[ D U A ]

7 2 0
                                    

[ I DO ]

Bulan berlalu, pembicaraan Disa dan Afa di kala pagi itu sedikit demi sedikit mulai teralihkan oleh pekerjaan mereka yang menyita waktu dan pikiran.

Kesibukan pekerjaan Disa dan Afa jugalah yang membuat mereka sulit untuk bertatap muka.

Tok! Tok! Tok!

Pintu ruang kerjanya terbuka.

"Maaf Mbak Disa, ada tamu untuk mbak Disa di ruang tunggu ... sepertinya Ibunya mbak Disa," Kata Nina, asisten Disa.

Ibu? Pikirnya.

"Tolong bilang kan ke Ibuku Nin, untuk menunggu sebentar," perintah Disa pada Nina.

"Baik Mbak," jawab Nina sebelum beranjak dari ruang kerja Disa.

Disa segera merapikan tumpukan pekerjaan yang ada di desk-nya. Mengambil Kelly Bag maroon miliknya serta ponsel yang ada di meja, Disa keluar untuk menemui ibunya.

Ruang tunggu terletak satu lantai di bawah berpetak-petak ruang kerja pribadi masing-masing pegawai di yayasan tempat Disa bekerja--yang berada di lantai dua, Ia harus menuruni tangga untuk menuju tempat ibunya berada.

Terbiasa naik turun tangga selama dua tahun ini tidak membuatnya nampak lelah dan berkeringat. Dari kejauhan nampak ibunya sendirian duduk di kursi tunggu.

"Sudah lama, Bu ... datangnya?" Tanya Disa sambil menyalami
lantas mencium punggung tangan ibunya.

"Baru saja ... kamu sibuk?" Tanya ibunya sambil mengelus rambut hitam putri sulungnya.

"Pekerjaan bisa ditunda sampai jam makan siang berakhir, Bu ... Ibu kenapa ndak telepon dulu?" Tanya Disa, "Tahu gitu kan nanti pulang kerja Disa usahakan mampir ke rumah."

"Ndak papa ... ini Ibu sekalian dari pasar tradisional beliin bapakmu ikan segar. Bapakmu tadi pagi ingin dimasakin menu dari ikan laut. Sekalian saja ibu ingin mampir kesini."

"Kita ke kantin yuk, Bu," Ajak Disa sambil menghela Ibunya untuk berjalan bersamanya.

Kantin di kantor Disa masih nampak lengang karena belum semua pegawai di kantornya memilih untuk having lunch and take a break. Kondisi akhir tahun mungkin yang membuat hampir semua orang di kantornya tak beranjak dari pekerjaan. Memilih untuk lembur untuk menyelesaikan tanggungan pekerjaan mereka sebelum menikmati masa libur.

Disa dan ibunya memilih untuk duduk di meja dekat jendela yang menghadap taman persis di belakang kantor Disa. Disa memesan sepiring gado-gado dan segelas teh hangat untuknya dan memesankan semangkuk soto ayam dan segelas teh hangat juga untuk Ibunya.

"Ibu apa kabarnya? Bapak sama adik-adik sehat kan, bu?" Tanya Disa.

Ibunya mengangguk, "Alhamdulillah semua orang rumah sehat semua hanya sepertinya Dela pas ibu telepon pagi tadi sedikit flu, nduk. Kamu sehat kan? Akhir-akhir ini kamu jarang mampir ke rumah," Tanya ibunya, "Sibuk sekali ya, nduk?"

Dela adalah adik Disa yang pertama. Yang saat ini tinggal bersama neneknya dari pihak bapaknya di Jogja, Dela memilih untuk melanjutkan kuliah kedokterannya di Jogja selepas lulus SMA. Sekaligus menemani neneknya yang hidup sendiri setelah suaminya meninggal. Neneknya tak mau ikut tinggal bersama anak-anaknya yang semuanya sudah berkelurga. Neneknya memilih untuk tetap tinggal di rumahnya yang penuh kenangan bersama mendiang suaminya.

Ibu Bapaknya kini hanya tinggal ditemani adik bungsu Disa. Dira, gadis kecil kesayangan seluruh keluarganya. Usianya empat belas, baru duduk di kelas delapan. Tiga anak bapak ibunya semuanya perempuan, hingga tak salah jika mereka menginginkan Disa untuk segera menikah dan memiliki anak. Dan memberi mereka cucu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BELENGGU KENANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang