Bagian 2

441 12 1
                                    

Api sudah menyala, di atas tungku nasi sudah hampir matang. Hari sudah lohor, semua pekerjaan sementara dihentikan, suasana jadi ramai dengan suara mangkok piring.

Dian Sim ikut keluar, katanya: "Kenapa Tio lotoa belum datang juga? Mungkin sudah minggat."

"Dia tidak menipu sepeser pun uang kita, kenapa harus minggat?"

Dengan jengkel Dian Sim lantas berlari masuk lagi ke dalam rumah.

Di saat Dian Susi mengawasi orang-orang di dalam pekarangan dengan hati kurang tentram, tiba-tiba Dian Sim memburu keluar dari dalam. "Celaka, celaka..." keadaannya seperti anjing yang terbakar api ekornya, sambil membanting-banting kaki.

"Ada apa bikin ribut, apa kau juga kebelet? Tuh, di sana ada WC."

"Bukan... bukan... buntalan kita itu..."

"Bukankah buntalan terkunci dalam almari?"

"Tiada lagi, almari itu kosong."

"Bohong, aku sendiri yang taruh buntalan itu di dalam."

"Tapi sekarang sudah lenyap, barusan aku merasa kuatir, waktu almari kubuka..."

Dian Susi menjadi gugup, lekas dia lari ke dalam, memang almari sudah kosong, buntalan mereka sudah terbang tanpa sayap.

Kata Dian Sim: "Ternyata almari ini tembus kedinding yang berlubang, tentu Tio lotoa merogohnya dari luar dinding. Aku sudah duga dia bukan manusia baik-baik."

Dengan membanting kaki Dian Susi segera memburu keluar.

Semua orang sedang sibuk makan di dalam rumah, tinggal beberapa orang laki-laki yang menitik batu tadi sedang sibuk cuci muka di pinggir perigi.

"Mana Tio lotoa?" tanya Dian Susi begitu memburu dekat ke arah mereka. "Tahukah kalian di mana dia sekarang?"

Orang-orang itu saling pandang, kata salah seorang: "Siapa Tio lotoa? Kami tidak kenal dia?"

"Laki-laki yang tinggal di rumah sebelah sana itu, kalian kan tetangga, masakah tiada yang kenal?"

Orang itu menerangkan: "Sudah setengah bulan kamar itu kosong, tadi pagi baru ada orang datang, hanya membayar setengah bulan uang sewa, kami belum tahu siapa dia sebenarnya?"

Keruan Dian Susi dan Dian Sim melongo.

Tiba-tiba terdengar seseorang menyeletuk: "Barusan kudengar ada orang tanya Tio toako, siapa yang ada perlu sama dia?" Orang ini baru masuk dari luar, tangannya menjinjing cemeti, agaknya dia seorang kusir kereta.

"Akulah yang cari keterangannya," bergegas Dian Susi menyongsong maju, "kau kenal dia?"

"Sudah tentu kenal, tiada orang kota yang tidak mengenalnya."

"Bisa kau bawa kami menemui dia?" tanya Dian Susi girang.

Orang itu mengamat-amati mereka berdua dengan seksama, tanyanya: "Kalian adalah..."

"Kami adalah teman baiknya."

Orang itu tertawa, katanya: "Kalau teman Tio toaya, hayolah, naik keretaku, kuantar kalian ke tempatnya."

Kereta berkuda itu akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang hampir bobrok, kusir kereta segera berkata: "Tio toako sedang temani seorang tamu yang datang dari kabupaten, aku masih punya urusan, silahkan kalian masuk saja."

Tak sempat mengucap terima kasih Dian Susi segera menerjang masuk ke dalam rumah, dia kuatir Tio lotoa bakal merat lagi sebelum bertemu dirinya. Biasanya belum pernah gadis pingitan ini marah begitu rupa, dalam hati dia sudah menyumpah-nyumpah, begitu berhadapan dengan Tio lotoa dia hendak menghajarnya sampai setengah mati.

Tokoh Besar (Da Renwu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang