2. BERTEMU PANDANG

268 2 0
                                    

Hari senin mengingatkan Hery saat ia masih sekolah beberapa tahun lalu, biasanya di hari senin ia harus lebih awal berangkat ke sekolah, karena ada upacara bendera yang pasti diadakan. Apabila tak diadakan pun biasanya hanya kendala cuaca yang tak mendukung atau tanggal merah. Saat ia berbaris dengan yang lain, kadang kala kaki lelah karena terus berdiri, sesekali ia menggoyangkan kakinya agar terasa lebih nyaman, dan saat itu ia lupa bahwa ada beberapa guru yang berdiri di belakang dengan tatapan mengancam semua siswa untuk tertib saat upacara bendera berlangsung. Dan apabila seorang guru melihat ada siswa yang tidak mentaati, tak segan guru itu menegurnya, ya – walaupun ada guru yang menegur dengan sedikit sentuhan kasar. Hery beberapa kali pernah mengalami hal itu, dan itu tentunya membuat ia malu karena menjadi bahan tertawaan di kelas seusai upacara bendera berlangsung.

      Kadang setelah upacara bendera berakhir, ada beberapa guru yang khusus meluangkan waktunya untuk memangkas rambut murid laki-laki yang rambutnya panjang, atau di cat warna. Saat itu terjadi Hery sebal melihat guru yang bersangkutan, karena seolah-olah guru itu senang melakukannya. Semua itu wajar terjadi di sekolahnya dulu. Sekolah yang bernama SMK-1 Pahandut atau yang lebih di kenal dengan STM.

      Saat memutuskan akan masuk ke STM, awalnya ia berencana mengambil jurusan Teknologi Informasi, tapi tidak begitu yakin akan kemampuannya bila ia memilih jurusan itu. Alih-alih mengalihkan pilihannya, Hery akhirnya mengambil jurusan bangunan gedung, dan tentunya ia tidak salah bila sekarang bekerja di tempatnya bekerja sekarang.

      Kini hal-hal itu di ganti dengan rutinitas yang benar-benar berbeda. Pekerjaan yang selalu ada untuk ia kerjakan, bahkan sampai menyita waktu istirahatnya di rumah. Terkadang ia rindu saat ia masih duduk di bangku sekolah dulu; rindu saat-saat di mana ia tak harus memenuhi pikiran-pikiran dengan beban kerjanya; rindu saat-saat ia lebih sering membolos di bandingkan masuk kelas; rindu dengan teman-temannya yang sekarang sudah memilih jalan mereka masing-masing. Begitu juga dengan dirinya sendiri. Hery sudah memilih pekerjaan ini, dan ia tahu apa yang harus ia lakukan.

      Sepulang kerja Hery menyempatkan dirinya untuk mengunjungi Dian di rumah sakit, tempat Dian bekerja sebagai seorang perawat. Setelah memasuki kawasan rumah sakit, ia mencari-cari sosok Dian di bagian kandungan. Beberapa kali ia mondar-mandir di situ namun ia belum melihatnya. Lalu ia mengitari koridor-koridor yang panjang dan akhirnya sosok Dian muncul begitu saja, seolah-olah tubuhnya diletakkan dengan tangan Tuhan agar bisa berjumpa dengan Hery. Dian berjalan pelan-pelan sambil asyik mengobrol dengan seorang temannya. Dengan seragam putih ala perawatnya, Dian terlihat begitu bersinar, rambutnya yang panjang di gelung ke belakang, dan kepalanya di hiasi topi perawat berwarna putih. Begitu juga dengan wanita di sebelahnya. Hery menghampiri yang dibalas Dian dengan tatapan heran. “Kenapa Hery ada di sini?” pikirnya.

      “Hai!” sapa Hery kepada dua perawat itu.

      “Kenapa tiba-tiba kemari?”  balas Dian, teman di sampingnya membalas sapaan Hery dengan tersenyum.

      “Memangnya tidak boleh ?” tanya Hery sedikit mencibir.

      “Bukannya begitu – jam kerjaku belum habis.” jawabnya singkat.         

      Ami, teman Dian yang sebelumnya sempat di perkenalkan pada Hery sepertinya paham akan situasi itu, lalu ia mohon diri meninggalkan mereka berdua.

      Dian berjalan memimpin kedepan, sementara Hery di belakangnya. Mereka berdua berjalan sebentar lalu berhenti setelah menemukan sebuah bangku yang biasanya ada di pingggiran koridor, di bangku itu mereka duduk bersisian.

      “Aku sibuk loh, jadi aku tak bisa lama-lama.” Dian memastikan.

      “He-eh – ngerti kok, tapi kamu sempat kan makan ini!” jawab Hery sambil mengangkat kantong plastik berisi roti isi kehadapan Dian.

UNTOLD (The Love Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang