Ali kini sedang dalam perjalan pulang. Ia sedikit melamun tentang masalah dirumah Prilly tadi. Ia juga tak habis pikir, jika Prilly akan melakukan hal sekasar itu padanya.
.
Elda hanya mengusap-usap singkat puncak kepala putranya. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan Ali saat ini.
.
"Udah sayang, jangan terlalu diambil hati. Mungkin dia cuma shock aja." Elda berusaha menghibur Ali.
.
"Bukan gitu, mi." Ali berucap lemah. "Dia bukan sekedar shock, tapi Ali tau kalo ada alasan lain dari perlakuan dia tadi." lanjut Ali lalu menghela nafas berat.
.
Elda tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia tak mau melihat Ali terlalu berpikiran berat. Namun, ia tak berdaya untuk bisa menghibur anaknya saat ini.
.
Ali sedikit meringis dan menyandarkan kepalanya ke kaca mobil. Elda pun langsung melajukan mobil yang dikendarainya itu lebih cepat lagi.
.
Perasaan wanita paruh baya itu semakin tak menentu saat Ali mulai sering meringis dan mual. Ia pun memutar balik arah tujuan menuju ke rumah sakit.
.
"Sabar ya, nak. Kita ke rumah sakit sekarang." ucap Elda yang mulai bernada parau. Tangisnya tak bisa lagi ditahan.
.
***
.
Sementara ditempatnya, Asna sedang meminta penjelasan pada Prilly. Penjelasan atas perlakuannya pada Ali tadi saat pertemuan.
.
Namun, Prilly hanya terus diam dan pura-pura tertidur. Walau sebenarnya ia kini sedang memangis kecewa. Entah apa yang membuatnya merasa demikian.
.
"Kamu sebenernya kenapa sih, nak? Kok kamu malah kayak gini? Apa salah Ali, sampe kamu harus nampar dia?" tanya Asna namun tak mndapat respon sama sekali dari putrinya.
.
Asna pun mulai jengah. Ia pun krluar dari kamar putrinya dengan langkah kesal. Sementara, Prilly langsung membuka mata dan mulai menangis sepuasnya.
.
"Maafin Prilly karena gal bisa jelasin ke kalian. Tapi, Prilly bener-bener kecewa sama Ali. Prilly keael sama dia..." ucap Prilly ditengah tangisnya.
.
Ia tak bisa memungkiri jika ada rasanya yang bisa dimiliki oleh Ali. Namun, pertemuan tadi telah membuatnya hancur. Ia merasa sangat kecewa, dan alasan itu belum jelas maksudnya.
.
Prilly merasa bingung sendiri dengan sikapnya tadi. Tapi, naluri dan otaknya malah membenarkan apa yang tadi ia lakukan.
.
Prilly yang bisanya tenang dan bisa saja saat merasa hancur karena laki-laki. Sekarang malah berbalik 180 derajat dari yang sebenarnya.
.
Entah mengapa, sejak ia mengenal Ali, Prilly bisa menangis hanya karena hal seperti ini. Bisa berubah secepat kilat ketika berada di dekat Ali. Menjadi wanita cengeng setelah Prilly benar-benar yakin bahwa ia mencintai Ali.
.
Hal yang palinh tepat unyuknya saat ini adalah tidur. Ya, itu yang sekarang Prilly lakukan.
.
***
.
Di sisi lain, tepatnya di rumah sakit, Elda masih menunggu dokter keluar dari ruang tempat anaknya ditangani. Ia kadang berjalan mondar-mandir karena terlalu cemas.
.
Tak lama, seorang wanita muda berjas putih pun keluar dari ruangan tersebut. Elda langsung menghampirinya.
.
"Sofi, gimana keadaan adek kamu sekarang?" tanya Elda pada wanita yang ternyata adalah anak dari adiknya. Ya, Sofi adalah sepupu Ali.
.
"Tenang tante, Ali cuma terlalu mikirin sesuatu. Apa ada masalah sa dia?" Sofi berusaha meyakinkan dan mencari informasi tentang Ali.
.
Elda pun mengangguk. Ia menceritakan tentang apa penyebab Ali sampai seperti ini. Awalnya, Sofi sedikit marah dan meminta agar perjodohan itu dibatalkan. Namun, setelah Elda mengatakan bahwa ini semua adalah amanat dari mendiang papinya Ali, Sofi pun tak bisa bicara lagi.
.
"Kalo aja ini bukan amanat dari mendiang om Nio, pasti Sofi akan temuin perempuan itu." Sofi masih geram. "Iiihh...kesel tau, tante." lanjutnya.
.
"Sudah, gak apa-apa. Prilly juga kan sahabatnya Ali. Mungkin dia kaget aja." ucap Elda menenangkan keponakannya itu.
.
Sofi pun mengangguk. Ia mulai berpikir dua kali untuk menemui Prilly. Tak mau jika nanti malah semakin runyam masalah ini.
.
"Maaf dokter Sofi, pasien sudah siuman." ucap seorang suster yang baru keluar dari ruangan.
.
"Oh, terima kasih." Sofi tersenyum. "Ayo tante, kita masuk." lanjutnya mengajak Elda juga.
.
Saat di dalam, Ali menatap kosong kearah horden jendela yang melambai-lambai seperti sedang menghiburnya.
.
"Ali..." panggil Elda. "Masih sakit ya, nak?" tanyanya sambil mengusap lembut rambut Ali.
.
Sofi pun memeriksa suhu tubuh, denyut nadi dan jantung Ali. Ia pun menuju ke mejanya untuk menuliskan resep obat yang baru.
.
"Ali mau pulang, mi." ucap Ali benar-benar lemah. Namun, belum menoleh dari posisinya.
.
"Nak, tolong jangan begini." Elda berusaha mencegah keinginan Ali.
.
"Ali mau pulang, mi. Ali mau pulang!!" Ali menoleh dan memelas dengan manjanya.
.
Elda tak bisa menolak jika anaknya sudah berkelakuan seperti itu. Ia pun meminta izin pada Sofi. Beruntung dokter muda itu mau memberi izin, namun dengan syarat.
.
"Inget ya, dek. Jangan lupa minum obat. Terus, infusnya jangan dilepas dulu." Sofi memeluk dan mencium singkat kening sepupunya itu.
.
Ali hanya mengangguk dan tersenyum tipis dan singkat. Ia tak mau lama-lama lagi berada di rumah sakit. Menurutnya, Sofi sangatlah cerewet. Hal itu malah membuat kepalanya terasa semakin sakit. Apalagi jika Sofi sudah terlalu memanjakannya. Ali malah semakin merasa mual dan jijik.
.
#SKIP
.
Pagi ini, Prilly berangkat ke sekolah. Saat di koridor, ia bertemu dengan dua musuh bebuyutannya. Prilly berusaha menghindar. Bukan karena takut, tapi ia sedang malas untuk meladeninya.
.
"Eeiittssss...putri tomboy kok menghindar sih, hmmm? Udah takut lo sama kita?" Arta, salah satu dari musuh Prilly, pun tertawa.
.
"Kayaknya dia lagi galau deh, Ta. Biaa juga lo galau." timpal Ratu, sahabat Arta.
.
"Gua gak takut sama kalian. Gua juga gak sama sekali galau." tegas Prilly sambil menatap tajam kearah keduanya.
.
"Lalu..?" ucap Arta dan Ratu bersamaan.
.
"Gua cuma lagi males buat ngeladenin cabe-cabean gak penting kayak kalian!! Puas!!" ucap Prilly dengan nada yang sedikit tinggi. Ia pun berlalu meninggalkan musuh-musuhnya.
.
Dan, saat sampai di kelas, Frisca dan juga Angga langsung heboh menyambut Prilly. Mereka memberi tahu jika sekarang Ali sedang sakit.
.
Tak bisa dipungkiri oleh Prilly, jika ia merasa sangat terkejut. Ia sama sekali tak tahu jika Ali sedang sakit. Prilly pun duduk di kursinya. Membenamkan wajahnya ke kedua tangannya diatas meja.
.
Kedua sahabat hanya bisa menatap bingung pada kelakuan Prilly saat ini. Mereka tak tahu apa yang terjadi hingga membuat Prilly maupun Ali dalam keadaan seperti ini.
.
Prilly mengangkat wajahnya. Ia langsung berlari keluar kelas menuju ke rooftop. Ia melihat tempat dimana ia dan Ali bisa bercengkrama dan bercanda. Prilly pun mulai menangis.
.
"Lo bener-bener nyebelin, Ali!! Lo nyebelin!!" pekik Prilly sambil menangis.
.
Prilly semakin kecewa dengan Ali. Walau pun, ia tak bisa memungkiri jika saat ini ia sangat mengkhawatirkan keadaan Ali. Tapi, ego sudah terlalu besar menguasai dirinya.
.
Handphone-nya berbunyi. Ia segera menghapus air mata dan menjawab telponnya.
.
"Iya, kenapa mi?" tanya Prilly.
.
"Ayo cepet pulang, nak. Papi udah jemput kamu." jawab Asna diseberang sana.
.
"Tapi buat...." ucap Prilly terpotong karena tanpa babibu, maminya langsung memutus sambungan teleponnya.
.
Prilly hanya bisa terus merasa bingung sambil berjalan meninggalkan rooftop dan menuju ke lantai dasar sekolah.
.
Di kelas, Prilly menemukan papinya sedang bertanya pada Frisca. Dan, saat melihat Prilly, ia langsung mengambil tas anaknya dan membawa Prilly pulang.
.
Di perjalanan pulang, Prilly pun bertanya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia pun mendapatkan jawabannya. Sama seperti yang tadi kedua sahabatnya katakan.
.
Prilly sudah tak bisa membantah untuk menjenguk Ali. Kedua orang tuanya memang sangat sulit untuk dilawan. Terutama papinya.
.
Saat sampai di rumah Ali, mereka pun langsung masuk karena pintu utama memang terbuka begitu saja.
.
Di ruang tamu, Prilly melihat maminya yang sedang berbicara serius dengan Elda, maminya Ali.
.
"Prilly, kamu temui Ali di kamarnya ya. Kita mau bicara dulu. Tolong, nak." pinta Firman sambil mengusap pelan rambut putrinya itu.
.
Prilly tak menjawab, hanya mengangguk saja. Dan, ia pun menuju ke kamar Ali dengan ditemani oleh Sofi.
.
"Kamu Prilly yang mau dijodohin sama Ali?" tanya Sofi sambil menaiki anak tangga menuju ke kamar Ali di lantai tiga.
.
"Iya." singkat Prilly yang membuat Sofi agak geram.
.
"Terus, kamu kenapa waktu itu nampar adek sepupu saya?" Sofi menahan langkahnya juga langkah Prilly.
.
"Aku cuma kecewa aja kak, sama Ali." jawab Prilly sedikit melemah.
.
"Kecewa? Apa yang buat kamu kecewa sama dia?" Sofi terus mengintrogasi calon istri sepupunya itu.
.
"Aku belum siap buat menikah. Kenapa Ali gak nolak dan minta supaya pernikahannya nanti setelah lulus SMA? Itu yang buat aku kecewa sama dia." jelas Prilly dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
.
"Jadi cuma gara-gara hal itu, kamu kecewa sama Ali?" tanya Sofi dan Prilly pun mengangguk. "Miris banget kamu Pril, Pril...ck!!" lanjutnya yang membuat Prilly sedikit terkejut.
.
"Maksud kakak?" Prilly tak terima dengan ucap Sofi.
.
"Kamu belum tau siapa Ali yang sebenarnya. Dia laki-laki bertanggung jawab tinggi. Perjodohan kalian amanat dari almarhum papinya. Kapan pun pernikahan akan berlangsung, Ali gak bisa nolak keputusan itu." jelas Sofi sambil menatap nanar kearah Prilly.
.
Prilly terdiam. Ia juga memang merasa bersalah karena sudah menampar Ali. Tapi, ia juga tetap kecewa karena alasannya yang dianggap kurang logis oleh Sofi.
.
"Dan asal kamu tau, Pril. Ali sakit kayak gini karena banyak pikiran. Dan pikiran terakhirnya sebelum sakit, ya karena tamparan kamu. Sikap kamu yang buat dia sakit." ucap Sofi hingga membuat Prilly kembali terkejut.
.
"Kenapa karena aku?" tanya Prilly yang kurang terima dengan tuduhan Sofi padanya.
.
"Iya, Ali gak bisa punya banyak pikiran atau terlalu memikirkan satu hal. Dia akan langsung drop, kalo ada masalah. Termasuk tamparan kamu yang alasannya belum dia ketahui. Iya, dia terlalu memikirkan apa yang jadi alasan kamu sekasar itu ke dia." ungkap Sofi panjang lebar.
.
Prilly terdiam. Ia kini mulai bisa mengalahkan egonya. Ia ingin meminta maaf pada Ali. Perlakuannya kemarin bukanlah satu hal yang pantas untuk Ali dapatkan. Pemikirannya tentang Ali ternyata salah besar.
.
Sofi pun mengejar Prilly yang sudah lebih dulu berlari menaiki anak tangga ke lantai tiga. Sementara, Prilly berlari dengan cepat seperti tanpa lelah untuk bisa cepat sampai dikamar dan meminta maaf pada Ali.
.
***
.
Sementara di ruang tamu, kedua orang tua Prily dan mami Ali sedang asik membicarakan tentang masalah lamaran dan pernikahan anak-anak mereka.
.
Elda pun mengatakan jika sebaiknya acara tersebut dilakukan secepatnya. Ia ingin segera memberi tahukan hal baik itu pada almarhum suaminya. Ia ingin membuatnya tenang karena amanat itu telah dilaksanakan. Pun dengan kedua orang tua Prilly yang merasakan hal sama.
.
Pembicaraan itu akhirnya membuahkan hasil. Dalam beberapa bulan kedepan, Ali dan Prilly akan segera dinikahkan.
.
***