Perjalanan Aster berakhir di depan sebuah rumah kecil yang sudah sangat berkarat. Dapat ditebak bahwa umurnya sebanding dengan sang pemilik. Bahkan keadaan ruangan yang gelap tidak kalah menyeramkan dengan ruangan di perpustakaan. Dari luar, Aster tidak dapat menangkap apapun yang ada di dalam rumah kecil tersebut.
Josh mempersilahkan kedua tamunya masuk ke dalam lalu menutup pintu. Sebagai pemilik rumah, dia sudah terbiasa dengan keadaan tersebut. Berbeda dengan Aster dan Ethan yang harus sangat hati-hati dalam melangkah. Mereka tidak ingin terjatuh dan membuat kerusakan di dalam rumah seseorang yang baru saja mereka kenal.
"Duduk!" perintah Josh.
Semula Aster dan Ethan kebingungan mencari-cari di mana letak benda yang dapat mereka gunakan untuk duduk. Sesaat sebelum Aster memutuskan untuk duduk di atas lantai, matanya mulai bisa menangkap keberadaan kursi panjang yang kosong. Ditariknya baju Ethan pelan sambil berjalan ke arah kursi. Benda itu berdecit saat ada yang menimpanya. Aster mulai merasa khawatir kursi tersebut akan hancur karena berat tubuhnya.
"Apa yang kalian inginkan dariku?" tanya Josh langsung setelah kedua tamunya menemukan tempat duduk.
"Kami ingin menanyakan sesuatu tentang kota ini, juga mengenai sejarahnya. Karena kami pikir tidak ada yang lebih mengerti selain pendirinya sendiri."
Josh masih belum diam di tempat duduk saat Aster sedang berbicara. Dia sibuk mengecek semua penutup jendela, menyalakan sebuah lampu minyak dan membuka tudung yang menutupi kepala. Kini tato bergambar capung terlihat jelas, meski tidak sejelas dulu karena kulitnya yang mengendur.
Ruangan menjadi remang-remang. Aster mulai bisa memandang ke sekitar. Terlihat semua lubang yang merupakan jalan masuknya cahaya tertutupi kain hitam. Sementara mereka sendiri harus dipuaskan oleh cahaya dari lampu minyak yang temaram. Aster tidak berani menanyakan apa-apa sebelum Josh terlihat tenang, duduk di atas kursi yang berhadapan dengan dirinya.
Josh bersantai di atas kursi lapuk. Memandangi Aster dan Ethan yang terdiam seribu bahasa, padahal ada banyak hal yang ingin mereka tanyakan. "Kalian ingin tahu kenapa aku harus melakukan semua ini?" tanya Josh seakan bisa membaca ekspresi mereka. Suaranya sudah sangat serak, tapi terlihat sehat. Sebenarnya, Aster dan Ethan beranggapan bahwa umur Josh akan jauh lebih tua dari kelihatannya sekarang. Atau bahkan sudah tidak ada karena jarang sekali ada orang yang berumur sangat panjang.
Aster hanya mengangguk setelah mendapatkan pertanyaan. Sementara Josh kembali berbicara, "Aku merasa ada yang selalu mengawasiku di kota ini. Membuatku tidak tenang. Bahkan jika tidak menggunakan penutup kepala ini, aku memilih untuk terus diam di dalam rumah."
"Si-siapa yang mengawasi Anda?"
"Sesuatu dengan kekuatan yang besar." Kedua tamunya itu saling berpandangan satu sama lain. Wajahnya menggambarkan bahwa mereka mulai merasa ngeri saat mendengar cerita. "Ngomong-ngomong, kenapa kalian begitu ingin mengetahui tentang kota ini?"
"Entahlah, aku merasa ada banyak rahasia di sini."
"Rahasia apa?"
"Jika aku sudah tahu, tidak mungkin sekarang ada di sini. Aku yakin Anda bisa memberitahu kami tentang semuanya."
"Tidak ada yang bisa aku beritahukan. Kota ini tidak memiliki rahasia apa-apa. Kalian hanya membuang waktu untuk berbicara bersama orang tua sepertiku."
"Aku tidak percaya," sahut Aster penuh percaya diri.
"Lantas apa yang ingin kamu dengar jika orang yang diharapkan memiliki jawabannya pun berkata bahwa dia tidak tahu apa-apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aster [The Last Adventure]
Ciencia FicciónBook 3 of Aster Trilogy Aster (Higest rank #4 in science fiction - 8/1/17) Petualangan terakhir Aster di kota Dione masih tetap menyisakan berbagai misteri yang mengganjal dalam hatinya Siapakah Orion? Dan di mana ayah serta adiknya berada? Aster t...