Dua Puluh Empat~

33.8K 2K 55
                                    

Empat tahun kemudian...

Ia masuk ke dalam rumah sambil menjinjing kantung belanjaannya. Sudah lama ia tidak makan makanan ini. Kangen banget sama makanan favoritnya ini. Tapi ia lebih kangen dengan beberapa orang disana.

"Darimana kau?"

Suara itu menghentikan langkah Kinar yang awalnya akan menuju dapur.

Kinar berbalik dan menemukan ayahnya yang sedang duduk di ruang tamu sambil membaca Koran. Wajahnya tertutup Koran yang dibukanya lebar-lebar.

Kinar mendengus kecil. "Aku Cuma beli makanan di luar, Pa."

"Memangnya kau sudah minta izin ke saya?" Tanya Pak Arjuna.

"Tadi aku mau minta izin ke Ayah, tapi kayaknya Ayah lagi mandi. Lagian aku juga udah bilang ke Mbok Ina kok."

"Tapi itu sama saja. Kalau kau kabur bagaimana?" Tanya Pak Arjuna lagi. Kini korannya sudah dilipat.

Dari balik kacamata tebal ayahnya, Kinar bisa melihat jika mata itu berapi-api menatapnya.

"Aku gak bakal kabur, Pa. gimana aku mau kabur kalo anak buah Ayah selalu mantau aku. Tadi aja aku Cuma beli makanan, dipantaunya juga!" seru Kinar yang sudah mulai kesal.

Bukan kali ini saja Kinar kesal pada ayahnya, tapi sudah sejak dulu ia kesal dengan sosok satu ini.

"Sekarang kau cepat-cepat berpakaian yang rapi." Kata Pak Arjuna.

Kinar mengernyitkan dahinya. "Mau kemana lagi, Yah? Tiga hari yang lalu aku baru mendarat disini. Lalu Ayah langsung nyeret aku buat ketemu sama kolega Ayah. Lalu dua hari yang lalu Ayah nyeret aku lagi untuk nemuin klien Ayah untuk membahas perusahaan.

"Dan kemarin, Ayah nyeret aku buat nemuin teman Ayah. Dan Ayah juga langsung menjodohkan aku dengan anak teman Ayah yang lain tanpa persetujuan dariku!" Kinar berseru dengan marah. Emosinya kini sudah naik pitam. "Dan sekarang Ayah mau nyeret aku kemana?"

"Kau jadi anak kenapa keterlaluan sekali ya? Bisa tidak kau hanya menurut saja?" Pak Arjuna kini bangkit.

"Yah, aku bukan boneka! Yang seenaknya Ayah suruh! Aku ini juga manusia! Sama kayak Ayah! Ada saatnya aku menurut dan ada saatnya aku menolak! Dan aku gak mau didesak terus menerus!" Kinar mengeluarkan luap-luap emosinya. Matanya kini berkaca-kaca.

"Ayah kenapa gak pernah ngerti aku? Aku udah capek ikutin semua perintah Ayah, tapi Ayah gak pernah ngebebasin aku. Aku capek hidup kayak gini selama empat tahun."

"Jadi kau mau apa, hah?" Ayahnya emosi juga.

Kinar menghapus air matanya dengan punggung tangan. "Aku mau hidup kayak anak lain. Hidup bebas tanpa perintah Ayah yang kayak dictator itu. Aku mau hidup sama Ibu dan Kak Naomi. Aku mau hidup dengan mereka."

"Tidak bisa. Kau sudah janji dengan saya untuk menjalani perusahaan itu. Dan sekarang kau malah mengingkarinya? Saya sudah tidak pernah lagi mengganggu kehidupan mereka."

"Ayah kerjanya hanya hidup senang di atas penderitaan orang lain. Dan Ayah gak pernah mengerti derita orang. Ayah terlalu egois."

"Akhirnya kau kenal juga diri saya." Kata Pak Arjuna dengan datar.

"Selama empat tahun, aku gak pernah berhubungan dengan Ibu, Kak Naomi dan juga teman-temanku. Empat tahun itu bukanlah waktu yang sebentar! Lama! Dan Ayah tau aku sangat kangen sama mereka!"

Pak Arjuna tetap saja pada pendiriannya. "Itu semua untuk kebaikan kau dan masa depanmu. Kau mau hidup dengan mengandalkan toko kue seperti itu?" Tanya Pak Arjuna dengan nada sengit. "Saya bisa menyuruh anak buah saya untuk menghancurkan toko mereka dan membuat hidup mereka menderita."

RELATIONSHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang