Untuk kesekian kali, Uzumaki Naruto menatap cermin memeriksa refleksi wajahnya. Tentu saja itu bukan dirinya yang biasa. Kebiasaannya yang bahkan tidak mandi beberapa hari mulai dia hilangkan, khusus untuk hari ini dia bahkan menggosok tubuhnya berulang kali dengan sabun beraroma orange.
Seberapa kerasnya pun dia menatap cermin, tidak akan membuat wajahnya lebih tampan, rambut kuningnya tidak akan tumbuh dalam sekejap, dan kumis kucingnya tidak akan menghilang. Naruto melirik lagi gambar ayahnya yang menurutnya lebih tampan dari dirinya.
Naruto mulai sadar diri dengan penampilannya, saat keluar rumah dia akan membasuh muka dan memakai wewangian. Sebenarnya dia malu mengakuinya bahwa dia selalu membawa penyegar napas didalam tas pinggangnya. Tentu saja kita semua tau apa kegunaannya.
Sejak menjalankan misi menyelamatkan Hyuga Hanabi yang diculik oleh Otsutsuki Toneri, Naruto akhirnya menyadari perasaan cintanya pada Hyuga Hinata.
Perasaan yang tiba-tiba datang itu begitu mengejutkannya. Ternyata perasaannya pada Hinata sudah ada sejak lama, hanya saja dia tidak bisa memahaminya.
Singkatnya hari ini dia akan berkencan dengan Hinata, bukan sekedar kencan biasa. Naruto sudah melakukan ratusan kali simulasi dalam pikiranya bahwa, pertama-tama mereka akan jalan-jalan, kemudian makan siang ramen bersama di Ichiraku, kemudian menghabiskan waktu diatas Monumen Hokage sambil menikmati pemandangan desa. Rencana yang sempurna.
Naruto memeriksa sekali lagi isi tasnya, memastikan semuanya barang bawaanya lengkap, yang terpenting dari semuanya adalah sebuah kotak kecil berlapis beludru berwarna ungu.
"Yosh." Naruto mengangkat tinjunya ke udara.
"Semangat." Kemudian dia melangkahkan kaki keluar dari apartemennya.
Tempat pertemuan mereka adalah tempat latihan tim tujuh, pemilihan tempat ini bukan tanpa alasan, mereka terlalu malu ketahuan sedang berkencan.
Naruto trauma setelah semua orang tau bahwa dia dan Hinata berciuman di bawah sinar bulan, selama beberapa hari teman-teman dan warga desa tak henti-hentinya menggoda mereka. Apalagi Hinata yang pemalu, sepanjang hari wajahnya selalu saja merah. Naruto bahkan sudah menyiapkan sanggahan apabila mereka kebetulan berpapasan dengan teman.
"Naruto-kun," Hinata malu-malu menyapa kekasihnya.
"Oh. Hinata." Pemuda itu buru-buru memperbaiki posisinya berdiri karena bersandar pada batang pohon selama setengah jam.
"Menunggu lama?"
"Ah tidak, aku baru saja sampai," bohong Naruto. Dia tidak mengetahui bahwa Hinata datang satu jam lebih awal dari waktu yang mereka sepakati dan memantau Naruto dari jauh dengan byakugan.
Mereka jalan bersisian dalam diam, tak ada satu orang pun yang berinisiatif untuk memulai obrolan. Mereka hanya mencuri-curi pandang satu sama lain dan saat mata mereka bertemu, mereka hanya akan saling pandang kemudian memalingkan muka dan tersenyum malu.
Kesunyian mereka buyar saat perut Naruto yang kelaparan berbunyi sangat keras. Dalam usahanya untuk tampil sempurna dia lupa memberi sarapan dirinya sendiri.
"Ayo. Akan ku traktir ramen Ichiraku," Naruto memalingkan wajahnya yang merah.
"Naruto-kun tidak sarapan?"
"Aku sarapan kok, hanya energinya habis saat aku melatih jutsu baru," Naruto berbohong lagi.
...
Paman Teuchi dan Ayame menyambut pasangan kita ini dengan meriah, bahkan memberikan diskon setengah harga untuk pasangan kekasih ini.
"Kami tidak sengaja bertemu dan sama-sama ingin makan ramen," Naruto berkilah, saat pemilik kedai ramen dan putrinya itu menggoda mereka.
Ayame tak henti-hentinya berbicara sendiri, tentang betapa serasinya mereka, pasangan paling romantis di Konoha, dan sangat beruntung mendapatkan satu sama lain. Naruto dan Hinata menyantap ramen mereka dengan kecepatan tinggi kemudian buru-buru meniggalkan kedai, sementara Ayame dan ayahnya tersenyum bahagia.
...
Memandang desa dari ketinggian patung Hokage tidak pernah membutnya bosan, apalagi sekarang dia bersama Hinata, seakan-akan desa dibawah mereka berkali-kali lebih indah. Warna-warni bangunan bagai bunga musim semi. Atap-atap rumah yang mulai berkarat bagai daun maple di musim gugur.
Naruto mengeluarkan kotak berharganya, rasa gugup mulai menyerang, keringatnya bercucuran yang tidak ada hubungannya dengan panas matahari karena sekarang adalah musim dingin. Keberaniannya hilang entah kemana, tenggorokannya kering dan jantungnya berdebar tak beraturan.
"Hi--nata," akhirya suara Naruto terdengar. Byakugan no Hime itu menoleh mendapati kekasihnya gemetar.
"Naruto-kun, ada apa?"
"Hinata maukah kau menikah dengan ku?" Perasaan lega Naruto tak terlukiskan, seakan batu besar yang menghimpit dadanya sudah hilang.
Hinata menutup wajahnya yang merona, kemudian tersenyum sangat manis menatap safir biru di mata Naruto. "Naruto-kun maafkan aku, aku tidak bisa menikah dengan mu."
Naruto terperanjat dengan wajah konyol. Batu besar yang tadinya sudah hilang dari hatinya kini kembali dengan wujud yang lebih besar, dijatuhkan dari tempat yang sangat tinggi, tapi kali ini menimpa kepalanya.
Rambut biru gelap itu menyembunyikan bibir Hyuga Hinata yang menyeringai.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Amethyst Stone
FanfictionAfter The Last movie Sebuah usaha untuk menggagalkan lamaran Naruto Cerita ringan perjuangan cinta Naruto melawan calon ayah mertua Naruto disclimer Masashi Kishimoto Warning Ooc, Typo, dll Genre Romance, humor Rate T