Cahaya matahari menelusup masuk melalui celah jendela kamar Aruna. Gadis yang masih berlindung dibawah tebalnya selimut itu pun terpaksa harus bangun dari mimpi indahnya dan bersiap-siap ke sekolah.Jam menunjukkan pukul enam lebih sepuluh menit saat Aruna sedang menyantap sarapannya. Aruna sempat membatin, siapa yang mau repot-repot membuatkannya sepiring nasi goreng dan telor ceplok setengah gosong?
Ellian.
Nama itulah yang paling masuk akal saat ini.
Selesainya ia menghabiskan sarapan, ia segera bangkit dan berjalan menuju sekolah. Padahal gerbang sekolah akan ditutup 15 menit lagi dan Aruna masih berjalan santai sambil mendengarkan lagu lewat sambungan earphone.
Dan benar saja, pintu gerbang sudah terkunci rapat. Aruna berdecak sebal saat melihat Pak Tardi sudah berjaga didepan pintu gerbang karena agak susah mengelabui satpam yang sudah berumur itu. Dan terpaksa, Aruna harus loncat melalui tembok belakang sekolah.
Ia berjalan dengan santai seperti tidak ada apapun yang perlu dia pedulikan. Koridor terlihat sepi karena semua murid sudah masuk kelas masing-masing saat bel telah berbunyi.
Ia pun berhenti di depan ruangan yang bertuliskan 10 IPS 1. Tempat berkumpulnya bermacam-macam kepribadian yang membuat para guru angkat tangan dengan tingkah mereka.
"Telat lagi, Bu Boss? Kali ini gara-gara apa?" Tanya Alya, teman sebangkunya yang sedang mencatat PR Ekonomi.
"Biasa lah," jawab Aruna sambil menaruh earphone-nya kedalam tas. "Gue tadi dirumah lagi inget-inget kapan terakhir kali makan Indomie," lanjutnya.
"Gak lucu, sumpah." Komentar Alya. Gadis itu masih sibuk memperhatikan Grafik Kurva Indeferen didepannya. "Ini apaan sih anjir!"
"Lo udah, Run?" Sesaat, Alya memperhatikan sahabatnya yang sedang memangku wajahnya dengan telapak tangannya.
Aruna menggeleng. "Belom. Males."
"Bego! Lo gak inget sekejam apa itu Bu Titi kalo muridnya gak ngerjain PR?!" Ujar Alya histeris, niatnya ingin memperingatkan Aruna.
Aruna mengibaskan tangannya sok cantik didepan wajah Alya. "Alah, gak usah memperbesar-besarkan deh."
Bel pergantian pelajaran sudah berbunyi sejak 3 menit yang lalu bersamaan dengan suruhan ketua kelas yang meminta PR Ekonomi dikumpulkan.
Dan disinilah Aruna, diruang guru, menanggung jawabkan ulahnya yang tidak mengerjakan PR.
"Ini sudah kesekian kalinya kamu tidak mengerjakan PR ya, Aruna. Mau jadi apa kamu?" Tanya Bu Titi dengan nada sarkas.
Sedangkan yang ditanya hanya memasang wajah tak berdosa. Perlahan, mulutnya mulai mengeluarkan kata-kata, "Saya ngikutin kata-kata orang diluar sana, Bu. Katanya 'kan follow your heart. Kata hati saya, saya males, yaudah saya ikutin. Mendingan follow your heart, Bu, daripada follow Baekhyun tapi gak difollback." Jawab Aruna santai.
Bu Titi hanya bisa menggelengkan kepalanya. Saat ia ingin kembali menceramahi Aruna, pintu kantor terbuka disusul seorang figur laki-laki tinggi.
"Ditaruh mana, Bu?" Tanya sosok dibelakang Aruna.
"Ah, Aidan. Taruh disini aja." Bu Titi menunjuk mejanya yang tertempel foto Liam Hemsworth dan Tyler Posey.
Ini guru ngidol juga, Batin Aruna.
Suara sepatu dan hentakkan yang diperoleh dari anak laki-laki itu membuat Aruna menoleh dan pandangan mereka sempat bertemu selama 1 menit. Aruna tidak mengeluarkan eskpresi apapun. Melainkan, hanya alis kanannya yang terangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable
Teen FictionSaat semuanya sudah berjalan dengan baik, ada saja sesuatu yang dapat menghancurkannya. Termasuk masa lalu. Akankah Aruna dan Aidan tetap dalam rengkuhan satu sama lain, atau malah terjerembab dalam lubang yang salah?