Kala mentari menyapa pagi hari, aku selalu teringat akan kisah dimana tak sengaja di pertemukan denganmu, iya kamu. Kamu yang tadi hanya aku kagumi kini menjadi apa yang aku miliki. Semua itu membuktikan bahwa cinta datang tanpa ada rencana dan dugaan yang matang. Hari ini adalah hari dimana aku lahir, melihat Dunia yang tersenyum hangat kepada sang bayi mungil tanpa dosa, 17 tahun yang lalu. Aku tak tau apa-apa soal ini, aku disuruhnya datang ke taman, 20 menit aku menunggu, ada pesan yang masuk.
" Al, sorry aku nggak bisa datang.
Sekalian aku mau jujur sama kamu!" , tegasnya.Aku tak mengerti apa yang merasuki dirinya dan apa yang membuatnya aneh.
"kenapa ? Bilang saja aku takkan keberatan"
" Telah ada lelaki lain yang jauh lebih baik darimu, aku merasa nyaman berada di dekatnya hingga aku lupa kasih sayang yang selama ini kamu berikan, maafin aku Alby"
" Apa kamu yakin dengan perkataanmu itu ? Jika iya, aku turut bahagia mendengarnya "
Selang beberapa menit, aku merasa seperti ada yang mengintaiku dari jauh. Dan benar, aku sedikit curiga karena orang itu terlihat tak tenang dan agak pecicilan, pandanganku agak terganggu mengingat mataku yang mengidap miopi. Aku penasaran dengan apa yang terjadi di balik patung Pahlawan itu, aku lekas berlari ke arahnya.
Hentakan kakiku terhenti ketika aku melihat teman-temanku yang ternyata bersembunyi di balik patung itu.
" eemm hai, Happy Birthday to you Al " Sorak gembira mereka.
Yang lebih istimewa pada saat itu adalah semua ini adalah perencanaan dari Nadine, dia yang menyiapkan semuanya. Entah bodoh atau dari awal aku sudah tak tau harus berbuat apa, aku tak menyadari sama sekali gerak gerik yang mencurigakan dari sandiwara yang mereka buat. Tak bisa ku tampung semua tangis bahagiaku ini yang perlahan jatuh membasahi tanah kering yang akan menjadi saksi konyolnya aku saat itu.
Aku terpaku, mulutku membungkam, gugup tak karuan. Baru pertama kali aku merasakan hal yang seperti ini. Kehadiran teman-teman tak luput dari orang yang aku kagumi dulunya ikut hadir membahagiakan hari istimewa ini.
" Al aku minta maaf, itu semua hanya candaanku agar kamu terkecoh, buktinya aku sekarang berdiri disini memberikanmu semua ini, kamu masih saja cengeng", guraunya sambil cengengesan.
Dia langsung memelukku erat-erat, mengucap maaf dan do'a. Pipiku merah bak strawberry. Sedihku terbayar dengan rasa yang mereka beri hari ini, ini akan menjadi hari dimana aku tak akan pernah melupakannya.
Sayang, kebahagiaan itu hanya bertahan beberapa hari saja. Angin telah meniupnya jauh bagai butir-butir pasir dan debu yang berserakan tanpa arti, hilang begitu saja tanpa ada yang di tinggalkan kecuali luka. Dalam hitungan detik manusia bisa merubah segala pola pikirnya, entah dari mana ia mengambil sudut pandang itu, yang jelas itu simple tapi rumit untuk di jelaskan. Setelah apa yang dia beri pada hari itu, dia pun mengucap pamit akan pergi dengan alasan klasik para remaja.
" Al aku mau bilang sesuatu kali ini penting aku nggak main-main" tegasnya tanpa ada titik koma.
Dia selalu membuatku penasaran dan aku tak suka dibuat penasaran karena kemungkinannya hanya dua, kalau bukan berita baik ya buruk, sedang aku selalu berharap yang baik-baik saja dalam cerita ini.
" Jalan terbaik untuk kita kedepannya mungkin dengan putus" pungkasnya.
" kamu tahu kan aku sangat benci dengan kata itu ? Apa kamu tidak mengerti Nadine"
Dua hal yang selalu ada pada perempuan. Pertama, mereka selalu benar. Yang kedua, mereka tidak pernah salah. Sengotot-ngotonya aku, ya pasti saja dia yang unggul. Tidak lain alasan klasik itu adalah " aku ingin fokus UN" atau " maaf, orang tuaku tahu kita pacaran" . Lah kalau tahu begini dari awal ngapain harus pacaran ? Entah itu hanya bualnya atau memang nyata. Tapi 9 dari 10 kasus serupa adalah bualan belaka.
" Yasudah, pergilah. Jika itu bisa membuatmu meraih apa yang kamu inginkan kedepan dan juga bisa membanggakan kedua orang tuamu, aku IKHLAS."
Satu hal, orang yang benar-benar ikhlas tidak akan pernah mengatakan " iya, aku ikhlas". Aku berusaha tenang agar otakku bisa berpikir stabil dan tak kacau balau. Aku tak tahu harus berbuat apa kedepan tanpa ada kehadirannya. Masih terngiang jelas kenangan itu, kenangan dimana dia begitu baik memberikan seluruh perhatian dan rela membagi waktunya untuk orang sepertiku. Tak bisa di percaya, langit yang kulihat selalu biru dan awan putih susu pun jadi terlihat seperti mimpi buruk dan begitu gelap, kusam, dingin tanpa perasaan. Mega mendung, pertanda akan hujan. Biasanya dia yang menyiapkan payung untukku, duduk bersamaku menghabiskan waktu yang terasa berjalan begitu cepat.
Memang sulit, masa-masa dimana setiap harinya aku selalu terbiasa disapa oleh senyum pepsodent dari bibirnya dan mata yang selalu terarah tepat mengenai pandanganku kini telah tiada. Aku harus mulai membiasakan diri lagi sama seperti sebelum dia pernah singgah di setiap hariku. Semua hilang tanpa ada perencanaan, hanya sang waktu yang bisa mengikis rasa penasaranku akan ini. Mungkin dia akan memberikan orang yang memiliki alasan lebih baik agar tetap bersamaku ketimbang pergi dengan alasan klasik. Terasa lucu jika di ingat, ketika orang yang mencintai kita pada awalnya kemudian pergi begitu saja dengan hanya meninggalkan sepenggal dua penggal kalimat sakral. Kini aku sadar, seharusnya bukanlah aku yang harus bersedih. Tapi dialah yang patut bersedih karena baru saja telah kehilangan seseorang yang begitu menyayanginya dengan tulus dan ikhlas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another chance
Short StoryMega mendung kian menemani, tak dapat lagi ku melihat birunya langit yang selalu ada sebelumnya. Tidak, aku salah. Sepertiku melihat sekejap cahaya melintas dalam gelap, aku harus mendapatkannya dan keluar dari titik suram ini sekarang juga. Ternyat...