"Gimana sekolah kamu? Enak ga?" tanya Giana sambil menyeduh teh.
"Ga enak," sahut Ana.
"Kenapa? Kok kayak nya bete gitu sih."
"Emang ngebetein."
"Ngebetein gimana? Sini cerita sama mama," Giana menghampiri Ana yang sedang duduk di ayunan taman belakang.
Giana meletakkan tehnya dimeja lalu duduk di sebelah Ana. Ana tiduran di pangkuan Giana.
"Ma..."
"Hmm?"
"Tadi di sekolah ada cowok yang manggil aku Rey."
"Terus?"
"Kata dia panggilan Rey lebih bagus."
"Berarti panggilan Ana jelek dong?"
"Dia sih ga bilang jelek ma," kata Ana sambil memandangi langit malam yang cerah penuh dengan bintang.
"Berarti anggap aja panggilan kesayangan."
"Kesayangan?"
"Iya, anggap aja Rey itu panggilan kesayangan dari dia."
"Ishh mama. Emangnya aku siapa dia?"
"Siapa sih namanya?" tanya Giana sambil mengelus kening Ana.
"Mana aku tau," Ana mengedikkan bahunya.
"Loh kok ga tau? Emangnya tadi ga kenalan?"
"Engga," Ana menggeleng pelan sambil mamainkan jarinya.
"Terus dia tau nama kamu darimana?" tanya Giana bingung dengan anaknya itu.
"Katanya sih dari nametag aku."
"Terus kamu ga liat nametag dia gitu?"
"Liat sih. Tapi cuma sekilas. Kalo ga salah depannya tuh Ray...Ray siapa gitu," Ana mencoba mengingat-ingat lagi apa yang ia lihat di nametag cowok itu. Tapi Ana cuma berhasil mengingat nama depannya aja.
"Nah cocok," Ana mengernyitkan dahinya ketika Giana menjentikan jari.
"Cocok apanya?"
"Rey dan Ray. Cocok kan? Mungkin kalian jodoh."
Seketika Ana tersedak salivanya sendiri. Giana yang terkejut melihat anaknya terbatuk-batuk langsung memberikan tehnya.
Setelah minum, Ana mengusa-usap dadanya, "si mama kalo ngomong suka-"
"Bener, ya kan? haha," Giana tertawa melihat putrinya yang mulai kesal.
"Mama ih nyebelin. Lagian jodoh darimananya sih ma?!" tanyanya sambil cemberut.
"Itu buktinya nama kalian hampir mirip, hehe."
"Cuma nama ma," Ana mendelikkan matanya, "bukan berarti aku jodoh sama dia. Lagian dia juga nyebelin," tapi lebih nyebelin ketua osis sok killer itu sih. Lanjut Ana dalam hati.
"Nyebelin gimana? Emang kayak gimana sih orangnya?" tanya Giana yang semakin penasaran mendengar curhatan putrinya.
"Nyebelin deh pokoknya. Kalo ngomong tuh irit banget. Ga punya ekspresi. Datar banget. Gimana aku ga kesel coba ngomong sama dia,"
"Itu kan kejelekannya. Setiap orang pasti punya kejelekan dan kebaikan masing-masing. Kalo yang baik nya?"
"Ga ada," jawabnya singkat.
"Masa sih? Kamu jangan nilai orang dari keburukannya doang dong sayang. Nanti kalo kamu udah liat kebaikkannya malah suka lagi," Giana terkekeh sambil menoel pipi Ana.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED
Fiksi RemajaReyana-gadis cantik, periang dan keras kepala. Reyana tidak akan pernah menyerah menunggunya meskipun hal yang tidak di inginkan akan terjadi. Menurut Reyana, cinta adalah suatu resiko meski sebuah penyesalan sekalipun.