BC6

275 15 5
                                    

"Nama kamu siapa?" Tanya seorang pria paruh baya pada Ali.

"Nama saya Ali, Tuan."

"Kamu temannya Prilly?" Tanya orang itu lagi. Ya, itu adalah Rizal, ayah Prilly. Kini ia sedang duduk diruang tamu bersama Ali. Tadi, Prilly pamit kedapur untuk membuatkan minum.

"Em. Bisa dibilang gitu, Tuan."

"Kerjaan kamu apa?"

Ali jadi kikuk.

'Kayak interview buat jadi calon mantu aja, deh. Eh?'

"Emh... saya dulu jualan bakso, Tuan. Tapi, untuk sementara waktu gak jualan dulu. Lagi sepi pembeli. Ini lagi mau cari kerja. Tapi, belum ada yang diterima."

"Kamu tamatan apa?"

"SMP, Tuan." Jawab Ali malu. Jujur saja, ia takut setelah Rizal mengetahui siapa dirinya, ia tak diperbolehkan lagi bertemu dan berkomunikasi dengan Prilly.

"Emm, Ali. Saya lagi butuh tukang kebun. Apa kamu mau jadi tukang kebun dirumah ini?" Tanya Rizal hati-hati karena takut menyinggung perasaan Ali.

"Mau, Tuan. Saya mau." Jawab Ali antusias. Jadi tukang kebun dirumah ini berarti akan sangat sering bertemu dengan Prilly, bukan? Sudah dapat gaji, ketemu bidadari pula.

"Yasudah, besok kamu udah bisa mulai kerja."

Ali mengangguk. Senyum tak pernah hilang dari wajah tampannya. Tak lama, Prilly dan Mamanya pun membawakan dua gelas minuman lalu mereka larut dalam obrolan yang mengasyikkan.

Percaya atau tidak. Rizal menyukai kepribadian Ali ini. Tapi, bukan berarti menginginkannya agar dekat dengan Prilly. Ia hanya ingin anaknya mendapatkan pria yang berpendidikan tinggi.

***

Setelah puas mengobrol, Ali pun pamit kepada Rizal dan Ully serta Prilly untuk pulang ke rumah. Rasanya ia tak sabar untuk memberitahu kabar ini pada Ibu dan ayahnya.

Sesampainya dirumah

"Assalamualaikum. Ibu, Ayah Ali Pulang."
Salam Ali dengan senyum yang terpatri diwajah tampannya.

"Waalaikumsalam. Eh, anak Ibu udah pulang. Gimana? Dapat pekerjaannya, Nak?"

"Alhamdulillah, Bu. Dapet kok. Kita ngobrol didalam aja yuk. Sekalian Ali mau cerita sama Ayah." Ajak Ali lalu menuntun ibunya untuk masuk kedalam rumah.

Saat dirumah, Ibu dan Ali segera masuk ke kamar Ayahnya yang memang semenjak sakit Ayahnya lebih sering berada dikamar. Kondisinya sangat lemah.

"Yah." Ali mengambil tangan ayahnya dan menciumnya.

Ayah Ali pun tersenyum melihat sikap anaknya. Sangat sopan.

"Gimana, Nak? Dapat?" Tanya ayah Ali.

"Alhamdulillah, Yah. Dapet. Jadi tukang kebun dirumah mewah." Jawab Ali dengan senyum yang seolah tak pernah hilang.

Ayah dan Ibu Ali terdiam. Sungguh, ia tak tega melihat anaknya saat ini. Masa yang seharusnya ia pakai untuk belajar, malah terganti dengan masa untuk bekerja keras mencari nafkah.

"Maafin Ayah ya, Nak. Ayah belum bisa bahagiakan kamu. Seharusnya ayah yang kerja. Bukan kamu."

"Ayah ngomong apa sih? Ali ini anaknya Ayah. Jadi ngapain Ayah minta maaf? Apa yang Ali lakuin ini gak sebanding dengan apa yang Ayah dan Ibu lakuin sama Ali dulu sewaktu Ali kecil. Lagian, kalo Ali gak kerja, rasanya gak enak gitu. Cuma nganggur dirumah."

Ayah dan Ibu Ali tersenyum bangga menatap anaknya ini.

***

Keesokkan harinya

Setelah menunaikan shalat subuh, Ali dengan segera membersihkan tubuhnya lalu membantu ibunya menyiapkan sarapan. Sudah menjadi kebiasaan Ali jika ia membantu Ibunya didapur. Bahkan, Ali sangat jago memasak.

Setelah semua tugas didapur selesai, ia menolehkan kearah jam dinding.

Pukul 06.00 WIB

Ia lalu segera menuju ke Kamar Zalfa dan Dafi untuk mengajak mereka sarapan. Dilihatnya Zalfa dan Dafi sudah siap dengan seragam mereka. Ia tersenyum lalu merangkul kedua adiknya menuju sebuah tikar untuk sarapan. Ya, dirumahnya tak ada meja makan. Juga kursi tamu. Jadi, jika ada tamu, mereka hanya duduk lesehan.

Mereka bertiga duduk diatas tikar. Ibunya tadi sedang kekamar ayahnya untuk membantu ayahnya membersihkan badan dan menemaninya sarapan dikamar.

Ali menoleh kearah Dafi yang memasang wajah datar tanpa ekspresi. Ia sudah tahu kenapa Dafi begitu. Ia tersenyum memikirkan rencananya saat ini. Yang pasti, rencana ini pasti akan membahagiakan Dafi, meskipun ia harus rela kelelahan untuk melancarkan rencananya ini.

***

Setelah sarapan, Ali terlebih dahulu mengantarkan Zalfa ke sekolahnya menggunakan sepedanya. Sedangkan Dafi? Ia berangkat menggunakan taksi yang dipesankan Ali. Ya, Dafi terkadang tak ingin sekolah jika tak berangkat menggunakan taksi. Tentu saja ini sangat memberatkan Ali. Tapi, menurut Ali ini bukan masalah. Sebab, yang dia ingin Dafi sukses diwaktu besar nanti dengan giat belajar sekarang ini.

Setelah itu, Ali segera bergegas ke tempat kerjanya sekarang ini. Yups, Rumah Prilly.
Sebenarnya Prilly menolak jika Ali harus menjadi tukang kebun dirumahnya. Karena ia menganggap Ali sahabatnya. Tetapi, berkat bujukan Ali, akhirnya ia setuju.

Sesampainya di Rumah Prilly, Ali berdiam diri sejenak menetralkan perasaannya. Sesaat kemudian, pintu gerbang rumah itu dibuka satpam (saya udah lupa namanya:'v). Ia meminggirkan sepedanya sedikit memberi ruang pada mobil itu. Dilihatnya kaca mobil itu terbuka menampakkan wajah cantik seorang gadis. Ya, itu Prilly. Ia tersenyum pada Ali lalu melambaikan tangganya. Ali membalas senyuman dan lambaian tangannya. Tak lama, mobil itu pun segera berlalu.

Ali segera memasuki halaman rumah itu diikuti Pak Satpam.

"Pak," sapa Ali.

"Iya, Li. Udah siap kerjanya?" Tanyanya sedikit menggoda Ali.

Ali tersenyum dan mengangguk. Lalu masuk dan segera menemui Rizal yang sepertinya belum berangkat kekantornya untuk menanyakan apa yang harus ia kerjakan terlebih dahulu.

Setelah mengetahui tugasnya, ia segera melakukannya dengan sepenuh hati. Rasa bahagia membuncah. Ia kembali bekerja.

***

"Prill, ini jadwal terakhir lo untuk hari ini. Ntar gue kerumah lo, ya. Gue lagi suntuk dikost-an Mumpung lagi gak ada tugas kuliah."

Ya, Agny sebenarnya hanyalah gadis sederhana yang merantau dari Bandung untuk kuliah dan bekerja. Beruntung saat di Jakarta, ia mendapatkan sahabat seperti Prilly.

"Iya iya. Hari ini kerumah gue. Tapi, sebelumnya kita kemall dulu, ya. Tenang, gue yang bayar."

"Tumben." Gumam Agny.

"Issh, lo nih. Gue lagi seneng tau!"

"Seneng kenapa?"

"Kepo lu."

"Ih, cepetan. Gue penasaran."

"Udah ah. Tar juga lo tau."

***

Setelah mereka merasa sudah cukup lelah berada dimall karena banyak sekali penggemar yang ingin berfoto dengan Prilly, mereka memutuskan untuk segera pulang ke Rumah Prilly.

Saat sampai dirumah, Prilly segera mengajak Agny masuk kedalam. Agny terkejut saat melihat ada orang asing sedang memotong rumput ditaman rumah Prilly.

"Itu siapa, Prill? Tukang kebun baru?"

"Iya."

"Serius loh? Masa ganteng-ganteng tukang kebun."

"Dia Ali. Yang sering gue ceritain sama lo." Ucap Prilly dengan senyum diwajahnya.

Agny memandang Prilly curiga. Sepertinya ada yang tidak beres dengan sahabatnya ini.

'Jangan-jangan, ini yang bikin Prilly bahagia.'

Dalam diam, ia tersenyum melihat Prilly yang juga tersenyum.

'Semoga ini pilihan yang tepat ya, Prill.'
.
.
.
.
Bersambung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bakso CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang