Meet

403 145 14
                                    

        Tatapan mata itu yang akan selalu kukenang, bagaimana aku harus berpura-pura bahagia bersamanya, tanpa goresan kesedihan atau kesengsaraan. Tetapi sesungguhnya itu adalah dunia palsu yang sedang kujelajahi. Tiada tahu akhir dari sebuah tombak yang berdiri kokoh menghadap langit. Bukan karena ia tak tampan ataupun ia memiliki postur tubuh lebih besar tetapi ini masalah hati. Aku tak sanggup melukai hati seseorang secara dalam namun tak sanggup jua diriku bertahan dalam sandiwara yang sulit dipahami. Dan inilah yang harus kupilih, menghargainya atau melukainya.

        "Apaan sih lo, manggil gue sayang-sayang, geli tau." Jawabku dengan nada ketus.

        "Biar tambah romantis, Say." Goda Edo dengan mengedipkan salah satu matanya, kemudian ia mulai mengatur posisi duduknya dan melirik ke arah Anna dan Hera untuk lekas pergi meninggalkan mereka berdua.

        "Do, ini tuh sekolah buat cari ilmu bukan buat pacaran berdua-duaan. Lagi pula ya, Al tuh pengen makan bareng sama kita-kita bukan sama elo." Kata Hera yang langsung peka atas kode dari lirikkan mata Edo.

        "Aduh, Ra. Gue tau sekolah itu tujuannya buat cari Ilmu, tapi kan bosen juga kalau tiap hari kerjaanya belajar terus, hidup model macam apa itu? Mangkanya gue cari pujaan hati disekolah ini. Kalau gue ada pujaan hati disekolah ini, gue jamin deh. Si Edo, siswa yang selalu dicap sebagai rajanya telat dateng kesekolah bakalan musnah. Bener nggak say?" Balas Edo yang membuat selera makanku menurun dengan dratis.

        "Dasar nggak jelas." Seru Hera, si Ketua Rohis yang galaknya minta ampun.

        Hera itu paling anti dengan namanya PACARAN. Tetapi bukan berati Hera nggak pernah merasakan jatuh cinta. Lagi pula, Hera lumayan cerdik dalam mengontrol perasaannya maka dari itu, orang tidak akan tahu kalau ia sebenarnya lagi ngerasai yang namanya cenat cenut.

        "Elo bisa diem nggak!. Gue dan Hera udah terlanjur makan dimeja ini. Oh iya, buat tuan muda Edo... gue juga punya hak buat makan disini, ngerti!." Ujar Anna dengan tajam. Edo hanya diam dengan tatapan tajam Anna kemudian dengan cepat ia lekas meninggalkan kami tanpa bicara sepatah katapun.

        Begitulah Anna, diam tanpa kata, tak banyak berkomentar, tetapi sekali marah, hitamlah seisi dunia. Kepintarannya dalam bidang akademik itulah yang mengantarkannya terpilih  menjadi ketua Sains Ekonomi. Apalagi Anna mempunyai suara yang merdu, aduh, betapa perfectnya Anna. But, tetep aja hubungan asmaranya "Bad".

        "Btw, Zoya kemana ya?. Kok nggak ada?" Tanyaku dengan heran melihat Zoya tak makan siang bersama kami.

        "Zoya lagi keruang BK, biasa calon psikolog." Jawab Anna yang sedang fokus menghitung harga-harga makanan dan minuman yang telah kami pesan. 

        Aku menghela napas lega dengan kepergian Edo, tetapi kelegaanku tak berkesudahan rupanya, karena aku harus menarik napas panjang kemudian menghembuskannya kembali. Dan aku menemukan sebuah Parasit yang terus menempel di batang pohon yang dingin nan sejuk itu, ingin kuteriakan kepada Lisa bahwa kekasihnya itu tak akan lama menjadi miliknya. Ia akan berpaling, suatu hari nanti.

        Reno memalingkan wajahnya ke arah Edo, dan bingung kenapa wajah Edo seperti baru melihat hantu Nona empat lawang ditoilet sekolah, pucat... pucat sekali dan Lisa pun juga ikut memperhatikan Edo yang terkulai lemas.

        "Gila, gue habis di Skakmat sama Anna. Pokoknya, nada suara tuh cewek tajem banget, sumpah deh. Mangkanya gue kabur ke sini. Ngeri sih tapi Anna kok tetep cantik ya, meskipun ia marah." Keluh Edo yang tanpa sadar meninggalkanku.

        "Haha... sadar dong, lo tuh udah punya Allsha." Balas Aryo, si kapten basket.

     "What? Kamu kabur!, kamu gimana sih? Kabur kok dihadapan pacar sendiri. Dan... cuma karena omongan tajam Anna. It's Bad. Berani sedikit kenapa sih jadi cowok!." Sindir Lisa yang ternyata perkataannya lebih tajam dari Anna.

        "Elo nggak tau Lis, gimana susahnya gue ngedeketin Allsha tadi. Dia itu jutek banget, chattan gue aja jarang banget di readnya. Setiap gue ajak pergi, dia selalu bilang sibuk, jadi gue harus gimana lagi coba?." Curhat Edo dengan putus asa.

        "Dan, elo pasti taulah gimana rasanya berada diposisi gue." Sambung Edo, tiba-tiba Lisa memberi simbol kedipan mata kepada Edo agar tak membicarakan mengenai hubungannya dengan Reno.

        Ketika itu siang berlangsung dengan keheningan, tanpa kata demi kata yang terucap melalui perasaannya. Berjalan tanpa arah menyelusuri pepohonan, kerap kali kutemukan angin mencoba menggoyahkan dedaunan yang nampak muda bahkan ranting-ranting kecil pun ikut tergoda atas pesonanya. Dibalik pohon, aku menemukan Reno bersandar sembari memejamkan kedua bola mata coklatnya dan asik pada dunia khyalan yang semu. Aku hendak melewati pohon tempat ia bersandar itu, tetapi tiba-tiba aku terinjak sebuah ranting kecil yang ternyata dapat menghasilkan sebuah bunyi. Alhasil Reno pun membukakan kedua matanya.

        Kemudian, aku melihat kedua matanya sibuk mencari sumber bunyi itu berasal. Satu, dua, tiga... Reno dengan Perlahan membalikkan tubuhnya ke arahku, lantas kedua matanya saling berhadapan dengan kedua mataku. Butuh berapa detik, untuk kami menetralkan moment tersebut. Tetapi angin menghembus lebih sejuk bahkan angin tak mampu berani menggoyahkan detik yang berjalan. Dan aku telah lama menunggu seseorang secara tak pasti. Hari ini ia berada di depanku, dekat... sangat dekat. Kakiku diam tanpa bergerak, sedangkan matanya seperti salju pada musim dingin. Tetapi sekilas aku melihat lautan biru, sejuk sekali.

        "Hai, Sha. Mau cari Edo ya?." Sapa Reno dengan senyum manisnya.

        Mataku tak berkedip, detak jantung mempercepat, tak dapat ku nyatakan mana simpul nyata dan mana simpul semu. Aku terbawa oleh suasana yang mencoba melawanku untuk bertahan mengagguminya dan menunggunya.

        Dafne, aku tidak tahu bagaimana pertemuan pertamamu dengan apollo, entah indah atau tak sesuai dengan yang kau impikan, tetapi untuk pertama kalinya Reno menyapaku, hangat sekali rasanya. Walaupun terbesit kekecewaan atas pertemuan pertama kami yang tak sesuai dengan harapanku. Namun, bagiku melihatnya tersenyum, kemudian berbicara sejenak dengannya, dan berada didekatnya, itu sudah cukup membuat hatiku gembira untuk saat ini. Pertemuan itu takkan sampai disini bukan? siapa yang tahu, jika selanjutnya mungkin akan indah tanpa kusadari.
       
   

    

       

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Last Of LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang