Bab I

3 0 0
                                    

“Tolong, jangan terima permintaan ibunda, ini demi kebahagiaan kamu” Graha berusaha menegosiasikan permintaan ibundanya kepada Saras, “maaf, saya gak bisa menolak keinginan nyonya” Saras menggeleng menolak permintaan Graha “dengar sini, aku masih memintamu dengan baik-baik jangan membuatku emosi, Cuma kamu satu-satunya yang bisa menentang keputusan ibunda” Graha lagi-lagi mengintimidasi Saras yang masih saja menggeleng “kenapa kamu gak bisa menolak, kesempatan kamu sangat besar” lanjut Graha bersedekap melirik sinis karena mulai kesal, sulit sekali mengatasi gadis satu ini geramnya “kenapa tidak anda saja yang menolak keinginan nyonya?” saras bertanya pelan tidak mau membuat pria yang dihadapannya kini mengamuk “karena saya tidak mau menyakiti hati ibunda” Graha menjawabnya dengan kesal “terlebih lagi saya tidak ingin menyakiti orang-orang yang menaruh harapan terhadap saya, maaf jika kita masih membahas masalah ini sepertinya tidak akan menemukan titik terang sebaiknya kita belajar menerima ketetapan takdir, saya permisi” Saras berdiri dari duduknya ingin beranjak pergi meninggalkan Graha tetapi langkahnya tertahan, lengannya dicekal oleh sebuah tangan “takdir bisa dirubah jika kamu mau bekerja sama” paksa Graha lagi tetapi Saras masih menggeleng “baik jika itu yang menjadi keputusanmu, jangan menyesal karena aku sudah memperingatkanmu untuk mundur teratur dan aku nggak akan menjamin kebahagiaan untuk kamu” lanjut Graha melepaskan lengan Saras,menatap tajam kepergiannya. Saras cepat-cepat berlalu dari hadapan Graha, dia mengepalkan jemarinya menahan sesak didada. apapun yang terjadi dia akan berusaha utuk tegar dan tidak mudah menyerah karena dia tahu orang kaya memang selalu seperti itu bertindak sewenang-wenang. Kalau bukan karena permintaan tuan wijaya kepada orang tuanya, Saras juga tidak akan mau mengikuti permintaan orang bangsawan tersebut. Hari itu sepulang dari kerja Saras melihat lima mobil bertandang kerumahnya, tanpa menaruh  curiga sedikit pun Saras memberi salam dengan tersenyum tetapi samar-samar Saras mendengar suara orang berbicara kepada mama nya
“saya datang kemari mewakili tuan wijaya ingin mencari calon yang sesuai untuk anaknya, tuan wijaya ingin anaknya belajar bertanggung jawab jika mempunyai istri, setelah dibicarakan kepada para anggota keluarga maka saya diutus untuk melamar anak anda agar bersedia menjadi istrinya den Graha”
“ kenapa harus anak saya? Masih banyak gadis–gadis yang berhak menyandang status sebagai menantu tuan wijaya, lagipula saya hanya orang biasa-biasa merasa tak pantas menjadi besan beliau”
“tuan dan nyonya Wijaya sudah melihat segala prestasi yang diraih anak anda, selama dia bekerja dia merupakan wanita yang sangat sabar menghadapi anak buahnya dan dia sangat cerdas jadi tuan dan nyonya Wijaya yakin nona Saras bisa menjadi calon istri yang tepat untuk anak tuan wijaya, jika nona Saras tidak bersedia dengan anaknya maka nona Saras harus menikah dengan tuan Wijaya karena keluarga besar tuan Wijaya tidak menerima kata penolakan”
“tetapi Saras putri saya satu-satunya, bagaimana mungkin saya menentukan masa depannya melalui perjodohan yang belum tentu akan membuatnya bahagia”
“kami datang kemari dengan tujuan baik, apa maksud anda nona Saras tidak akan bahagia bila menikah dengan anak tuan wijaya! Ini seperti pencemaran nama baik, anda menganggap kami bertujuan menyakiti anak anda”
“  maaf, jika ucapan saya menyakiti anda, saya akan menanyakan pendapat Saras terlebih dahulu”
“baiklah, kami beri waktu seminggu untuk anda memikirkanya dan menjawabnya. Kami permisi” kata para ajudan tuan wijaya lalu mereka beranjak pergi, Saras berdiri diteras rumah menunggu para ajudan tersebut keluar, didepan pintu Saras bertemu sekertaris tuan wijaya memberi salam dan pergi memasuki mobil mereka.
“Kenapa mereka?”
“Entahlah, kata mereka tuan wijaya ingin memetik kembang di taman mama”jawab nyonya Laras 
“Ma,,, bisakah tidak bercanda”
“jika ini sebuah lelucon mama akan tertawa sekencang-kencangnya” ujar nyonya Laras lemah meninggalkan Saras yang hanya termangu didepan pintu. Berkat peristiwa lamaran seminggu yang lalu disinilah Saras sekarang berada dikantor Graha atas permintaan pria tersebut. Pembahasan mereka cukup sederhana tetapi berdampak besar bagi kehidupan keduanya. Saras gak habis pikir bagaimana bisa Graha seorang pria karismatik menyuruhnya menolak permintaan orang tuanya hanya untuk kebaikan bersama. Saras sejujurnya sangat ingin menolak lamaran tersebut tetapi tidak ada cara lain dia hanya diberikan satu pilihan menikah sama anak tuan wijaya atau jadi istri keempat tuan wijaya, seperti memakan buah simalakama sungguh ironis. Jika aku tidak memilih atau menolak keduanya mereka akan menghancurkan perusahaan yang telah ayah bangun. Keluarga wijaya terkenal kejam dan pantang ditolak keinginan mereka. Jika demikian apakah aku masih punya pilihan. Lamaran yang sungguh tidak masuk akal, imposible sekali hanya karena prestasi kerja yang baik bisa menjadi calon istri yang baik, teori darimana itu.
*****
Seusai shalat malam nyonya wijaya mendengar keributan di ruang tamu terlihat Graha lagi-lagi pulang dengan wajah babak belur, nyonya wijaya hanya mampu mengucapkan istighfar sambil mengelus dada
“ibunda,,,” ucap Graha meringis menahan luka diwajahnya
“sampai kapan kamu akan  melakukan tindakan bodoh seperti ini, kenapa kamu gak pernah memikirkan perasaan ibunda,, tolong berhenti menyakiti dirimu sendiri” nyonya wijaya menasehati Graha sambil mengobati luka-luka diwajahnya
“ ibunda lelaki itu harus kuat ini sih belum seberapa, satu hal lagi berkorban untuk wanita yang dicintai nggak ada salahnya kan? apalagi sampai harus babak belur begini. aduh,, ibunda pelan-pelan” ucap graha sambil meringis
“nih,, kamu kan kuat” nyonya wijaya menekan kuat-kuat luka Graha
“aduh,,, ibunda,, gak perlu ditekan-tekan juga lukanya makin sakit”
“kamu itu masih manja tapi sok jadi jagoan”
“anak ibunda memang jagoan lho,,, ibunda lupa ya?” Graha berusaha menggoda ibundanya agar tersenyum dengan candaannya yang sangat garing
“mungkin kamu yang lupa, bahwa sebelum kamu mencintai orang lain kamu harus mencintai dirimu terlebih dahulu” nyonya wijaya beranjak meninggalkan Graha
“ibunda terima kasih, I LOVE U Ibunda,,,” teriak Graha melambaikan tangan dan naik keatas tangga menuju kamarnya.
“kelakuan masih seperti anak kecil, kapan kamu berusaha untuk dewasa. semoga kamu cepat berubah nak,, setidaknya kamu bisa bertanggung jawab pada dirimu” harap nyonya wijaya dalam hati
Dikamarnya Graha mengganti bajunya dengan baju tidur, sudah kebiasaanya dari kecil hingga sekarang kalau mau tidur harus cuci muka, sikat gigi dan memakai piyama tidur. Mungkin orang yang melihatnya akan mengatakan dia aneh tetapi baginya itu sebuah ritual sebelum tidur.
“Naya,, jika saja kamu menerima cintaku, kamu gak akan sengsara seperti itu dan aku gak harus berurusan dengan preman kalau ingin bertemu dirimu” Graha berbicara kepada sebuah foto yang sedang dipegangnya, digambar tersebut terlihat gadis mengenakan gaun hitam sedang tersenyum. “ sulit sekali ya kamu menerima cintaku? Harus berapa lama aku menunggumu,,, hah, kok malah jadi lirik lagu. Naya kamu membuat aku frustasi,,,” graha mengacak-acak rambutnya lalu dia meletakkan foto tersebut diatas meja samping tempat tidur. Krwok,,krowk,,krowk,, bunyi nada sms hp Graha
“maaf tuan mengganggu malam-malam begini, sepertinya nona Saras menerima lamaran tersebut, apa yang harus saya lakukan tuan” sebuah sms dari seorang spy utusan Graha
“kamu ancam dia kalau perlu buat kerusuhan dikantornya dan katakan padanya bahwa Graha tidak akan mau menikahi gadis pengemis seperti dia” Graha membalas sms tersebut dengan kesal
“Naya,, kamu lihat setiap gadis mau menikah denganku karena aku anak wijaya kertarejasa hanya kamu satu-satunya gadis yang bahkan sedikitpun tidak ingin dekat denganku, kita sudah kenal terlalu lama dari SMP zamanya kamu bilang cinta monyet hingga 10 tahun berlalu perasaanku masih saja nggak pernah kamu terima, tetapi perasaanku sedikitpun gak pernah berubah. Harusnya kamu sadar dan coba mengerti, kamu gadis yang kukenal bertahun-tahun gak mau jadi pacarku sementara dia gadis yang tidak aku kenal mau menikah denganku. Lucu sekali bukan” saat melihat foto gadis bernama Naya  dia berbicara lagi pada gambar tersebut lalu secara perlahan mata Graha terpejam “miliki aku meski hanya dalam mimpimu” kata Graha lagi sambil mendekap foto Naya lalu terlelap tidur
*****
Saras menghela nafas lelah, seharian ini dikantor dia harus berhadapan dengan anak buah Graha, dari mulai menumpahkan kopi dibajunya hingga melempar telur busuk sepulang kerja. Saras hanya bisa diam menerima prilaku amoral tersebut menurutnya memberontak juga percuma karena prilaku orang kaya memang arogan. Saras memejamkan mata berusaha untuk menenangkan fikiran tetapi beban ini terasa berat, siapa sih yang mau dijadikan isteri keempat dan siapa juga yang mau dipaksa nikah. jika Saras menolak lamaran, anak buah tuan Wijaya akan mengancam mamanya. jika Saras menerima lamaran, anak buah Graha akan terus memperlakukannya seperti sore tadi. Kenapa mereka selalu memaksa, setiap keinginan mereka harus dituruti sementara para korban tak pernah diperdulikan. Saras berguling-guling gelisah dikasurnya sambil berfikir dia mengacak-acak rambutnya
“apa sih kesalahan yang telah aku lakuin sehingga  memperoleh cobaan seberat ini” ucap Saras pada diri sendiri “keluarga yang sangat lucu dan aneh, hanya karena bisa menangani pekerjaan kantor dengan baik bisa dijadikan calon menantu idaman, sungguh tidak rasional” saras tersenyum sinis tentang perjodohan paksa yang tidak logis. Mereka mengancam akan menuntut jika menolak perjodohan tersebut, orang kaya memang selalu bertindak sesukanya. Saras masih mengingat dengan jelas permintaan nyonya Wijaya seminggu yang lalu sebelum Saras bertemu Graha
“Saya tahu anak saya tidak bisa dijadikan calon suami idaman tetapi bisakah kamu menolong saya untuk menjadi pasangan hidupnya? Saya menaruh banyak harapan kepada kamu, saya juga tahu cara suami saya meminta kamu menjadi calon menantunya salah makanya dari itu saya sangat sangat memohon agar kamu bisa mempertimbangkan lagi keinginan saya dan keluarga menjadikan kamu sebagai calon menantu kami” Saras merasa iba mendengar ucapan nyonya wijaya yang sedang menyeka air matanya dengan sapu tangan
“maaf nyonya,,, kenapa harus saya, berkali-kali saya memikirkan hal ini tetapi saya tidak menemukan alasan yang membuat saya bisa menerimanya dan pertanyaan itu berputar-putar kembali dikepala saya, kenapa harus saya diantara berjuta-juta wanita, kenapa harus saya yang dijadikan calon pendamping hidup anak nyonya? Saya dan anak anda tidak saling mengenal, jika saya terima menjadi pendamping hidupnya apakah anak nyonya bisa menerima saya” Saras berusaha menjelaskan apa yang selama ini Saras rasakan
“Saya mengerti apa yang kamu rasakan karena saya juga dulu mengalami apa yang sedang kamu rasakan hanya bedanya saya diminta untuk balas jasa dan menjadi isteri ketiga agar memperoleh keturunan sedangkan kamu secara resmi diminta oleh tuan Wijaya” ujar nyonya Wijaya menatap Saras lembut “mungkin kamu merasa pemikiran dalam keluarga saya kuno tetapi karena ini sebuah tradisi jika sudah ditetapkan oleh keluarga besar maka itulah yang terbaik, dengan beriringnya waktu kalian akan saling mengenal dan belajar memahami satu sama lain bisa jadi kalian akan saling jatuh cinta” Saras yang mendengar  argumen nyonya wijaya hanya bisa tersenyum “saling jatuh cinta??? Aku gak pernah bermimpi seperti itu, apalagi jatuh cinta sama anak orang kaya” ucap Saras didalam hati seraya tertawa, “ anak orang kaya, hm,,,mungkin dengan cara ini mereka akan mundur menjadikan aku bagian dari keluarga mereka” saras masih berfikir sambil berbicara didalam hati
“sepertinya nyonya akan menolak jika saya mengajukan satu syarat” Saras memilin-milin ujung bajunya berusaha menghilangkan was-was
“apa syaratnya saya yakin saya sekeluarga sanggup menerima apapun syaratnya”
“ karena saya menikahi anak hartawan jadi,,, nyonya mengertikan maksud saya” ujar Saras ragu-ragu
“jangan ragu katakan saja saya akan menerimanya” nyonya wijaya berusaha untuk memastikan Saras agar tidak ragu mengatakan keinginannya
“Saya ingin Grahadian Holdings🏬 menjadi milik saya “kata Saras memejamkan mata lalu secara perlahan Saras membuka mata dan melihat nyonya wijaya hanya tersenyum mendengar perkataan Saras. sebenarnya Saras merasa takut, mungkin nyonya wijaya beranggapan Saras hanya menginginkan harta tetapi jika dengan cara ini bisa menghentikn keinginan mereka Saras rela melakukanya, menurut Saras orang kaya tidak akan mau memiliki menantu yang mengincar harta mereka
“baik saya akan memenuhi permintaanmu tetapi saya juga memiliki syarat tidak banyak hanya tiga syarat yang saya ajukan pertama kamu tidak akan meninggalkan Graha dalam keadaan apapun mau sedih ataupun duka, kamu akan setia menemaninya meskipun Graha selalu menolakmu kedua kamu harus mempertahankan rumah tanggamu apapun yang terjadi kamu tidak boleh selingkuh ketiga saya ingin kamu dan Graha belajar saling mencintai dan kalian memiliki keturunan sebagai penguat rumah tangga kalian, mungkin terdengar seperti memaksa tetapi tidak ada salahnya kan menerima sebuah amanat dari saya, bagi saya Grahadian Holdings belum seberapa dibandingkan dengan kebahagiaan Graha” Saras kaget dengan syarat yang diajukan nyonya Wijaya
“dan satu hal lagi mulai sekarang panggil saya ibunda karena saya merasa asing dipanggil nyonya oleh kamu karena saya akan menjadi mertua kamu nantinya, saya rasa mungkin hanya ini yang kita bicarakan lain waktu kita akan sambung lagi dengan bicara masalah gedung serta persiapan pernikahan kalau begitu saya minta diri dulu” lanjut nyonya wijaya bersalaman dengan Saras yang hanya bisa terdiam. Setelah nyonya wijaya meninggalkan cafe Story Saras memijit kepalanya yang mendadak merasa pusing, rencananya gagal jika begini jadinya dia tidak akan berencana untuk menjadi orang yang menginginkan harta. Satu hal yang Saras lupa nyonya Wijaya bukan seorang yang takut jika perusahaannya hilang bagi nyonya Wijaya kebahagiaan keluarga adalah segala-galanya. Sekarang dikamar ini Saras sangat menyesal telah mengajukan syarat yang sangat menjatuhkan harga dirinya. Bagaimana mungkin seorang wanita terpelajar dan lulusan cumlaud menerima pernikahan terpaksa dengan mengajukan syarat yang sangat tidak relevan. Akibat dari pertemuanya dengan nyonya wijaya adalah Saras harus berhadapan dan menerima penolakan langsung dari Graha. Masih teringat dengan jelas ucapan Graha sore itu “Jangan menyesal karena aku sudah memperingatkanmu untuk mundur teratur dan aku nggak akan menjamin kebahagiaan untuk kamu” Saras menatap keluar jendela, malam semakin larut dan bintang-bintang masih menghiasi angkasa “ kebahagiaan seperti apa yang pernah saya rasakan, sebelum bertemu kamu saja saya sudah menderita apalagi hidup bersama kamu akan seperti apa kita menjalaninya? Apa yang harus saya lakukan” ucap Saras pada diri sendiri lalu Saras mulai terlelap karena sudah terlalu letih menghadapi peristiwa hari ini.

*****

To be continues...

Love Is ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang