Hari ini cuaca cerah seperti biasanya, namun mentari tampak bersinar lebih cerah lagi. Seakan dia berseri-seri menyambut datangnya hari ini. Awan berarak seperti biasa, beberapa tetap terdiam di tempat yang sama. Gelombang air laut mengalun tenang seiring dengan alunan melodi yang bergema di langit Oakland.
Keadaan terasa tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Akan tetapi, kenyataannya Aster tidak bisa tertidur pulas menanti hari ini. Pukul sepuluh tadi malam dia sudah berada di atas kasurnya, bermaksud untuk tidur lebih cepat. Bermain seharian dengan anak-anak panti ternyata membuat tenaganya terkuras. Meski begitu, matanya enggan untuk terpejam, kepala Aster tak henti-hentinya membayangkan sesuatu. Dia tersenyum-senyum seorang diri sembari menatap langit-langit kamar.
Saat matahari mulai bangkit dari balik laut, Aster bergegas mengambil gaun putihnya dari lemari. Dia mendapatkan baju tersebut dari Miss Belly, terkhusus untuk hari istimewanya. Gaun tersebut sangat indah. Kainnya terasa lembut saat menyentuh kulit. Manik-manik berkilauan seakan menjadi permata yang bertaburan di atasnya.
Pernah sekali dia melihat gaun yang hampir serupa dengan miliknya saat hendak pulang ke panti seusai sekolah. Seorang wanita mengenakannya beserta hiasan kepala yang tak kalah cantik. Orang itu menggandeng tangan seorang pria berjas putih di sampingnya. Mereka tampak bahagia dikelilingi oleh banyak orang yang memancarkan kebahagian serupa.
Lonceng pagi Oakland berdentang enam kali. Memacu detak jantungnya yang semakin berdebar kencang. Bahkan tidak hanya sebanyak enam kali, tapi kali kali berikutnya pun Aster bisa merasakannya dengan jelas. Dia bergegas berlari menuju kamar mandi, membasuh tubuhnya sebersih mungkin. Kali ini tidak ingin dia berlama-lama di dalam sana, karena ada sesuatu yang benar-benar tidak boleh dilewatkan.
Gaun putih pemberian Miss Belly dikenakannya perlahan, dengan sangat hati-hati. Aster memang sudah tidak tertarik lagi untuk menggunakan pakaian yang terlalu feminim. Tapi, kali ini keadaan yang memaksanya. "Tidak buruk," ucapnya sembari bercermin di depan kaca.
Rambut hitamnya dia sisir serapi mungkin, dan dibuat menggulung di atas kepala. Tak lupa jepit mawar pemberian Amanda dia gunakan sebagai perias rambut. Jari telunjuknya menarik beberapa helai rambut di samping poninya. Membiarkan mereka bergelantungan dengan bebas.
'Tok-tok', seseorang mengetuk pintu kamar.
"Ya. Masuk!"
Amanda mengintip dari balik pintu. "Kupikir kamu masih tidur." Gadis itu mendadak terkesima akan sesuatu. "Kamu cantik sekali, Aster!"
"Benarkah?" Aster sedikit tersipu malu.
"Kapan terakhir kali aku melihatmu mengenakan pakaian secantik ini?"
Pertanyaan Amanda sulit mendapatkan jawaban dengan cepat, karena Aster sama sekali tidak ingat. "Sepertinya tidak pernah," akhirnya dia menjawab dengan singkat. "Aku tidak ingin melewati hari spesial ini dengan riasan yang biasa saja."
"Aku setuju denganmu." Amanda duduk di atas kasur.
Aster menghela napas panjang dan menghembuskannya. "Tidak terasa ya. Waktu berlalu begitu cepat."
"Iya. Rasa-rasanya baru saja kita merayakan ulang tahunmu yang kesembilan belas kemarin."
"Aku ingat benar saat-saat itu. Kamu bilang suatu saat kita akan keluar dari panti, bekerja, menikah. Lalu... kamu memberiku ini." Aster menunjukkan jepit mawarnya.
Kilatan kebahagiaan terlihat jelas pada mata sahabat baiknya itu. "Kamu masih menyimpannya?!"
"Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan harta karunku hilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aster [The Last Adventure]
Ciencia FicciónBook 3 of Aster Trilogy Aster (Higest rank #4 in science fiction - 8/1/17) Petualangan terakhir Aster di kota Dione masih tetap menyisakan berbagai misteri yang mengganjal dalam hatinya Siapakah Orion? Dan di mana ayah serta adiknya berada? Aster t...