02
Mira menghilang sejak dua minggu yang lalu. Ponselnya tidak pernah aktif. Aku tidak bisa menghubungi gadisku. Temannya pun tidak tahu keberadaannya sekarang. Ia juga tidak pergi ke kampusnya. Aku sudah mencarinya di mana saja dan bertanya kepada saja. Tapi dia benar-benar menghilang dan membuatku hampir mati karena khawatir.
Tentang kejadian yang tidak menyenangkan untuk dikenang kemarin... Episode adalah bagian dari penyakit yang dideritanya. Dari beberapa surat yang ia simpan di loker mejanya, aku mengetahui tempat ia biasa berkunjung untuk memeriksakan kondisinya. Dokter wanita separuh baya yang berjaga di klinik sederhana itu menceritakan kondisi Mira. Semua.
Psikosis yang dideritanya sejak dua tahun lalu membuatnya mengalami episode yang ia sebutkan kepadaku malam itu. Dokter itu mengatakan kepadaku kalau Mira selalu berkunjung ke kliniknya setiap ia merasa lelah. Bukan hanya lelah fisik, tapi juga lelah hati dan pikiran. Tapi kemudian dokter itu menambahkan kalau akhir-akhir ini Mira memang jarang berkunjung. Dokternya pun tidak mengetahui keberadaan Mira.
Ada lubang di hatiku mulai saat itu hingga sekarang. Mira selalu menjadi gadisku yang penuh perhatian dan kasih sayang. Tapi apa aku patut mendapatkan perhatian dan kasih sayangnya? Bagaimana bisa aku tidak mengetahui keadaannya selama ini? Bagaimana bisa aku membiarkannya menderita sendirian dua tahun terakhir? Bagaimana bisa dia berbohong kepadaku bahwa ia bahagia?
Menjadi penderita psikosis bukanlah suatu hal yang dapat membuat gadis seperti Mira bahagia.
Apartemennya terasa dingin dan hampa tanpa keberadaannya. Aku sudah menghidupkan televisi dan mengatur volumenya cukup keras, tapi hampa itu tidak kunjung hilang. Mataku memang menatap layar tipis yang menampilkan acara favorit kami berdua dulu; pertandingan basket, tapi aku tidak benar-benar menontonnya. Sekarang aku melihatnya sendirian tanpa semangat. Aku bahkan tidak tahu di belahan dunia lain apakah Mira sedang menonton acara yang sama denganku.
Aku benci berada di posisi ini dalam suatu hubungan. Aku benci menunggu. Aku benci menjadi pihak yang tidak tahu hal yang terjadi di sekitarnya. Aku benci menunggu Mira untuk kembali (jika ia memang akan kembali), aku benci tidak mengetahui keadaan Mira yang dekat di hatiku namun jauh di jangkauanku, aku benci diriku sendiri.
Petir di luar sana menggelegar membelah langit. Tapi tidak menghentikan kesibukan kota. Hujan pertama tahun ini turun dengan deras. Hujan.
Mira mencintai hujan. Meskipun ia tidak pernah ingin kehujanan.
Mira juga mencintai sinar matahari. Meskipun ia selalu berteduh setiap kali sinar matahari ingin bermain dengannya.
Mira mencintai banyak hal. Meskipun ia selalu menghindari hal yang dicintainya.
Itu hal yang paling kutakuti selama menjalin hubungan dengannya. Mira mencintaiku. Aku selalu takut ia juga akan menghindariku. Ketakutanku pun menjadi kenyataan. Sekarang Mira benar-benar menghindariku tanpa alasan yang jelas. Seakan ia mengakhiri sendiri semua hal yang sudah kami mulai berdua.
Apa ini akhir kisah kami? Di mana akhir bahagia yang selalu diimpikan Mira? Ia bahkan mengigau tentang akhir bahagia itu dalam tidurnya. Namun sekarang, aku ragu jika dia sempat tertidur. Mira bukan tipe gadis yang mudah terlelap ketika ia sedang sedih dan frustasi. Tapi apa Mira sedih? Apa dia frustasi? Jika iya apakah itu karenaku? Apa dia juga merindukanku?
Ya Tuhan! Mira tidak pernah membiarkanku berhenti memikirkannya. Dia terlalu manis untuk dilupakan dan terlalu menjengkelkan untuk tidak dipikirkan.
Lubang di hatiku sepertinya sudah ditinggali burung-burung penyanyi lagu sedih. Aku merasakan mataku basah dengan mendengar suara bising dari televisi di depanku. Suara komentator pertandingan basket itu bahkan membuatku sentimen di saat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trash
Short StoryThis book is the place where you can find my other trashy stories :)