Komitmen

59 4 0
                                    

Ditaman gelap nan sepi, mobil ical dan inez terparkir sedangkan kedua pengendaranya duduk dibagian depan mobil, kaki mereka terjuntai melepas segala lelah.

Suasana tidak sama sekali romantis, bahkan sedikit mistis. Keduanya sama gengsinya sama ego nya tidak ada yang mau memulai pembicaraan. bisu, ambigu, suasana hati kacau.

"Ehhhmmm" inez akhirnya membuka suara, merasa tidak nyaman dengan suasananya. Seharusnya malam ini malam yang romantis, apa aku salah pilih? Batin inez.

"Apa kita salah melangkah nez? " kalimat yang diucapkan ical benar-benar sepemikiran dengannya, apakah iya? Batin inez terus saja menanyakan hal yang sama.

"Entahlah" jawab inez lemah dan serak, jujur ia sangat takut apakah sesuatu yang baru saja dimulai hari ini akan berakhir esok hari dipengadilan.

"Aku benar-benar tidak habis pikir kita baru saja resmi hari ini nez hari ini dan sudah...." ical tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Sedangkan inez hanya menunduk, ada rasa bersalah menyelinap padahal sudah mati-matian dia membuang rasa itu rasa bahwa benar sekarang inez lah yang bersalah.

"Semua bayangan yang indah, seperti saat kita pacaran canda, tawa, semua kebahagiaan itu akan bertambah jika kita sudah menikah. Tapi nyatanya..." lagi-lagi kalimat ical menggantung, inez merasakan sekarang dirinya sedang digantung ditebing oleh kata-kata ical. Telinga, mata, dan hatinya sudah memanas. Air terjun ditebing tempatnya digantung telah mengalir deras airnya terasa hangat.

Inez mengangkat kakinya, merengkuhnya menangis mendekap lututnya. Hari ini hari yang sangat melelahkan untuknya, dia terluka namun dia sadar tidak hanya dirinya, tidak ada yang bisa ia salahkan.

Tangan hangat itu merengkuhnya, mencium rambutnya, menyalurkan rasa bersalahnya telah membuat istrinya menangis bukannya membuat wanita dalam rengkuhannya bahagia.

Inez sudah tidak sanggup menahan isakannya, ia memeluk ical dengan kuat,ia ingin ical tau bahwa dia sangat takut. Samar-samar ia mendengar kata maaf yang memilukkan, hatinya bertambah pedih lagi, bertambah lagi tangisnya.

"Kita harus kuat, kita jalani ini bersama-sama yah" tangan ical terus membelai rambut istrinya, mencoba menenangkan hati istrinya. Inez mengangguk namun tangisnya tetap belum mau reda.

Lama mereka terdiam, menenangkan pikiran mereka masing-masing. Rasa dingin mulai menyergap, lalu mereka memutuskan untuk masuk kedalam mobil.

Hening lagi, hanya suara gesekkan pakaian dengan kursi mobil yang mendominasi. Rasa canggung, dan perasaan tenang namun tidak karuan terus menyelimuti mereka.

"Maaf" kata itulah yang akhirnya inez mampu ucapkan, membuat ical menoleh kearahnya. Ical hanya teraenyum lalu membelai rambut inez yang sedikit basah diujungnya karena terkena air matanya sendiri.

"Kita kan tetap bersama, harus" inez mengangguk semangat berulang kali membuat ical merasa geli sendiri yang langsung memgangguk patuh.

Ical tertawa, sedangkan inez cemberut merasa dirinya ditertawakan. Suasana mulai cair seperti biasanya, seperti saat mereka pacaran.

"Kita pulang?" Tanya ical sambil terus membelai wajah inez, tapi inez menggeleng dengan cepat.
Ical aneh dengan jawaban inez yang menolak pulang.

"Kenapa?" Tanya ical penuh selidik.

"Aku malu, pasti mataku bengkak" jawab inez jujur, akhirnya ical mengerti lalu mencium kedua mata inez bergantian, membelai lagi wajahnya, mengamati setiap detail wajah istrinya yang sembab namun terlihat sangat menggemaskan.

Perlahan ical mendekatkan wajahnya, setelah tepat didepan bibirnya dia berhenti sejenak menatap mata inez meminta persetujuan. Inez menutup matanya, sebagai bentuk bersetujuan dan perijinan untuk ical menciumnya.

Hangat, kesan pertama yang dirasakan mereka. Saling memberi dan merasakan buncahan kebahagiaan dihati mereka, menyalurkan segala kegundahan beberapa waktu lalu.

Ical mendorong kursi Inez hingga inez berbaring setengah tertimpa tubuh ical, rasa kaget membuatnya melepaskan pangutannya menatap ical dengan pandangan shock nya. Namun ical hanya tersenyum jahil melihat wajah kaget inez.

"Apa yang kamu lakukan?" Ical hanya mengedikkan bahu tanda tidak perduli. Dengan tidak sabar melanjutkan apa yang seharusnya mereka lanjutkan.

"Mmmmmmm" ical merasa terganggu, karena inez terus berontak. "Apa kita akan melakukannya disini? " tanya inez masih dengan wajah tidak percayanya.

"Kalo iya gimana?" Pancing ical, yang sebenarnya sudah tidak tahan, tidak tahan ingin tertawa melihat ekspresi inez. Tapi ini belum cukup, ia harus terus menggoda inez.

"Kalo ada orang gimana?" Jawab inez malu-malu tapi mau, ujung bibir ical sudah berkedut ingin rasanya ia tertawa.

"Kalo gak ada orang boleh?" Goda ical lagi sambil manaik turunkan alisnya. Inez tampak berpikir lalu memalingkan wajahnya karena rasanya panas sekali, dirinya sudah tidak mampu bernafas dari hidung saking panasnya.

"Icaaaaaalllll" inez benar-benar tidak kuat, ia mendorong tubuh ical hingga kembali terduduk dikursinya. Ical yang sudah tidak kuat menahan tawanya menumpahkan tawanya melihat ekspresi dan reaksi Inez.

"Jangan menggodaku lagi ical" protes inez yang sudah membekap wajahnya dengan tangannya sendiri karena rasa malunya.

Malam itu sungguh penuh suka duka, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang walau hari sudah menjelang dini hari.

WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang