INV ㅡ 17

5K 219 27
                                    

"Kamu yakin, Lil.."

Liliana tidak menjawab, lebih tepatnya enggan menjawab karena ini adalah pertanyaan entah yang keberapa kali sejak dua jam terakhir.

"Lil, kamu yakㅡ

"Kamu mau aku patahkan lehermu, Bie?" potong Liliana cepat sebelum Habibi menyelesaikan ucapannya.

Habibi terkekeh, menggaruk tengkuknya. "Aku hanya khawatir."

"Dan itu bukan gayamu, Oke?"

"Ya, ya.. Baiklah terserahmu saja lah."

Saat Liliana menghentikan mobilnya di parkiran bandara, Habibi langsung turun dan mengeluarkan koper serta beberapa paperbag yang Ia dapatkan dari Liliana sebagai oleh-oleh untuk para sahabatnya di jerman nanti.

"Lil, tolong bawa yang ini." Habibi mengulurkan paperbag berwarna merah pada Liliana yang duduk diatas kap mobil depan menunggu dirinya.

Setelahnya mereka berdua berjalan bersisian, tidak ada yang berbicara, mereka berdua saling menikmati kebersamaan yang sebentar lagi akan hilang dipisahkan jarak.

"Lil, kamu harus bahagia.." ujar Habibi pelan berdiri didepan pintu check in.

"Aku usahakan. Kamu hati-hati disana, jangan pernah telat makan dan jangan terlalu keras belajar. Aku takut kamu stress."

Habibi hanya mengangguk, lalu perlahan meletakan semua bawaanya dilantai marmer dan langsung memeluk Liliana, menghirup parfum yang Liliana gunakan, yang terkadang membuatnya sebal karena seluruh apartemen akan berbau seperti Liliana, menghilangkan kejantanan dirinya sebagai penghuni pria satu-satunya di apartemen mereka.

"Lil, jawab pertanyaanku sekali saja. Kamu yakin akan mengejar Davian?"

Liliana menghembuskan nafas lelahnya. "Aku yakin, Bie. Anggap saja ini adalah penebusan rasa bersalahku padanya. Dia juga belum membuangku, maksudku..ehmm, aku ingin meskipun dia memutuskan hubunganya denganku, aku ingin dia mengatakannya secara langsung. Tidak seperti ini, aku tidak mau merasa digantung seperti sekarang."

Habibi mengelus pipi Liliana lembut, memberi kekuatan pada sang Kakak.

"Kamu harus bahagia, Lil."

"Kamu berubah menyebalkan setelah tinggal di Jerman, Bie. Aku benci kenyataan itu."

Habibi terkekeh, "Ya, kenyataanya memang ini bukan gaya kita. Sudahlah.. Kamu jaga kesehatanmu, ya." Habibi mengambil kembali bawaanya yang tadi Ia taruh dilantai. "Aku pergi. Aku akan meneleponmu.."

Liliana tersenyum dan mengangguk, "Hati-hati.." ucapnya tanpa suara karena Habibi sudah berjalan menjauh darinya.

***

"Besok saja." ujar Lerian untuk yang kesekian kalinya pada Davian.

Davian mendengus, tersenyum sinis. "Kamu bercanda, Yan."

"Tidak, aku hanya menyarankan."

"Aku tidak mau tahu, aku akan pulang sekarang."

"Besok, Dave. Ayolah jangan bertingkah seperti anak kecil. Wanita bukan hanya Liliana saja!"

Davian tidak menjawab, Dia hanya menatap Lerian tajam lalu berbalik dan pergi begitu saja dari ruangan sepupunya tersebut. Keadaanya memang selalu seperti ini, disaat Ia kehilangan akal karena wanita seharusnya memang dia tidak berbagi pada siapapun karena tanggapan mereka kadang tidak sesuai dengan apa yang Davian harapkan. Seharusnya Ia melakukan hal yang selalu Ia lakukan saat dirinya ditinggal oleh tiga calon istrinya, diam dalam kesakitan dan pergi untuk sekedar menghilangkan. Bukan bercerita dan meminta pendapat.

I'M NOT VIRGIN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang