4. Date?

25.4K 2.1K 36
                                    

"Alana?"

Alana yang baru saja hendak keluar dari kantor guru setelah menyerahkan kertas tugas teman-temannya kembali menoleh ke dalam, mencari tahu guru siapa yang memanggilnya.

"Nak, Ibu yang manggil."

Kepala Alana menoleh ke arah kiri dan menemukan guru Bahasa Inggris yang memanggilnya, Bu Meta.

"Iya, Bu. Kenapa?" tanya Alana seraya berjalan mendekat ke meja Bu Meta.

"Tolong ambilin kamus Ibu yang ketinggalan di meja perpus, ya?"

"Kamus Ibu kaya gimana, ya?"

"Warna biru, ada namanya kok di sampulnya."

Alana mengangguk paham. "Oh, iya, Bu."

Gadis itu pun keluar dari kantor guru sedikit menghembuskan napasnya, perpustakaan lumayan jauh dari kantor guru. Mata Alana melirik ke arah lapangan basket saat menemui beberapa anak bermain di sana.

"Gila, panas-panas gini main basket," gumamnya kecil, kemudian dengan sedikit berlari ia meninggalkan koridor itu agar cepat sampai ke perpustakaan.

Begitu sampai di perpustakaan, mata Alana bergerak ke seluruh meja-meja yang ada di ruangan ini. Meja di ruangan ini banyak dan Bu Meta tidak memperjelas di meja mana.

"Eh, bego banget gue. Pasti di meja pengurus perpustakaan lah," gerutunya sendiri dan langsung memutar tubuhnya menuju meja paling depan.

"Ha! Got you!" pekiknya seraya menyambar buku itu dan langsung keluar dari perpustakaan. Alana berlari-lari kecil di koridor yang sepi itu karena memang ini masih jam pelajaran.

"Awas!" Alana spontan berhenti berlari dan langsung menoleh ke samping, ke arah lapangan.

Bugh!

Belum sempat mengerjap, wajah Alana sudah lebih dulu dihantam oleh bola oranye itu. Alana jatuh tidak bergerak, hidungnya sedikit mengeluarkan darah karena benturan yang lumayan keras.

Anak-anak yang sedang bermain basket itu pun langsung mendekati Alana, David sang tersangka lah yang berlari paling depan.

"Mampus! Pingsan, Dav, nih anak," ujar Karel seraya mengacak rambutnya.

David yang ikut-ikutan panik tanpa pikir panjang langsung menggendong Alana menuju UKS. David tidak peduli jika orang-orang memandangnya terkejut karena tidak terbiasa melihat David yang seperti ini. Biasanya, jika David melakukan kesalahan, ia hanya diam saja dan baru mau bertanggungjawab jika sudah dipaksa. Menyebalkan memang.

David meletakkan tubuh Alana dengan hati-hati di kasur UKS, tangannya bergerak cepat mengambil beberapa tisu untuk membersihkan sedikit darah yang mengalir dari hidung gadis itu.

"Ini hidung ga patah kan?" gumam David bertanya pada dirinya sendiri dengan sesekali menyentuh hidung kecil Alana. David tertawa kecil saat melihat name tag gadis itu dan menyadari bahwa gadis yang sedang pingsan ini adalah gadis yang datang terlambat bersamanya waktu itu.

David memang tidak pernah mengenal Alana secara langsung, memang sering mendengar namanya tapi itu hanya sekilas dan David akan lupa lagi. Tapi beberapa hari ini, setelah beberapa kali ia melihat Alana, ia mulai hafal wajah gadis itu.

Lama menunggu Alana sadar, David menarik kursi yang berada di sudut ruangan itu agar lebih dekat ke kasur yang ditempati Alana. Tangannya mengambil ponsel dan headset yang bersemayam di celana abunya.

Dengan duduk bersandar, David menjejalkan headset itu di kedua telinganya sementara pandangannya masih terfokus pada Alana yang masih pingsan namun terlihat seperti orang tertidur.

AwkwardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang