Twenty Four

40.2K 1.8K 72
                                    

"Arsen," panggil Zarya sambil menatap anaknya khawatir. Namun Arsenio hanya terdiam, tidak sama sekali mendengar apa yang dikatakan ibunya. Pikirannya melayang pada seorang wanita yang sedang terbaring lemah di ruang ICU karena menyelamatkannya.

Zarya membelai punggung Arsenio lembut berusaha memberi kekuatan pada anaknya. "Cathalina akan baik-baik saja nak," ujar Zarya berusaha menghibur anak semata wayangnya itu.

Namun Arsenio tetap diam sambil menatap dingin ke arah tembok di hadapannya. Zarya kembali menghela napas, ia membingkai wajah Arsenio dengan kedua tangannya.

"Dengarkan mama, Arsen. Ini semua bukan salahmu," ujar Zarya dengan mata berkaca-kaca. "Aku penjahat ma," jawab Arsenio tanpa ekspresi sedikitpun.

"Tidak sayang, ini hanya sebuah kecelakaan," balas Zarya. "Ya tapi kecelakaan itu terjadi karena aku," jawab Arsenio.

"Aku rasa lebih baik aku tidak berada di dekatnya, selama ini aku selalu membuatnya menderita," ujar Arsenio sambil tersenyum sendu. "Jangan berkata seperti itu, nak. Cathalina membutuhkanmu. Dan kau adalah kekuatannya," sanggah Zarya.

Air mata Arsenio kembali terjatuh. "Lina kritis karena aku ma," ujar Arsenio dengan tatapan penuh kesedihannya. "Dia berada di ambang kematian karena aku," lanjutnya sendu.

Zarya segera memeluk anaknya itu. "Kalau aku bisa memutar waktu, aku tidak akan membiarkan wanita itu menyelamatkanku. Cathalina terlalu baik, ma. Dia tidak pernah memikirkan dirinya sendiri," ujar Arsenio.

"Dari dulu ia selalu tersenyum dalam setiap kesedihan yang aku torehkan dalam hidupnya. Dan saat ini aku sadar, aku tidak bisa kehilangannya. Aku tidak mampu hidup tanpa dirinya," ucap Arsenio terdengar pilu.

"Cathalina akan baik-baik saja, Arsen. Kau harus kuat karena kau adalah alasannya untuk bertahan," hibur Zarya sambil melepaskan pelukan mereka.

"Sekarang pergilah ke ICU dan temui Cathalina," ucap Zarya sambil menghapus air mata anaknya. "Apa aku pantas untuk bertemu dengannya, ma?" Tanya Arsenio lirih.

"Kamu adalah suaminya, kamu harus berada di sisinya," jawab Zarya sambil tersenyum penuh kelembutan. Arsenio mengangguk dan segera bangkit berdiri.

"Nanti malam dia akan menjalani operasi," ujar Zarya. "Berdoalah untuknya, Arsen," lanjutnya membuat Arsenio terdiam.

"Apa Tuhan akan mengabulkan doa manusia berdosa sepertiku?" Tanya Arsenio. Zarya mengangguk mantap. "Dia terlalu mengasihi kita, Arsen. Ia tidak pernah mengingat segala kesalahan kita, melainkan Ia sudah menebus segala kesalahan kita dengan nyawaNya yang berharga," jelas Zarya.

"Pergilah nak," ucap Zarya. Arsenio mengangguk dan segera melangkah keluar dari ruang kerjanya. Dia melangkahkan kakinya menuju mobilnya yang terparkir rapi di halaman rumahnya. "Hai sayang," ujar Angeline dengan rambut yang tergerai berantakan.

Arsenio segera membuka pintu mobilnya, namun wanita itu segera memeluk tubuhnya dari belakang. "Kenapa kau selalu menghindariku? Aku merindukanmu," ujar Angeline manja.

"Aku harus pergi," balas Arsenio dingin.

"Mau menjenguk istri sekaratmu itu? Dia gak akan bisa bertahan, pegang perkataanku," ujar Angeline kasar.

"Jaga perkataanmu," balas Arsenio dingin. Matanya menatap sengit ke arah wanita itu. "Kau sama sekali tidak pantas dibandingkan dengan wanita itu."

"Ya aku memang tidak pantas dibandingkan dengannya, karena dia benar-benar wanita murahan yang lemah," balas Angeline.

"Berhenti Angeline!" bentak Arsenio marah. "Pergi atau aku akan bertindak kasar!" ancamnya dengan tatapan tajam yang mampu menggoyahkan siapa saja yang menatapnya kecuali wanita itu.

MY BREATH [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang