Chapter 32

5.1K 279 5
                                    

KEDUANYA kini berada di perjalanan menuju rumah sakit. Zeisha, yang mendengar percakapan suaminya dengan Vivian masih tak percaya tentang hal tersebut.

"You're don't lie to me, right? Semua yang aku dengar itu bohong kan?" tanya Zeisha sekali lagi. Kali ini ia berjanji agar tak menangis.

Allen menatap kemudi dengan serius, pasalnya, ia dalam kondisi suasana hati yang buruk dan menyetir gila-gilaan. Kemudian ia berhenti di bahu jalan untuk menenangkan Zeisha.

"Sha, denger aku. Semua yang kamu denger memang begitu. Aku juga ga nyangka kalo gadis, adik kelas yang aku kenal baik bermetamorfosis jadi wanita menyeramkan dan seperti psikopat." jelas Allen.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Zeisha sekali lagi.

"Aku gatau kenapa, dan sekarang... kita mesti cepat ke rumah sakit dan menjelaskan semua pada Om Yousef dan Zacquine, ya? Sha... aku gabisa fokus kalau kamu nangis terus." ujar Allen. Zeisha pun mengangguk dan menghapus airmatanya.

Tak perlu waktu lama, mereka tiba di rumah sakit dan mulai menjelaskan apa yang terjadi.

"Assalammu'alaykum," ucap Allen memberi salam.

"Wa'alaykumussalaam," jawab mereka berbarengan.

Zeisha mengikuti Allen di belakangnya lalu menyalami Yousef dan Mixel. Hadir juga Aqeyla yang sedang menghibur Zacquine. Juga hadir Hafidz dan Annisa yang terduduk di bahu kasur Zacquine. Mereka tengah tertawa karena perilaku si kecil, Aqeyla.

Zeisha terisak. Ia berlari kemudian memeluk Zacquine. Sementara Zacquine tertegun.

"Kamu kenapa, sha?" tanya Zacquine lembut.

Ia masih terisak. Tak sanggup mengatakan hal itu pada Zacquine.

"Ada yang mau kami bicarakan, tante... om," suara Allen menginterupsi.

Ia pun duduk berhadapan dengan Yousef yang tengah membaca Al-Qur'an. "Ada apa, Allen?" tanya Yousef kemudian meletakkan Al-Qur'annya di atas meja.

Allen menghela nafas, bersiap menceritakan semua.

"Kami tahu siapa pelakunya, Om." ucap Allen sementara Yousef terkejut, begitupun Zacquine dan Mixel.

Zacquine mengatupkan rahang. Ia masih memeluk Zeisha kemudian melepaskan pelukan.

"Vivian, teman seangkatan Zacquine dalang dari semua kejadian ini." ucap Allen dan membuat mereka tak percaya.

Zacquine's POV

Aku masih tak percaya atas apa yang dikatakan Allen.

Vivian?

Ya, gadis berkawat gigi dan kepang dua yang 'dulu' selalu di bully olehku. Aku mengakuinya. Dan aku pantas mendapatkan semua ini.

Kifarah berlaku.

Selalu.

Zacquine's POV end.

Usai Allen bercerita, Yousef murka. Ia mematahkan meja yang berada di hadapannya. Melihat perlakuan Yousef, Mixel bangkit berusaha menenangkan Yousef. Semua yang berada disana diam tak berkutik. Mereka juga shock atas apa yang mereka dengar. Sulit untuk mempercayainya.

"Ayah akan berusaha mencari Jacob sampai ia bersedia bertanggungjawab atas perbuatannya padamu! Ayah akan—" ucap Yousef terpotong.

"Ayah, diam. Dengarkanlah aku dulu," sambar Zacquine cepat.

Yousef berusaha untuk meredakan emosinya. Lalu Zacquine kembali berucap,

"Pikirkanlah, ayah. Jacob sudah menodaiku, walau aku tahu ia melakukannya karena terpaksa. Tapi ayah... akankah ayah rela menjadikan Jacob sebagai suamiku kelak? Ayah... ia sudah tak bertanggungjawab atas kesucian diriku... bagaimana bila nanti ia bertanggungjawab atas diriku sepenuhnya? Akankah ia bertanggungjawab? Ayah pasti paham akan jawabannya." jelas Zacquine sesegukan.

Sementara Annisa dan Hafidz tersayat-sayat hatinya melihat Zacquine berkata demikian.

Yousef terdiam. Berusaha mencerna kalimat yang dilontarkan oleh anaknya. Kemudian ia berjalan menuju Zacquine, memeluknya. Zeisha menyingkir, mempersilahkan Yousef untuk memeluk anaknya yang tengah menangis tersedu-sedu. Suasana menjadi hening, hanya terdengar deru tangisan yang beradu-adu.

Yousef melepaskan pelukan, lalu menatap wajah Zacquine yang penuh peluh. "Maafkan ayah, sayang. Maafkan ayah karena tidak bisa menjagamu dengan baik." lirih Yousef.

Zacquine menggeleng. "Tidak Ayah, Ayah telah menjagaku, merawatku dengan sangat baik. Ini teguran dari Allah, ayah. Ini teguran dariNya karena aku dulu telah berlaku sombong dan sewenang-wenang..." lirih Zacquine.

"Ayah... bukankah setiap manusia pasti akan mendapatkan balasan atas apa yang mereka lakukan? Ayah pasti juga tahu, perbuatan baik yang kita lakukan terhadap orang lain pasti akan terbalaskan oleh orang lain, bisa seseorang itu atau dengan yang lainnya..."

"... sedangkan jika kita melakukan kejahatan, kejahatan itu juga yang akan kembali pada diri kita, itu yang terjadi pada diriku..."

"Ayah, ikhlaskanlah dan pasrahkanlah masalah ini pada Allah, karena aku tak ingin membalas perbuatan yang dilakukan Jacob padaku, kifarah ayah... hukum sebab-akibat pasti berlaku..."

"Allah Maha Adil, ayah. Dia Maha Adil..."

"Cukup Allah yang membalasnya, karena Ia yang paling paham," jelas Zacquine memandang ayahnya. Tangisannya yang tadi meluncur bebas telah mengering. Hanya saja... masih terselip sesak di sana.

Yousef membeku. Mencoba meresap kalimat-kalimat yang dilontarkan anaknya. Ia menjauh dari Zacquine, kembali terduduk di sofa. Ia mengusap wajah kasar. Lalu Mixel pun menghampiri dan menenangkan Yousef.

Sementara Annisa mencoba menghibur Zacquine dan memutuskan hal itu. Ia menghela nafas panjang, memikirkan bahwa itu adalah keputusan yang tepat.

"Menikahlah dengan Hafidz," tutur Annisa dengan logat Korea.

Sementara mereka terkejut, sibuk mencerna kalimat yang dilontarkan oleh Annisa, istri Hafidz.

"Annisa..." gumam Zacquine tak percaya.

The beauty from heart (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang