Musim gugur datang lebih cepat. Angin datang berhembus dengan tidak mesra membuat beberapa dedaunan yang terlaluinya terhempas lepas dari rantingnya. Xiumin terlihat terdiam - duduk dengan tenang pada salah satu bangku di tengah taman - meresapi suara alam dari dedaunan yang bergemerisik tak tenang karena deruan angin yang kencang.
Bola mata Xiumin yang besar akhirnya menjelajah ke segala arah penjuru taman, menikmati nuansa awal musim gugur. Sesekali ia terkesima pada gerombolan burung merpati dan matanya tanpa sadar mengamati dua sejoli yang sedang memadu kasih di seberang tempatnya tanpa malu.
Dia menghela napas. Ia tak tahu hidupnya akan terasa sesepi ini.
Mata Xiumin terkesiap ketika dirasakan seseorang mengalungkan tangannya dari belakang tubuhnya. Ada sensasi geli saat seseorang itu akhirnya meletakkan dagu runcingnya pada sisi pundaknya. Xiumin hanya melirik sekilas untuk tahu siapa orang itu lalu beralih ke depan, tak peduli.
"Xiumin!" sapanya manja dengan suara khasnya, "bukankah di luar dingin?"
Xiumin hanya tersenyum kecil, "aku hanya sedang mencari inspirasi untuk tugas menggambarku!" jawab laki-laki mungil itu sekenanya.
Laki-laki itu melepas pelukannya dan berpindah duduk ke sebelah Xiumin, "kudengar musim gugur tahun ini akan lebih dingin dari tahun lalu! Kau harus memakai pakaian hangat!" ungkapnya. Ia mengambil tangan Xiumin dan menggenggamnya agar hangat.
Xiumin menatap laki-laki di sebelahnya kemudian beralih pada pergelangan kakinya yang terlihat masih terbalut oleh kain kassa, "Shujin, apa kakimu sudah baikan?"
Shujin mengerjapkan matanya lalu memandang ke arah kakinya. Sesaat dia benar-benar lupa, "oh, tentu saja! Aku sudah baikan! Ini juga berkat RICE darimu! Mungkin dengan istirahat dua minggu aku sudah bisa turun kembali ke lapangan!" ocehnya sambil menggoyang-goyangkan kakinya, guna membuktikan bahwa dia memang tak apa-apa.
"Syukurlah!" Xiumin tersenyum lega, "dan ankle-mu tidak terkena, kan?"
Shujin hanya menggeleng, "tapi aku tak tahu kau ahli dalam hal ini, Xiumin!"
Xiumin tersenyum tipis, "aku hanya belajar dari masalalu!" Xiumin memandang ke arah jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya, "Shujin, aku harus pulang sepertinya!"
Shujin terlihat merengut ketika melihat Xiumin sibuk membereskan buku-bukunya, "biar kuantar kau pulang!" Shujin mencengkeram tangan Xiumin saat melihatnya akan pergi.
Xiumin tersenyum dan melepaskan tangan Shujin dari tangannya dengan perlahan, "aku bisa pulang sendiri! Dan aku harus mampir ke suatu tempat terlebih dahulu!"
Shujin memasang wajah kecewanya ketika mendengar penolakan dari laki-laki yang lebih terlihat cantik daripada tampan tersebut. Xiumin selalu seperti itu, "baiklah! Tapi kau sudah janji ke rumahku akhir pekan ini!"
Xiumin tersenyum ketika laki-laki berwajah manis itu mengingatkannya, "baik, Shujin! Soal itu aku tak melupakannya!" katanya dan segera berlalu pergi.
.
Saat pertama kali – sekitar dua bulan yang lalu – ia melihat Shujin ada di tengah pertandingan mewakili kampusnya, ia sangatlah terkejut. Itu semua dikarenakan wajah Shujin begitu mirip dengan seseorang yang ia kenal dan rindukan, tapi jika kau benar-benar memperhatikannya mereka terlihat berbeda pada beberapa titik.
Bagaimana Xiumin menjadi dekat dengan Shujin? Itu karena kejadian seminggu yang lalu. Ia yang melihat Shujin cidera di tengah pertandingan tanpa pikir panjang dan dengan tidak tahu malunya berlari ke tengah lapangan dan memberi pertolongan pertama pada laki-laki itu. Xiumin saat itu kalap, ia trauma pada masalalunya.
YOU ARE READING
Destiny (Lumin - Xiuhan)
Teen FictionSebuah cerita yang terjadi antara Bii Luhan dan Chou Xiumin. Mereka telah lama berpisah karena sesuatu hal dan bertemu kembali oleh takdir melalui adik kembar Luhan, Bii Shujin.