For Skye

22 1 0
                                    

Kata Jingga, kita nggak boleh gampang baper. Apalagi buat masalah percintaan yang melibatkan cowok. Katanya, kalau baper, trus GR, wah itu masalah banget. Iya kalo GR, tapi terealisasikan, nah kalo GR tapi nggak kesampaian?

Aku dulu cuma ah-oh aja. Nggak mungkin lah, seorang Raya baperan. Pacaran aja nggak pernah, mana tau sih yang namanya GR disukain cowok.

But please, who am i now?

Baper? Of course.

GR? For a good sake, yes.

"Lo gapapa?"

Mukanya keliatan khawatir banget waktu liat aku terkapar di lantai dan masih cengo.

"Ray?"

He knew my name! How can't i overthinking?

Aku tersadar, buru-buru bangun, mengabaikan tangan besarnya yang diulurkan untuk membantuku berdiri. Ah, mana mungkin aku nerima tangannya? Bisa pingsan.

"Ehm, gapapa kok. Kaget aja ada orang dari belokan samping." jawabku, sambil merapikan seragam OSISku yang mulai pudar.

"Eh, sori sumpah, gue gak tau." lagi-lagi dia minta maaf.

Kalau kuhitung, sudah 5 kali ada kata maaf dari mulutnya. Sebenarnya, bukan kesalahannya juga kalau aku jatuh setelah menabrak tubuhnya yang tinggi. Salahku yang lari-lari dan berbelok di koridor sampai tak melihat orang lain yang juga berbelok. Untung dia jalan, kalau sama-sama lari, entah mungkin tubuhku yang sering dibilang mirip plankton ini, terpental sampai kemana.

"Santai aja. Eh, kok lo bisa tau nama gue?" tanyaku bingung, tapi di dalam hati teriak kesenangan.

"Just..know?" jawabannya justru terdengar seperti bertanya.

Aku mengangkat alis saat menatapnya, sedikit mendongak, "Wah, jangan-jangan lo secret admirer gue ya?"

Dia tertawa. Kedua matanya menyipit karena sudut matanya yang menurun. Allah, he's adorable.

Aku menegang sesaat melihatnya tertawa. Belum pernah sedekat ini melihat ekspresinya yang..mengagumkan pengharapan.

Yang kutahu, dia anak kelas sebelah, kelas XII IPA 1. Selama 3 tahun satu sekolah, baru kali ini aku berkomunikasi dengannya. Entah memang belum pernah sekelas atau juga karena tidak ada variabel yang menghubungkan kami berdua. Jadi ketika kali ini aku berbicara dengan Fakhir, yes that's his name, rasa baper dan GR itu juga yang menjajah mayoritas ruang hati.

"Now, i knew that you are funny."

"Really?" aku tersenyum, terasa berbeda karena kali ini terasa dimanis-maniskan. Duh, Ray.

Fakhir balas tersenyum,-ralat-, masih tersenyum, karena sedari tadi dia tersenyum.

Aku grogi, sumpah. Fakhir memandangku sambil tersenyum itu bukanlah hal yang mampu kubayangkan selama ini.

There's something different with him. That makes me feel different too.

Menyadari kami berdua berdiri di tengah-tengah koridor, aku segera minggir. Beberapa anak ada yang melihatku dan Fakhir bercakap-cakap. Hal itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Kalau tak salah, Fakhir itu Ketua Ekstrakulikuler Teater yang punya segudang fans fanatik pecinta cowok kece.

Integrity of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang