Brak!!! Trisa menghempaskan tubuhnya ke kasur. Senyum sumringah masih mengembang di bibirnya. Hari ini dia benar-benar bahagia, sedangkan wajah Ronny menghiasi ingatannya sepanjang hari tadi hingga malam ini. Ditariknya selimut menutupi tubuhnya, lalu memejamkan mata dan berharap besok datang lebih cepat dari sebelumnya.
...
"Tris, Trisa... Bangun, nanti kamu telat loh." Sayup-sayup terdengar suara Mamanya memanggil-manggil namanya sambil menggedor-gedor pintu kamarnya.
"Iya Ma," sahut Trisa lemah sambil berusaha membukakan matanya dengan susah payah. Kemudian dia mengumpulkan tenaganya. Diliriknya jam weker mungil di meja samping tempat tidurnya.
"Omaygat!!!" serunya kaget. Pada jam tersebut menunjukkan pukul enam lewat tiga belas menit. Ini mah udah kelewat telat, gerutunya dalam hati sambil mengutuki diri sendiri yang tak bisa melepaskan kebiasaan buruknya untuk bangun on time banget.
Buru-buru dia berlari ke kamar mandi. Hanya butuh waktu tiga menit, ya tau sendiri deh apa yang dilakukannya di kamar mandi, dan kemudian dia sudah kembali keluar dan langsung mengenakan seragam sekolahnya.
Di meja makan sudah ada Papa, Mama, dan April, adik perempuannya yang berusia tujuh tahun. Perlu diketahui, kalau Trisa dan April tak pernah hidup rukun. Sebenarnya bukan nggak sayang, tapi kadang kenakalan April yang di luar batas suka bikin Trisa jengkel.
"Yeee, telat lagi," cibir April.
Trisa tak menyambut cibiran April. Anak itu kalau diladeni pasti makin caper, pikir Trisa. Maka diapun hanya melengos dan langsung duduk di bangku yang masih kosong.
"Dih, akunya dicuekin," kata April lagi.
"Bodo amat," balas Trisa sambil memeletkan lidahnya ke arah April.
"Kalian ini, cuma dua juga, gak ada akur-akurnya," protes si Papa kepada mereka berdua.
"April duluan tuh Pa," kata Trisa.
"Dih, kok aku?" balas April.
"Tapi kan, kak Trisa yang meletin lidah ke aku."
"Masih sukur cuma dimel..."
"Sudah sudah," kata Papa memotong perdebatan dua anak wedoknya tersebut. "Cepetan abisin sarapan, ntar kalo berantem terus yang ada malah telat lagi "
Setelah makan, mereka berdua pun di antar papanya ke sekolahnya masing-masing.
...
"Seperti biasa, sampai sini aja Pa," kata Trisa saat sampai di depan gang jalan menuju gerbang sekolahnya. Hal ini karena, gang tersebut cukup sempit sehingga cukup menyulitkan mobil untuk keluar masuk. Selain itu padatnya anak sekolah, apalagi pagi-pagi begini, tentu saja itu lebih memakan waktu, daripada berjalan kaki. Maka, Trisa lebih memilih untuk berjalan kaki saja yang cuma berjarak sekitar dua meter saja.
"Yasudah, hati-hati ya sayang," bales Papanya saat Trisa baru saja menyalaminya.
"Iya Pa," katanya. "Bye jelek bawel," kata Trisa menggoda April yang duduk di di samping Papanya. April hanya membalas dengan memeletkan lidahnya.
Trisa pun berjalan memasuki gang jalan ke sekolahnya, bergabung dengan siswa lainnya yang juga memilih keputusan yang sama sepertinya untuk cukup di antar sampai depan gang.
Dia masih menikmati jalan kakinya, sampai matanya tertuju pada dua cowok kece yang berjalan di depannya. Dia mengkucek-kucek matanya seakan tak percaya dengan pemandangan indah pagi ini.
"Ya Tuhan... Itu kan Leon dan kak Ronny," gumamnya sambil mengeratkan genggaman buku cetak yang dibawanya daritadi.
Tapi, terlalu minus nyali Trisa meski hanya untuk menyapa pada Leon apalagi Ronny. Alhasil dia hanya menguntit dari belakang tanpa sepengetahuan keduanya sampai memasuki gerbang sekolah.
Trisa begitu menikmati sosok Ronny dari belakang, hingga tanpa disadarinya kejadian konyol sedang melandanya.
"Woi woi woi, sapa tu?!" celetuk salah seorang yang kemudian membuatnya sadar dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba saja beberapa pasang mata sedang melihat aneh ke arahnya.
"Kaga tau gue, murid baru kali," kata yang lainnya. "Tapi lumayan juga sih."
"Astaga, apa ini? Ini kan wilayah kelas XI" gumamnya. Ternyata dia sedang mengikuti Ronny sampai hampir ke kelasnya. Tanpa mikir panjang lagi Trisa segera berbalik arah dan berjalan cepat-cepat sebelum Ronny menyadari telah dibuntuti oleh seseorang.
....
Akhirnya Trisa tiba di kelasnya sendiri dengan keringat yang mengucur deras.Dia pun disambut dengan pandangan aneh (lagi) oleh ketiga sohibnya.
"Eh cuy, kenape Lo?" tanya Siti.
Trisa diam, lebih tepatnya males untuk bercerita.
"Dih ditanya diem aja," kata Siti lagi dengan nada sewot. "Lo pasti telat kan, trus disetrap sama satpam."
Wkwkwk... tawa ke empat sohibnya yang duduk berdekatan itu pun pecah.
"Ihhhh... diem diem diem," bentak Trisa kesal. "Lo pasti gak tau kan gue lagi ngalamin kamvret momen yang nggak banget."Keempatnya melongo, serius mendengar omelan Trisa.
"Disetrap satpam kan kamvret momen juga," celetuk Siti.
"Bukan itu dodol," bentak Trisa. " Ini lebih memalukan dari itu."
"Apa apa apa??? Ceritain dung," ujar Sofi penasaran.
Langkah tegap pak Suryo, guru mapel bahasa Inggris, akhirnya menghentikan rumpi kelima sahabat itu.
"Yaudah, nanti pas istirahat gue ceritain deh cuy," kata Trisa berbisik dan dijawab keempatnya dengan mengacungkan jempolnya masing-masing.
![](https://img.wattpad.com/cover/85233461-288-k491138.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE IDIOT MOMENT
FanfictionIni merupakan hari-hari konyol masa putih abu-abu milik Trisa, setelah dia mengenal Ronny, kakak kelas yang super duper famous dan cakep tentunya. Tak hanya naksir berat, Trisa juga jadi pemuja rahasia setia Ronny. Bahkan trisa tau tentang keseluruh...