"Mic?"Michael menoleh, tersenyum. Senyum menenangkan yang kontras dengan keadaan wajahnya saat ini. Bisa kulihat ujung bibirnya berdarah dan banyak memar memar di sekujur tubuhnya. Aku meringis, merasa bersalah.
"Gwenchana?"
Ia mengangguk "Ini bukan apa apa"
Kemudian dengan pelan ia menepuk tempat kosong disampingnya, memintaku duduk disana. "Kemarilah Nona, bintangnya terlihat indah dari sini"
Aku tertawa, tapi akhirnya ikut duduk juga. Ikut memandang langit dari teras belakang yang langsung menghadap ke taman luas yang ditata ala Jepang. Malam yang sunyi, hanya gemericik air dari kolam yang terdengar. Menambah suasana magis tapi sekaligus romantis.
"Kau benar, malam ini bintangnya indah"
Tak ada jawaban, aku menoleh, menatap Michael yang fokus menatap langit dengan pandangan penuh arti. Kulitku meremang, memandang banyaknya bekas pukulan di wajah dan tubuhnya. Aku tak bisa membayangkan rasa sakit yang diterimanya pagi ini.
"Maafkan aku, Mic"
Michael menoleh "Untuk apa?"
Pandanganku beralih pada tangan kiriku yang dibebat gips dan perban "Padahal luka ini bukan salahmu, tapi kau yang harus bertanggung jawab, seharusnya aku menuruti segala perkataanmu untuk tidak bermain kebut kebutan dengan sepeda. Ini kecerobohanku sendiri"
Ia kembali tersenyum "Ini memang salahku, seharusnya aku lebih ketat dalam mengawasi anda"
"Appa berlebihan"
"Tidak, Tuan besar bertindak benar. Karena tidak disiplin, aku pantas mendapatkannya"
Aku menghela nafas panjang "Mic, tidakkah kau ingin pergi? Aku tidak tahan melihatmu selalu dihukum karena aku. Aku akan bilang pada Appa agar membebaskanmu, jalanilah hidup dengan baik di luar sana dan jangan pernah terlibat dengan yakuza, gangster, atau mafia seperti Appa-ku"
"Kenapa anda bilang begitu Nona?"
"Kau tidak mau?"
Dia tidak menjawab, kembali memfokuskan pandangannya pada betelgeuse, capella dan sirius yang menggantung cantik di langit. Kurasa dia masih berfikir mengenai tawaranku. Sebenarnya ada rasa takut yang menelisip ke hatiku, saat memikirkan jika suatu hari dia meninggalkanku. Tak bisa dipungkiri lagi, aku memang takut kehilangannya. Tak bisa membayangkan bagaimana kosongnya hidupku nanti saat ia pergi karena sebagai putri tunggal seorang yakuza hidupku sudah kosong, apalagi saat Michael pergi. Aku sudah terbiasa dengan keberadaanya selama bertahun tahun. Kami tumbuh bersama. Dan kurasa hubungan kami lebih dari sekedar majikan dan pelayan.
Dia sudah kuanggap seperti kakakku sendiri.
"Anda tahu Nona" Michael angkat bicara "Saat Tuan besar mengambil saya dari neraka yang berkedok panti asuhan itu, hati saya sudah berikrar akan setia selamanya pada beliau. Luka di tubuh saya ini, itu tidak ada nilainya dibanding jasa Tuan besar yang merawat saya hingga seperti sekarang. Dan mengapa saya harus ingin pergi kalau ada Nona selalu menghibur saya?"
"Mic, sungguh kata katamu norak sekali! Aku jadi ingin menangis mendengarnya"
"Nona Lee Soora?"
"Apa? Jangan panggil aku dengan nama lengkap begitu, kau jadi terdengar serius!"
Aku menatap heran Michael yang seperti mengendus-endus sesuatu. Hidungnya sedikit mendekat padaku. Apa yang dia lakukan?
"Mwohaneun geoyaa?"
"Anda belum membersihkan diri? Kenapa rambut Nona sedikit.. err bau?"
Bisa kurasakan wajahku memanas mendengar perkataannya. Sungguh ini memalukan! "Ba..bagaimana aku bisa mencuci rambut kalau tanganku saja seperti ini!"
"Tidak usah malu" Ia beranjak berdiri "Ayo Nona, biarkan saya mencuci rambut anda"
-..-
Aku melihat wajahnya yang begitu tenang lewat pantulan cermin besar kamar mandi yang ada di depanku. Dia begitu tenang dan datar, tapi kenapa aku yang gelisah?
Hey! Sebagai butler dan pelayanku, ini bukan pertamakalinya dia mencuci rambutku bahkan mengganti pakaianku saat aku sakit dulu. Yah, meskipun dia tidak pernah melakukannya lagi semenjak umurku menginjak tiga belas tahun, yang berarti sudah empat tahun lalu. Tapi ini Michael lo! Orang yang sudah berada disisiku selama sepuluh tahun.
"Angkat kedua tangan anda Nona, agar saya mudah melepaskan pakaian anda"
Dan seperti kerbau dicocok hidungnya, aku menurut. Bisa kulihat wajahku dicermin berubah menjadi seperti kepiting rebus saat dia dengan mudah meloloskan gaun sutra selutut yang kukenakan berikut dengan pakaian dalamku dari belakang. Aku polos, tanpa sehelai benangpun.
Dengan sabar dia memakaikan sarung tangan pelindung dari plastik untuk menutupi perbanku agar tidak terkena air nanti.
Oke sekarang aku mulai kesal!
Wajahnya tetap dingin dan datar padahal di depan matanya ada seorang gadis berumur tujuh belas tahun yang telanjang bulat. Bukan berarti aku berharap terjadi apa apa, tapi minimal wajahnya memerah atau setidaknya tangannya gemetar karena gugup dan canggung. Tapi ini sama sekali tidak berlaku padanya. Apa aku sangat tidak menarik?
Shower dinyalakan dan langsung mengguyur tubuhku dengan air hangat. Ah, rasanya sangat nyaman!
Dengan telaten Michael menuang shampoo ke telapak tangannya lalu memijat kepalaku lembut sampai berbusa. Kemeja putihnya hampir basah terkena air.
"Mic, sudahlah. Aku bisa sendiri, lihat kemejamu basah"
"Aku tidak keberatan berbasah basahan dengan anda"
DOENG!
Kalimat macam apa itu?!
Reflek aku langsung menyilangkan kedua tanganku di depan dada. Dia tertawa.
"Apa yang kau pikirkan Nona?"
"Tidak ada!" Jawabku ketus. Lalu tak ayal ikut tertawa juga. Bodohnya aku berpikir macam macam terhadap Michael. Seratus persen aku yakin bahwa dia tidak memandangku sebagai seorang gadis. Dia hanya memandangku sebagai anak kecil yang tidak mampu apa apa tanpa bantuannya, meskipun usianya hanya terpaut dua tahun diatasku.
Dia tersenyum penuh arti "Nona, ingatlah satu hal, saya akan terus melindungi tawa dan senyum anda seperti sekarang ini"
"Aku percaya kau akan memegang kata katamu Michael"
-..-
![](https://img.wattpad.com/cover/85633872-288-k876652.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot Fanfiction
FanfictionKumpulan fanfiction absurd hasil pemikiran seorang fangirl akut yang merindu biasnya *eh