"David, nanti kamu ikut arisan ya sama Nenek."
David yang baru saja menjatuhkan bokong pada salah satu sofa di ruang keluarga mengernyit kaget begitu mendengar ucapan Neneknya. Yang benar saja.
"David? Ikut arisan?"
"Iyalah. Temenin Nenek, sekalian nanti kamu ketemu sama klien-klien Nenek."
Gosh! David mendesis dalam hati. Selalu saja seperti itu, Neneknya akan dengan mudah menyuruh David ini-itu dan tentu saja David tidak bisa melakukan apapun selain mengiyakan.
"Tapi, Nek, David udah ada janjian main futsal sama anak sekolah."
"Emang itu penting? Ga 'kan? Kamu ikut aja sama Nenek, ga Nenek suruh macem-macem, kok. Cuman duduk aja, liat suasana gimana jadi pemimpin perusahaan. Inget, Papa kamu udah ga ada dan Nenek udah tua. Cepat atau lambat, perusahaan kamu yang megang sebagai keturunan tertua."
David paling malas jika sudah bersangkutan dengan perusahaan dan segala macam yang mengikutinya. Baginya, dirinya masih sangat muda dan belum pantas memikirkan hak waris yang selalu dibicarakan Neneknya itu. Tapi apa daya, Neneknya telah jauh berperan dalam hidupnya dan itu membuat kepribadian lain terbentuk di diri David. Remaja itu menjadi kaku. Sulit mengeluarkan ekspresinya.
"Terserah apa mau Nenek," sahut David berusaha menahan nada bicaranya agar tetap terdengar sopan. Neneknya hanya tersenyum puas seraya mengganti saluran televisinya, David yang duduk di sebelahnya pun berkali-kali menghela napas sabar menghadapi Neneknya yang pemaksa.
"Bu Amru, jadwal bertemu klien hari ini dipercepat, klien Ibu sudah menunggu di kantor." Wanita yang dipanggil dengan sebutan Amru itu langsung mengangguk seraya membetulkan sanggul simpelnya.
"Iya, saya berangkat sekarang," sahutnya, membiarkan sekeretarisnya itu pergi. Lalu pandangannya beralih pada David yang masih duduk bermalas-malasan. "Dav, kamu denger kan tadi apa kata sekretaris Nenek?"
"Denger."
"Yaudah, cepetan ganti baju."
Tanpa menjawab sepatah kata pun, David langsung melangkahkan kakinya menuju lantai dua kediaman Neneknya ini. Tanpa niatan sedikit pun, David mengganti pakaian rumahannya dengan setelan jas semi formal. Sama sekali ini bukan kemauannya, ini murni kemauan Amru yang sudah andil besar dalam menentukan garis hidupnya.
"David!"
David mendengus saat mendengar Amru memanggilnya, tepat setelah ia mengenakan sepatu sport-nya, David berlari kecil menuruni tangga. Semakin cepat, semakin baik.
"Kamu kelamaan. Itu ga baik buat calon pemimpin perusahaan." Nyaris setiap hari David mendengar ucapan itu dan tentu saja David jengah
"Maaf." Tentu hanya itu yang bisa David jawab.
Amru hanya menggelengkan kepalanya pelan dan langsung memasuki mobil Alphard yang sudah disiapkan, David masuk setelah Amru.
"Rambut kamu itu rapiin."
"Ini udah rapi, Nek," sahut David nyaris mendesis. Amru menoleh, menatap rambut David yang berantakan, tangan Amru terjulur dan langsung merapikan rambut David tanpa persetujuan anak remaja itu.
"Jangan kaya Mama kamu, malu-maluin."
🎬
"Alana, jangan diambilin terus!" Tangan Alana yang sedang memegang tempe gembus itu kontan saja terlepas, dan membuat tempe yang masih panas itu terjatuh dari tangannya akibat tepukan telak dari Mamanya.
"Aduh, Mama, apa-apaan sih? Sakit tau dipukul."
"Ya lagian, orang masih masak diganggu mulu. Bukannya bantuin juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Awkward
Teen FictionHighest ranking #28 in Teen Fiction. [Spin-off dari Returned] Ketika seorang gadis harus merelakan orang yang ia sukai untuk dijodohkan kepada sahabatnya. ©2016