[new] Chapter 5

7.6K 766 19
                                    

"Sampai Jakarta langsung datang ke butik tante Nova ya, ambil baju kamu disana" Prilly mengangguk mendengar ucapan Sasa yang sejak tadi duduk disampingnya sambil memeluk tubuh gadis itu.

"Bunda tapi datangkan?"

"Bunda nggak diundang, kenapa harus datang?" tanya Sasa menatap putri semata wayangnya.

"Kenapa sih ayah nggak kasih bunda undangan, aku nggak suka bun, ayah nggak menghargai bunda kalau begitu" alih-alih menjawab, Prilly malah merengut marah.

"Sssstt.. nggak apa-apa ya, bunda nggak marah. Kenapa kamu harus marah sama ayah? Sabar sayang, mungkin ayah cuma undang sedikit orang saja, atau ayah lupa kasih bunda undangan" ujar Sasa makin mengeratkan pelukannya.

"Kenapa bunda masih bisa positive thinking? Bunda tau nggak sih, sebenarnya aku nggak suka tinggal sama ayah, mungkin kalau ayah bukan ayah kandung, aku nggak akan ada dirumah sepi kayak gitu!" cerca Prilly mengutarakan kekesalannya.

"Hustt! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu?" Sasa menatap tajam Prilly, tak lama tangan wanita itu makin mendekap Prilly. "Sayang, dengar ya, jangan kamu balas orang yang udah sakiti hati kita. Kalau kita balas mereka, berarti kita sama jahatnya seperti mereka. Kejadiannya sudah lama, nggak perlu kamu ingat, nggak perlu kamu pikirkan, ikhlaskan saja ya.." lanjut Sasa, tak sadar membuat Prilly terisak dalam pelukannya.

"Bun, kenapa bunda masih baik begitu sama ayah? Aku sudah besar bun, aku mengerti perasaan bunda. Pasti bunda sakit hati sama ayah, kan? Bunda, Prilly janji akan sama bunda sampai kapan pun, dan aku akan terus jaga bunda" Prilly memperdalam pelukannya pada Sasa.

"Iya, bunda cinta sama Prilly."

"Prilly juga cinta sama bunda," Sasa melayangkan kecupannya ke kepala Prilly lembut.

"Sekarang kamu turun gih, bang Ali pasti udah nunggu di mobil dari tadi"

***

Prilly menyandarkan punggungnya pada kepala sofa yang berada didalam ruangan khusus, mata gadis itu sedikit mengerjap dengan sedikit kerutan didahi. Seperti menahan sesuatu, tetapi masih tetap bertahan.

Ali yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya mendadak mengalihkan perhatiannya pada Prilly.

"Prilly, are you okay?"

"Ya," hanya satu kata terdengar dari mulut Prilly, sisanya hanya tarikan napas yang panjang.

"Sesak?" Prilly menggeleng. "Kamu bohong" lagi-lagi Prilly mengangguk untuk menjawab ucapan Ali.

Ali menatap Prilly lekat, mencoba membaca raut wajah Prilly. Lelaki itu menjadi khawatir, terlebih hanya ada Ali yang menjaga gadis itu. Sasa tidak pulang hari ini, wanita itu bilang ia masih harus mentandatangani beberapa kontrak penting dan baru pulang keesokan harinya.

"Kamu udah minum obat?" Prilly mengangguk.

"Dada aku sesak bang, juga mual, rasanya lemas banget" lirih Prilly sambil memejamkan matanya.

Lelaki itu berpindah posisi kesamping Prilly, awalnya Ali duduk berhadapan dengan Prilly.

"Kamu bisa pulang hari ini nggak? Kalau nggak bisa, kita lebih baik ke dokter"

"Bisa, aku insya Allah bisa"

"5 menit lagi take off, kamu kuat jalan ke pesawatnya nggak? Kita lumayan jauh jalannya," tanya Ali mengusap dahi Prilly.

"Bisa, insya Allah bisa" jawab Prilly, setelah itu berdiri.

Ali memegang tangan gadis itu sesaat langkahnya ingin jatuh. "Kamu nggak kuat, kan? Mau aku gendong, atau aku cariin kursi roda?"

Prilly sedikit berpikir. Ali benar, dia tak bisa berjalan seperti biasa ketika tubuhnya lemas begini. Bila minta dicarikan kursi roda, ingin mencari dimana? Dan jika Ali menggendongnya Prilly semakin menyusahkan Ali.

"Aku cariin kursi roda ya," ujar Ali kembali mendudukkan Prilly diposisi awalnya, yaitu duduk di sofa. "Aku nggak ngerasa disusahkan sama kamu," lanjut Ali lalu pergi dari ruangan khuhsus untuk mencari kursi roda.

"Bang Ali selalu tau apa yang aku pikirkan ya?" Prilly bermonolog.

Tak sampai 5 menit Ali kembali membawa seorang petugas yang mendorong kursi roda kosong untuk Prilly. Ali membantu Prilly agar duduk nyaman dikursi roda tersebut. Setelah semuanya siap, Ali bergegas menuju pesawat berjalan beriringan dengan Prilly yang duduk dikursi roda, didorong oleh petugas tadi.

Ali menggenggam tangan Prilly erat, lelaki itu tau Prilly tengah berusaha menahan sakitnya. Hal ini lah yang membuat Ali khawatir bukan main.

Sesampainya didepan pintu masuk pesawat, Ali menggendong Prilly untuk duduk dikursi pesawat yang sudah dipesankan Sasa. Beruntung Sasa memesan tiket pesawat kelas pertama, jadi tak banyak orang yang melihat Ali menggendong seorang gadis cantik.

***

"Udah nggak sesak lagi kan?" tanya Ali ketika Prilly sudah mulai sadar dari tidurnya.

Prilly mengangguk, "kok udah dimobil?" Ali terkekeh mendengar ucapan Prilly, seperti orang yang mengigau.

"Maaf ya tadi aku gendong kamu lagi, habisnya kamu susah dibangunin, jadi aku gendong aja" jelas Ali membuat Prilly membelalakkan matanya.

"Eh, ma-maaf ya bang. Aku malah jadi ngerepotin banget," ungkap Prilly merasa bersalah.

"Nggak apa, bang Ali kuat gendong kamu kok. Tapi udah nggak sakit lagi kan?" tiba-tiba suara lemah lembut terdengar tidak asing ditelinga Prilly.

Prilly memajukan tubuhnya untuk melihat seseorang yang duduk disamping kursi kemudi. Senyumnya melebar. "Mama Ira?" pekik Prilly kesenangan.

"Assalamualaikum Prilly, apa kabar sayang?" seorang wanita cantik berwajah pucat menyapa Prilly.

"Walaikumsalam ma, aku baik-baik aja, mama tambah cantik ih, kangennnn!" Prilly menarik pelan tangan wanita itu lalu menyalaminya, sopan.

"Prilly yang tambah cantik, mama malah lebih kangen kamu!" Prilly terkekeh.

"Pril, kamu mau ke butiknya tante Nova kan? Aku antar ya, sekalian mama mau beli keperluan dede Cyla" suara berat milik Ali terdengar lagi setelah percakapan kedua perempuan berbeda generasi itu.

"Iya, nanti kamu bantu pilihin baju buat dede Cyla ya. Udah lama banget kepengen belanja bareng kamu lagi," sahut Ira membuat Prilly mengangguk sembari melebarkan senyumnya.

Sesampainya mereka dipusat perbelanjaan, mall. Ali, Prilly, juga Ira turun dari mobil menuju butik milik adiknya Sasa yang berada dilantai 3 mall tersebut.

"Ke butik dulu, habis itu kita belanja di lantai 5, katanya ada baby house gitu" ujar Ira antusias.

Prilly dan Ira jalan lebih dulu, sedangkan Ali mengikuti dua perempuan itu dibelakang. Ali diam-diam tersenyum, lelaki itu sangat senang melihat kegembiraan mamanya hari ini. Sudah agak lama Ali tidak melihat mamanya seceria ini, karena kesibukannya yang membuat dia jarang memiliki waktu bersama mamanya.

"Ali, kamu jalannya kok lelet banget.. sini! Kamu jalan disamping Prilly, jangan berlaga kayak Bodyguard dong, kamu kan anak mama" Ali ditarik oleh Ira mendekat kearah Prilly, dan tanpa disangka mamanya itu mengambil salah satu tangannya untuk diletakan melingkari pinggang Prilly.

Sontak Prilly terkejut dengan tindakan Ira. Gadis itu menatap Ali yang juga sedang menatapnya.

"Udah lama mama pengen lihat Ali gandeng cewek, Prilly nggak mau jadi pacar Ali aja? Gausah jadi fans," pertanyaan Ira begitu saja terlontar.

Prilly merasakan tubuh Ali menegang, perlahan lelaki itu melepaskan lingkaran tangannya pada pinggang Prilly.

"Ma, jangan begitu, kasihan pipi Prilly merah" ucap Ali membuat Prilly langsung meraba kedua pipinya.

"Bang, jangan bercandaan ah, pipinya gembul gini masa merah? Kalau merah itu karena digigit, emangnya ada yang gigit?" omel Ira pada anaknya.

Ali menarik satu alisnya keatas kemudian merauk pipi Prilly gemas. "Nih, tangan abang yang gigit!"

#Bersambung...
Kalian minta next nggak?

Terimakasih mau mengerti kalau aku nextnya lama!❤️🔥

FANS TERSAYANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang