Bagian 12

282 11 0
                                    

Selama ini Dian Susi terus bersitegang leher, masih penuh keyakinan dan tabah. Seseorang jikalau menyadari tiada sesuatu yang bisa dibuat sandaran atau menjadi tulang punggungnya, sering menjadi tegang. Tapi tak tertahan air matanya sekarang hendak bercucuran, bibirnya tergigit sampai pecah, lama sekali baru dia melepas nafasnya yang sesak, katanya: "Aku tahu di mulut kau berkata demikian, yang benar kau takkan bisa bertindak demikian."

"Kau tidak percaya bahwa aku ini laki-laki yang bisa bertindak sesuai dengan perkataannya?"

"Tentunya kau sendiri pun tahu, perbuatanmu pasti akan menimbulkan curiga orang, kalau tidak sejak lama kau sudah laksanakan akal licikmu ini, kenapa pula harus membuang waktu dan pakai banyak liku-liku, kenapa pula harus tunggu sampai sekarang?"

"Benar, kawan-kawan Dian jiya memang banyak. Dengan kedudukan dan asal-usulku, tentu takkan ada orang curiga, oleh karena itu aku harus menemukan dulu seorang yang bisa wakilkan kau bicara."

"Tiada orang yang bisa mewakili aku bicara."

"Ada saja, aku berani tanggung, bila dia yang wakili kau bicara, siapa pun percaya seratus prosen."

"Apakah kau sudah menemukan orangnya?"

"Kau tidak percaya?"

"Kau... siapa orang yang kau temukan?"

Sebetulnya tiada gunanya dia mengajukan pertanyaan ini, karena saat itu dia sudah melihat Thio Hou-ji sedang menggandeng tangan seseorang, dengan tersenyum simpul melangkah mendatangi. Selama hidupnya takkan pernah dia duga bahwa orang ini bakal menjual dirinya, sampai mati pun dia takkan mau percaya, namun kenyataan di depan mata, mau tidak mau dia harus percaya.

Dian Sim.

Perempuan yang digandeng Thio Hou-ji adalah Dian Sim. Akhirnya dia bertemu muka pula dengan Dian Sim pelayan pribadinya sejak kecil.

* * * * *

Dian Sim tersenyum gembira menarik tangan Thio Hou-ji, seperti dulu dia menggandeng tangan Dian Susi. Kelihatannya masih begitu lincah, pintar dan cerewet, malah tak kelihatan rasa malu sedikit pun pada wajahnya yang cerah itu.

Sebetulnya Dian Susi paling suka melihat senyum tawanya, paling senang bila melihat dia sedang tertawa dan memonyongkan mulut, ada kalanya dia kelihatannya amat berpengalaman dan ahli, tahu urusan, tapi begitu dia tertawa, wajahnya berubah mirip benar seorang bayi.

Tapi yang terlihat oleh Dian Susi sekarang bukan senyum tawa seperti bayi, untung dia tidak melihatnya, kalau tidak mungkin dia bisa kelenger saking gusar. Walau biji matanya sedang melotot membundar, namun pandangannya kabur dan gelap. Sampai Liu Hong-kut sedang bicara pun tak terdengar olehnya, suaranya sayup-sayup sampai seperti dari tempat jauh.

Liu Hong-kut sedang bertanya kepada Dian Sim: "Kau harus menjalankan tugasmu seperti yang kujelaskan barusan, kau sudah mengerti belum?"

"Tadi Thio cici juga sudah menjelaskan, sepatah kata pun tidak kulupakan," sahut Dian Sim.

"Apa yang dia katakan?"

"Besok malam, aku harus pulang mengiringi Loya dan Siocia, waktu itu seluruh penghuni rumah pasti sudah pulas seluruhnya, maka kita akan masuk dari pintu belakang dengan leluasa secara diam-diam tanpa diketahui siapa pun."

"Kenapa harus pulang secara diam-diam?" tanya Liu Hong-kut.

"Karena Siocia sudah tidak mampu bersuara, tidak bisa bergerak, apalagi berjalan, sudah tentu menjadi pantangan keadaan dirinya dilihat orang."

"Hari kedua jikalau ada orang menanyakan dia, kenapa tidak seperti biasanya bermain di kebun?"

"Akan kujawab bahwa Siocia malu-malu kucing, maka tidak enak dia keluar menemui orang banyak."

Tokoh Besar (Da Renwu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang