Seventeen

44.9K 2.1K 24
                                    

Arsenio menerjapkan matanya saat cahaya matahari sudah mengintip di balik gorden jendelanya. Tubuhnya terasa lemas, ini adalah efek dari rasa sakitnya kemarin. Ia bangkit duduk berusaha menormalkan penglihatannya yang sedikit kabur. Dengan perlahan ia bangkit berdiri dan mendekat ke arah jendela yang menyuguhkan pemandangan kota jakarta yang padat namun indah.

"Pagi," ujar seseorang sambil membuka pintu kamarnya. Arsenio sontak membalikkan tubuhnya. Di sana Cathalina sedang berdiri sambil tersenyum padanya. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan gaun bermotif bunga yang menjuntai sampai lututnya, tak lupa wanita itu mengenakan jas dokter yang terlihat sangat pas pada tubuhnya yang proporsional.

"Bagaimana dengan keadaanmu?" Tanya Cathalina sambil berlari memeluk Arsenio. Tubuh Arsenio menegang seketika. "Apa kau sudah mengetahuinya?" Tanya Arsenio dingin.

Air mata Cathalina mulai mengalir, ia mencoba menutupinya dengan membiarkan wajahnya tetap berada di dada bidang pria itu. "Mengetahui apa?" Tanya Cathalina sambil tertawa.

"Penyakitku," jawab Arsenio. "Apa? Tidak kau tidak sakit, Arsen," ujar Cathalina sambil menghapus air matanya dan menutupi kesedihannya dengan senyuman.

Arsenio menghela napas dan segera melepaskan pelukannya untuk menatap wajah istrinya. Cathalina sontak memalingkan wajahnya, entah mengapa ia tidak sanggup melihat Arsenio dalam keadaan seperti itu.

"Cathalina, tatap mataku," ujar Arsenio sambil memegang kedua bahu Cathalina. Cathalina menyeka air matanya berulang kali sambil memberanikan diri untuk menatap Arsenio. Namun air mata itu kembali jatuh hingga Cathalina tak dapat menghentikannya lagi.

"Udara di tempat ini sungguh kotor, mataku sampai perih seperti ini," ucap Cathalina sambil tersenyum pilu.

Arsenio kembali menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Maafkan aku," bisik Arsenio membuat tangis Cathalina semakin kencang.

"Kau tidak akan pernah meninggalkanku, Arsenio.. Kau akan baik-baik saja," isak Cathalina dengan tubuh bergetar. Arsenio mempererat pelukannya pada wanita itu.

"Kalau aku bisa hentikan waktu, aku ingin terus berada di sisimu, Cathalina.. Tapi aku bukan Tuhan yang memiliki kehendak atas hidupku sendiri," ujar Arsenio sambil mengusap punggung Cathalina.

"Maaf Cathalina, maaf aku selalu membuatmu menangis," ujarnya. "Kau harus sembuh Arsen, aku tidak mau kau pergi," isak Cathalina.

"Aku tidak akan pergi darimu Cathalina.. Aku sangat mencintaimu," ujar Arsenio sambil mencium puncak kepala Cathalina.

"Berjanjilah Arsenio? Aku mohon," ujar Cathalina. Arsenio mengangguk sambil menangkup wajah Cathalina. Ia mencium kedua mata istrinya itu, berharap bisa menghilangkan kesedihannya saat ini.

"Maukah kau membantuku?" Tanya Arsenio sambil tersenyum. Cathalina mengernyitkan dahinya bingung.

"Aku mau kau yang mengoperasiku," ucap Arsenio membuat tubuh Cathalina menegang. "Aku tidak bisa," ujar Cathalina sambil menjauhkan tubuhnya dari Arsenio.

Arsenio kembali menarik wanita itu mendekat ke arahnya. "Aku mau kau menjadi dokterku, apa kau tidak mau?" Tanya Arsenio membuat hati Cathalina teriris.

"Aku ingin sekali melakukan itu Arsenio, tapi aku takut kalau aku tidak akan bisa menyelesaikan operasi itu," batin Cathalina.

Arsenio menangkup wajah Cathalina dan menatapnya dengan penuh kelembutan. "Aku takut Arsen, aku takut jika operasi itu gagal dan aku akan kehilangan kamu untuk selamanya.. Aku tidak mau," isak Cathalina.

"Aku akan baik-baik saja selama kau ada di sisiku, Cathalina," ujar Arsenio membuat sebutir air mata kembali mengalir dari manik Cathalina.

Dengan cepat wanita itu menghapus air matanya. Ia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Aku akan melakukan itu untukmu," jawabnya membuat sebuah senyum terukir di wajah Arsenio.

MY BREATH [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang