Twelve

53K 2.7K 18
                                    

"Kau semakin keras kepala Cathalina, dan itu membuatku semakin menyukaimu," ujar Samuel. Cathalina menghela napas kesal dengan tindakan Samuel.

Ia tahu tidak seharusnya ia membenci Samuel, namun bagaimana mungkin ia bisa sabar jika pria itu terus memaksanya untuk mencintainya.

Tak lama kemudian, bus itupun berhenti melaju. Cathalina segera beranjak dari kursinya dan melangkah keluar dari bus. Ia segera berlari mencari tempat untuk berteduh dari air hujan yang terus mengguyur bumi.

Kringgg

Ponselnya tiba-tiba berbunyi, tubuhnya membeku saat melihat nama yang tertera pada layar ponselnya. Itu adalah nama suaminya, Arsenio. Cathalina segera mengangkatnya dan mendekatkannya pada telinganya.

"Halo," ucapnya. "Kamu dimana?" Tanya Arsenio dingin. Jantung Cathalina berdegup kencang setelah sekian lama tidak mendengar suara yang sangat ia rindukan itu.

"Halo, apa kau mendengarku?" Tanya Arsenio membuat tubuh Cathalina tersentak. "Ya aku mendengarmu.. Aku sedang berada di bawah pohon," jawab Cathalina gugup.

"Apa kau bodoh? Apa yang kau lakukan di sana? Tidakkah kau tahu kalau hujan di luar sangat deras?!" Bentak Arsenio. "Aku hanya sedang berteduh.. Tadi ada seorang pria yang menggangguku di bus, makanya aku memutuskan untuk turun," jelas Cathalina.

"Samuel?" Tanya Arsenio. Cathalina tersenyum miris, bahkan ia tidak bisa membenci Arsenio walaupun pria itu telah dengan mudahnya menyerahkannya kepada pria lain.

"Aku sudah mendengar semuanya dari Samuel," ujar Cathalina membuat Arsenio terdiam. "Aku rasa kau akan lebih bahagia jika bersama dengan Samuel," ujar Arsenio dingin membuat tubuh Cathalina membeku seketika.

"Kau mencintaiku, tapi aku tidak bisa mencintaimu, Lina.. Mengapa kau tidak melupakan aku saja dan mulai mencintai pria lain?" Tanya Arsenio.
"Apa kamu belum mengerti juga Arsen? Aku hanya mencintaimu," isak Cathalina sambil memukul dadanya yang terasa sakit. "Kenapa kau begitu bodoh dan lemah, Cathalina?" Cibir Arsenio.

"Ya aku memang lemah dan bodoh, tapi sampai kapanpun juga aku tidak bisa berhenti mencintaimu," balasnya lirih. Namun tiba-tiba sebuah tangan merenggut ponselnya dari genggaman tangan Cathalina. "Kau tidak perlu khawatir Mr. Michelo, aku akan merebut wanita ini darimu," ucap Samuel membuat Cathalina terdiam.

"Berikan ponselku!" Ucap Cathalina sambil mencoba mengambil ponselnya dari tangan Samuel. Namun pria itu malah mengangkat ponsel itu dan membuat Cathalina tidak mampu menjangkaunya.

"Berikan Samuel," lirihnya dengan air mata yang mengalir deras membasahi wajahnya. "Aku tidak suka kalau kau berbicara dengan pria lain, jelas-jelas ia tidak mencintaimu," sindir Samuel membuat Cathalina menghela napas frustasi.

Ia segera berjalan meninggalkan Samuel, ia tidak mempedulikan ponselnya yang masih berada di tangan Samuel. Ia juga tidak mempedulikan tetesan air hujan yang membasahi tubuhnya, begitu juga dengan rasa dingin yang membalut tubuhnya.

Ia terus berjalan seiring dengan air matanya yang tumpah ruah. "Mengapa tidak ada yang mengerti? Kamu adalah alasanku untuk bertahan sejauh ini, Arsenio.. Jika aku melepaskanmu, untuk apa aku berada di dunia ini lagi?" Ucapnya tak mempedulikan orang-orang di sekitarnya yang menatapnya iba.

Rasa sakit mulai menguasai tubuhnya kembali, Cathalina berusaha tetap berjalan walaupun kepalanya terasa sangat sakit. "Aku pasti bisa," ucapnya sambil mengusap air hujan yang menghalangi pandangannya.

Namun ia tak mampu menahannya lagi, rasa sakitnya semakin menjadi bahkan lebih mengerikan dari biasanya.

Cathalina terjatuh sambil memegang kepalanya, pandangannya mulai memudar. Dinginnya udara membuat wajahnya berubah pucat. Samar-samar ia dapat melihat seorang pria bersetelan jas resmi berlari ke arahnya. Namun kegelapan segera menjemputnya sebelum ia dapat melihat pria itu dengan jelas.

MY BREATH [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang