chapter 1

3.3K 94 6
                                    

“Trlitt... trlitt... trlitt...”

Suara alarm jam membangunkan Setiadi yang masih lelap. Jam menunjukkan waktu 6 pagi tepat.

“HHHHH....Senin lagi”

Gumannya sambil menguap. Ia bangun kemudian duduk sebentar. Dengan mata setengah tertutup ia berdri dan berjalan mngambil jgayung yang didalamnya terdapat seperangkat alat2 kebersihan. Ia membuka pintu kamarnya dan berjalan kearah kamar mandi sambil membawa haduk yang tergantung di depan kamarnya. Dengan langkah gontai ia masuk ke kamar mandi, menutup pintu dan melepas pakaiannya. Semua ini ia lakukan tanpa sadar.

Brrrrr..... gayung pertama menyiram tubuhnya. Tak setiap hari air di Jakarta menjadi begini dingin. Biar bagainmanapun ia harus bertahan. Tak banyak waktu baginya untuk menikmati dinginnya air di kota Jakarta. Sejak kepindahannya ke daerah Grogol Setiadi harus berusaha bangun lebih pagi. Namun Setiadi tak pernah mengeluh, karena ia betah kos di daerah itu. Setiadi menyabuni badannya dan tak lama kemudian ia mengambil gayung.



“satu... dua... tiga...”

gumannya. Terdengar suara desiran air sebanyak lima kali. Dengan tubuh menggigil kedinginan ia meraih handuk, mengeringkan tubuhnya, mengikat nya di pinggangnya. Ia buka pintu kamar mandi dan berjalan menuju kamarnya.

Masuk di dalam kamar, ia membuka handuknya, mengamati tubuhnya, berkuning langsat, hampir tak berbulu kecuali di daerah sekitar paha, sedikit bulu kasar di daerah betis, sisa otot yang hampir terbentuk , namun mengendur kembali. Ia mengambil setelan kerjanya. Setelah memeriksa semuanya, ia mengambil jam tangannya, melirik kearahnya, jam 6:30. Masih cukup waktu untuk  berangkat ke kantor. Sejak kepindahannya, ia memang harus bangun lebih pagi, selain bisa bebas menggunakan internet sebelum jam kantor, juga tidak di buru2 waktu lagi seperti waktu kos di daerah Karet, dimana ia hampir selalu bangun mepet waktu. Ia mengambil tasnya, meraih ponselnya, keluar dari kamarnya, megunci pintu. Ia berjalan keluar dari jalan Muwardi yang masih sepi. Di jalan raya ia menyebrang melalui jembatan penyebrangan, menunggu angkot B91. Tak lama angkot pun datang dan menunggu sebentar, ia pun sudah dalam perjalanan. Sesampainya di daerah dekat pusat perbelanjaan di persimpangan Grogol, ia menunggu bis besar 213 atau Patas AC 50 yang membawanya ke kantor.

Sambil menunggu ia memperhatikankerumunan orang- orang yang sama sepertinya, menunggu bis yang membawa mereka memulai hari- hari dan minggu- minggu penuh beban dan tekanan hidup.

Tak lama menunggu, datanglah bis regular 213. Ia  dan sekerumunan orang- orang memasuki bi situ dan langsung menduduki tempat yang masih kosong karena masih pagi. Bus yang ia naiki berjalan cepat karena berburu waktu dengan bus jurusan sama persis mengejar di belakannya. Tak butuh waktu lama untuknya sampai ke tempat kerjanya. Ia turun dari bus dan berjalan kaki setelah turun dari busnya ke arah salah satu tower di jalan Thamrin. Ia berjalan masuk pelataran parkir. Lalu ia melihat seseorang turun dari mobil dan membungkukkan badannya, mengambil tasnya. Berpas- pasan dengan ia membalikkan badannya, Setiadi sedang berjalan persis di hadapannya. Sekejap matanya menatapnya, dibalas oleh Setiadi sendiri yang tanpa sengaja menatap balik kearahnya. Tak berfikir banyak ia berjalan melewati sosok itu.

“hmmm... boleh juga orangnya”

Gumannya dalam benaknya sambil melewati pintu utama, menuju elevator. Pintu elevator langsung terbuka dan Setiadi masuk kedalam dan menekan tombol lantai kantornya.




Saat dia sedang melihat pintu elevator mulai tertutup, ia melihat seseorang berlari ke arahnya, mengejar elevator supaya tak tertinggal. Setiadi menekan tombol open door sambil menunggu orang itu masuk. Setelah masuk, baru setiadi melihat orang itu yang sama dengan yang ia lihat di pelataran parker itu. Setiadi sendiri menekan tombol 31, sementara dia menekan tombol 24. Lift pun segera naik membawa mereka berdua. Sejenak mereka saling bertukar pandang. Sosok itu melempar senyuk kearah Setiadi pun membalas senyuman itu. Dan elevator itu pun berhenti di lantai 24 dan sosok itu keluar dari elevator, meningalkan Setiadi dengan selaksa teka teki. Lalu lift pun melanjutkan perjalanannya ke lantai kantornya. Setelah sampai di sana, Setiadi keluar dari elevator, berjalan masuk sambil menyapa operator.

Persimpangan {2 BOOKS COMPLETED}. Cover By: Devian ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang