bab 3

989 46 5
                                    

Setiadi sejak itu berusaha untuk menjaga jarak dengan Randy maupun Cindy. Namun karena mereka bekerja di satu gedung, tawaran makan siang atau hang out sore tidak bisa Setiadi hindari. Satu minggu sesudah itu, Setiadi dihubungi Randy lewat pesan ingin mengajaknya makan malam. Setiadi lalu memberi kabar kepada Jimmy kalau ia akan pulang lebih malam. Ia masih bingung hendak kemana makan malam di daerah Thamrin. Lewat jam enam sore ia sudah di hubungi Randy untuk bersiap - siap. Setibanya di lobby, Randy masih belum terlihat. Ia menunggu sekitar lima menit kemudian satu pintu lift terbuka dan Randy berada di keramaian itu.

"Sori lama nunggu lift nya. Yuk cabut."

"Mau kamana kita?"

"Ke Hard Rock cafe yang deket."

"Okay... masih demen ke sana?"

"Gak terlalu sering sih, seringnya sekarang bawa bekel dari rumah."

Mereka berjalan hingga parkiran mobil. Setiadi memperhatikan gaya jalan Randy yang masih saja sama seperti dulu, mendekati mobil yang belum pernah ia lihat, mobil sedan berwarna biru gelap.

"Ran, lu ganti mobil?"

"Iyah, yang lama masih ada, cuma disimpen di rumah aja, paling dipake kalo mau ke mall aja yang deket - deket."

Randy membuka pintu dan mereka pun masuk. Hawa mobil baru cukup menusuk hidung Setiadi. Mobil Audi A4 yang masih baru terlihat dari simbol di roda kemudinya.

"Baru satu bulan, yah masih bau lah."

"Keren, pake Audi."

"Yah kwalitasnya gua suka."

Lalu Randy menjalankan mobilnya ke jalan raya dan mengarah ke Thamrin. Suasana resto cukup ramai namun mereka masih mendapatkan tempat duduk, hanya saja pesanan mereka tertahan agak lama karena masih banyak meja yang belum dapat makanan. Randy banyak mengobrol tentang kehidupannya sebagai suami dan ayah, Nicholas dengan perkembangan dan masalah alergi debu. Setiadi dalam hatinya serasa teriris mendengar cerita bahagia Randy yang mempunyai keluarga lengkap, namun gemblengan hidup di Surabaya sudah merubah Setiadi menjadi sosok yang kebih kuat dan tahan banting. Randy beberapa kali menatap kearah bibir yang bertahun - tahun lalu pernah ia cium yang kini terlihat lebih memerah, dengan penampilannya yang baru membuatnya silau akan ketampanan Setiadi yang baru.

“Di, gua mau ngobrol sesuatu ama lu.”

“Ngobrol apa?”

“Tentang surat perpisahan lu, lu kabur begitu saja.”

“Ran, itu sebenarnya udah gua sebut di surat, lu juga tahu betul situasi gua saat itu. Gua sih asumsi lu udah maklum kenapa gua milih melakukannya.”

“Gua sedih kenapa lu harus kabur, gua kan masih sayang lu.”

“Randy, gua memang dapet kesempatan di mutasi ama kantor, sekalian gua bisa menata ulang hidup gua. Gua merasa salah udah jatuh hati ama seorang straight.”

“Memang salah ama perasaan kita?”

“Disaat gua mulai mencintai lu, disitu gua merasa udah mulai melakukan kesalahan. Gua harusnya jaga perasaan gua.”

“Yadi, gua gak ngerasa salah dengan perasaan lu terhadap gua, kenapa harus terus salahin diri lu?”

“Karena lu awalnya straight sebelum lu kenal gua.”

“Kalo gua jadi sayang lu memangnya kenapa?”

“Karena gua waktu itu mencintai lu. Gua terlalu ingin memiliki lu.”

“Kalo sekarang gimana perasaan lu terhadap gua?”

Setiadi terdiam beberapa saat.

“Gua jujur masih ada perasaan lama gua. Itu yang buat gua gak mau terlalu deket… gua takut kesalahan yang sama terulang lagi.”

Persimpangan {2 BOOKS COMPLETED}. Cover By: Devian ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang