Jakarta, Ringroad, Sabtu, pukul 07:30.
Andrian melajukan motornya dengan kencang, aku ketakutan karena hampir terjengkang, kupukul-pukul pundaknya.
Tiba-tiba aku teringat kejadian lima tahun lalu bersama Mario. Siang itu dia mengantarku pulang karena aku kehabisan ongkos. Tetapi karena ngebut, Mario tidak sempat menghindari genangan lumpur yang akhirnya membuat kami berdua tersungkur dan kotor.
Sebelumnya Mario membiarkan angkutan umumku pergi tanpa aku di dalamnya. Lalu Mario mengajakku untuk pulang dengannya saja.
"Tunggu bentar ya, Nan!" kemudian Mario berlari ke sekolah.
"Eh, mau ke mana?!" jeritku.
Mario terus berlari. Lucu sekali larinya, tidak seperti cowok yang berlari dengan gagah, Mario lebih mirip gadis yang sedang ikut lomba berjalan cepat. Hahaha.
Aku terus memperhatikan ke arahnya, dia terlihat sedang bernegosiasi dengan Pak Suad, aku tidak dengar apa yang mereka bicarakan, kulihat Pak Suad hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
Kemudian Mario masuk ke dalam sekolah, selang beberapa saat dia keluar dengan menaiki sepeda mini yang biasa dipakai untuk belanja sayuran di pasar, dia melambai kepada Mang Ujang, kali ini aku tidak tertawa, justru aku bingung.
Kring! Kring!
"Hai!" sapa Mario.
"Hey!" sahutku.
"Mau pulang gak?"
"Naik sepeda?"
"Kata siapa sepeda?"
"Aku lihatnya begitu."
"Oh... iya," jawab Mario sambil pura-pura berpikir.
"Hahaha," aku merasa ikut menjadi aneh seperti dia, "Lagi ngapain?"
"Mikir."
"Mikir apaan sih?!"
"Kalo pakai sepeda kamu mau naik atau enggak?" dia mengejek.
"Mau lah!" Jawabku, kemudian kami tertawa.
Mario mulai mengayuh sepedanya, aku duduk di sadel belakang berpegangan pada tas gemblok Mario. Aku meminta agar Mario mengayuh sepedanya lebih cepat, supaya aku juga lebih cepat sampai rumah. Tapi aku sedikit takut karena kondisi jalan yang masih basah bekas hujan tadi pagi.
Aku tidak tahu seperti apa wajahku saat itu, mungkin merah padam karena saking senangnya, dan aku yakin setiap orang yang melihatku pada saat itu dapat dipastikan mereka mengetahui kalau aku sedang jatuh cinta. Terlalu cepat? Siapa bilang? Eh, iya, kan baru kenal. Hahaha
"Ananda! Hey! Kita sudah sampai!" bukan suara Mario, tapi itu suara Adrian, rupanya aku sudah sampai di tempat kerja.
Akhir-akhir ini aku sering sekali memikirkan Mario, tapi sekarang aku harus fokus bekerja dulu. Biar tidak kena marah atasan.
***
Jakarta, Kamar kost yang dingin, Sabtu, pukul 21:30.
Kuhempaskan badan ke atas tempat tidur, kulempar sepatu ke mana saja. Besok aku libur kerja! Besok saja aku rapikan kembali. Kurasakan ada sesuatu mengganjal punggungku, kubalikan badan. Ternyata buku harianku, kubuka sampai halaman terakhir, aku tersenyum mengetahui bahwa seluruh isinya adalah catatan tentang Mario.
Namun senyumku memudar ketika membalik halaman terakhir, aku membaca judul yang kutulis dengan tinta hitam pekat, lebih hitam dari gelap.
'AKU TIDAK SUKA CARAMU!' Itulah judulnya, ini adalah bagian di mana aku merasa senang sekaligus pahit karena harus menerima kehilangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kertas-kertas Beterbangan [CERPEN]
Short StoryJakarta, Ringroad, Sabtu, pukul 07:30. Andrian melajukan motornya dengan kencang, aku ketakutan karena hampir terjengkang, kupukul-pukul pundaknya. Tiba-tiba aku teringat kejadian lima tahun lalu bersama Mario. Siang itu dia mengantarku pulang karen...