ii

1.1K 150 6
                                    

Hanbin's POV


Lalisa Manoban.

Cinta pertama gue. Cinta monyet pertama gue.

Gue udah terbiasa dengan keberadaan Lisa. Di sekolah ada Lisa, di rumah nyamper mulu, les bahasa Inggris juga bareng... apa-apa sama Lisa terus. Sampai akhirnya, gue yang berumur 9 tahun, masih bocah ingusan, menetapkan bahwa gue suka sama Lisa.

Gue menyimpulkan itu berdasarkan sinetron yang gue tonton di tv. Sejak saat itu, gue sering gangguin Lisa. Berusaha menunjukkan eksistensi gue di dekatnya. Mulai dari narik kursi Lisa pas dia mau duduk, nakut-nakutin Lisa pake bel di tempat les yang lagunya gue ganti jadi fur elise dan bilang kalau itu lagu buat manggil mbak kunti, minta dibekelin spaghetti terus sama mama biar bisa dimakan bareng Lisa, sampai iseng-iseng ngajak "rekaman" soundtrack sinetron 'Kepompong' di rumah.

Tapi, sejak orang-orang mulai menggoda kita dengan bilang kalau kita terlihat kayak "pasangan", Lisa ngejauh. Ngomong seadanya aja, nggak nyamper ke rumah lagi, dan tiap gue tawarin spaghetti, dia cuma senyum sambil menggeleng. Air muka Lisa juga nggak enak tiap orang-orang menggoda tentang dirinya dan gue. Hati gue mencelos.

Selain cinta pertama gue, Lisa juga gagal cinta pertama gue.

She's always been the first one.

Gue pun mencoba menghindari Lisa. Gue cari temen-temen baru, deket sama cewek-cewek baru. Gue pikir, ini pilihan terbaik.


Tapi, apa Lisa cemburu?

Nggak.


Apa gue bisa lupain Lisa?

Nggak.


Setelah lama saling berjauhan, gue memberanikan diri membuka percakapan lagi dengan Lisa menjelang ujian akhir.

"Lis, kemaren kamu ikut try out di SMP 1 kan? Kamu mau masuk sana? Sama dong aku ju-"

"Aku mau pindah, Bin" potong Lisa.

Badan gue melemah. "Kenapa?" Tanya gue pelan.

Lisa mengendikkan bahunya seakan-akan itu bukan hal yang krusial "nggak tau... orangtua aku nyuruh gitu yaudah aku ngikut aja."

Dengan sisa energi yang ada, gue berusaha tersenyum "wah hebat... semangat!"

Lisa mengangguk sambil tersenyum. Terakhir kalinya dia senyum buat gue.

"Kamu juga ya, Bin! Kamu pasti bisa lanjut ke sana, kok. Kamu kan pinter." Katanya sambil menepuk pundak gue.


Lisa sedikit banyak telah mendominasi masa kecil gue. Bagi gue, Lisa itu anak yang selalu memandang positif berbagai hal. Naif banget. Gue takut di lingkungan barunya nanti, ada orang yang nyakitin Lisa. Gue pengen jagain Lisa tapi gue bisa apa? Gue waktu itu cuma bocah.

Di SMP, gue mulai aktif di kegiatan ekskul dan organisasi, berusaha bertemu wajah-wajah baru. Tak butuh waktu lama, gue jadi idaman para cewek. Banyak cewek yang baper sama gue. Gue jadi sadar, Lisa itu cuma cinta monyet gue.


Tapi apakah dengan menyadari hal itu gue jadi bisa lupain Lisa?

Nggak.


Gue nggak tahu apa yang aneh dari diri gue. Orang bilang, cinta monyet cuma cinta-cintaan anak kecil. Cuma selewat.


Tapi kenapa Lisa nggak? Kenapa dia nggak cuma lewat?


Pas SMA, gue terpikir untuk nyari Lisa. Sekedar say hi di socmed. Tapi ada yang menahan gue untuk tidak melakukan hal itu. Yaitu pikiran gue sendiri.


"Kalau lo say hi, terus selanjutnya apa? Mau nyepikin Lisa? Siapa lo? Lo cuma anak SMA. You have nothing to offer, You're nothing to deserve her."


Mungkin terkesan berlebihan, tapi gue beneran nggak berani muncul lagi di depan Lisa dengan keadaan masih kayak gini. Gue mau belajar dulu, masuk universitas yang gue inginkan, dan jadi orang sukses. Setelah itu, baru gue punya muka untuk muncul lagi di depan Lisa.

Tapi siapa sangka? Di tengah persiapan gue itu, Lisa datang sendiri.

Sebuah keberuntungan yang sangat berarti bagi gue.

Share [ Hanbin x Lisa ] (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang