 45 5
                                    

Setelah beberapa menit akupun keluar dari dalam kamar mandi yang ku gunakan untuk mengganti baju seragamku yang basah dengan kaos olahraga milik si songong anak baru itu. Namun ketika aku keluar disana kosong tidak ada keberadaan anak songong itu,kemana dia? Oh,ternyata dia sedang berada di tempat duduk yang terbuat dari ubin sekaligus sebagai pagar di depan toilet dengan posisi kepala yang ia dongakan dan tiang pilar sebagai sandarannya.

“Kenapa huh? Lu kangen sampai nyariin gue begitu?” tanyanya dengan posisi yang sama yaitu mendongakan kepalanya. And what? Apa katanya? Kangen? Sama orang kaya dia? Impossible!

“Ya ampun ini masih pagi kali untuk ngimpi.” Jawabku ketus sambil berjalan kearahnya serta duduk di kursi kosong disampingnya. Lalu ku keluarkan selampai kesayanganku dari dalam tas dan menyodorkannya kepada si anak baru.

“Pake tuh selampai punya gue. Kayaknya luka lu parah deh,liat darahnya banyak banget keluarnya.” Jawabku sambil memperhatikan hidungnya yang terus-terusan keluar darah. Apa tulang hidungnya patah? Ah kenapa aku jadi kayak orang khawatir begini. Masa bodo mau hidungnya mau patah atau hilang sekalian,siapa suruh dia mengagetkan ku sehingga membuat insidet tadi terjadi.

“Bunga teratai? Tanya anak songong sambil mengajukan bordiran bunga teratai yang berada di salah satu sisi selampai milik ku.

“Kenapa? Itu saputangan punya gue yang bordiranya mama buatin sendiri untuk kado ulang tahun gue yang ke delapan.” Ucapku sambil memerhatikan setiap detail selampai ku yang dibentangkan ditangan anak baru itu.

“Kenapa?” tanyanya ambigu. Jelas saja menimbulkan gerenyit pada kedua alisku.

“Kenapa lu minjemiin saputangan yang menurut gue begitu berharga  buat lu?” tanyanya lagi sambil semanatap serius kearah ku. “Atau,jangan-jangan gue termasuk orang yang berarti buat lu? Lu naksir gue ya?” lanjutnya lagi yang sudah mengubah ekspersinya menjadi seringai yang begitu mengejek. Hah berarti untuk ku? Kenal saja baru beberapa hari sudah berharap menjadi seseorang yang berarti untukku?
“Situ waras? Baru beberapa hari kenal udah mau menjadi seseorang yang berarti buat gue?” konyol sekali dia,dengan alasan apa mengatakan hal seperti itu. Apakah sehebat itukah efek dari benturan yang ku lakukan pada hidungnya tadi sehingga membuatnya menjadi otaknya geser seperti itu. Naksir katanya? Oh bagaimana bisa aku mempunyai perasaan dengan orang seperti dia.

“Kalo emang lu gak naksir dan gue bukanlah seseorang yang berarti buat lu,kenapa dengan mudahnya lu minjemin barang paling berharga buat lu kepada seseorang yang baru beberapa hari lu kenal,kalo bukan lu naksir gue?” aku tercengang dengan pertanyaannya barusan. Tak habis pikir datang dari mana pemikirannya itu.

“Sumpah percaya diri banget lu! Yaudah sini kembaliin saputangan gue! Gue itu minjemin lu sapu tangan gue cuma karna merasa bersalah doang udah buat hidung lu yang kayak papan seluncur itu ngeluarin darah,kalo nggak juga gak bakalan sudi gue minjemin barang peningggalan mama yang paling berharga buat gue apalagi untuk cowok gak jelas yang hobinya tebar pesona sana-sini.” Sungguh betapa jengkelnya aku menghadapi anak baru songong ini. Namun sebelum aku mengambil kembali saputangan ku,dengan segera ia menyapu darah yang mengalir dari hidungnya menggunakan saputangan itu.

“Ngapain sih lu dateng ke sini,ganggu tau gak? Udah mana dateng-dateng pake segala ngagetin gue  lagi,udah kaya setan aja. Lagian bukannya udah enak gak kena hukuman sama bu Lidia?” ucapku sinis,kesal karna hanya aku disini yang mendapatkan hukuman karna datang terlambat sedangkan dia tidak,padahal kami disaat itu tiba disaat yang bersamaan. Namun hanya karna dia masuk kedalam kelas beberapa saat lebih dulu dari pada aku,dapat membuatnya lolos dari hukuman yang menjengkelkan ini.

“Oh itu,gue dateng kesini juga karna gue dihukum juga.” Jawabnya acuh saat membersihkan darah yang mulai mengalir kembali dari hidungnya dengan selampai milikku.

Nalika HydrasyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang