Daging sapi panggang itu berpindah dengan cepat dari pemanggang ke mulut Chouji, membuat Ino kesal karena rekan se-timnya itu juga mengincar daging panggangnya. Sedang Shikamaru hanya dengan melihat Chouji makan dengan lahap sudah membuatnya kenyang.
Kebiasan berkumpul Tim Sepuluh ini tidak berubah sejak dulu bahkan sampai sekarang ketika mereka membicarakan rencana untuk esok hari bersama semua rekan-rekan mereka di Yakiniku Q.
...
Sejak Naruto meninggalkan apartemennya, mereka bertiga sudah mengintainya dari kejauhan. Menyaksikan gerak-gerik Naruto yang gugup namun terlihat sangat bahagia.
"Lihat dia, bagaimana mungkin kita tega melakukuan ini," kata Ino.
"Kau kira kami mau," kata Shikamaru menguap lebar.
"Hyuga pemarah itu tidak bisa membiarkan aku tidur dengan tenang," lanjutnya.
"Hmmm." Chouji memasukkan segenggam keripik kentang ke dalam mulutnya, dia tidak mau membuang waktunya untuk berbicara, hanya berkonsentrasi pada makanannya saja.
Mereka mengikuti Naruto menuju tempat latihan Tim Tujuh. Ino bertambah kesal menyaksikan adegan tatap-tatapan canggung antara sepasang kekasih itu.
"Kenapa aku harus menyaksikan ini?"
Tanpa sadar Ino sudah menghancurkan dahan pohon yang lumayan besar. Bagaimana tidak, hubungannya dengan Sai tidak seperti harapannya akan hubungan romantis, yang dilakukan Sai hanyalah tersenyum sepanjang waktu. Yah, mungkin tidak semuanya payah, Ino mengingat lukisan dirinya berada di sebuah padang bunga dengan Sai menggenggam tangannya. Kekasihnya Sai memang sulit mengekspresikan perasaannya.
"Shikamaru apa kita harus terus mengikuti mereka?" Chouji melihat pada pasangan yang kini menuju Ichiraku Ramen.
"Tidak perlu. Memang kemana lagi Naruto akan pergi untuk menghindari semua orang," Shikamaru menolehkan kepalanya ke arah pahatan wajah para Hokage.
...
Bayangan gelap hutan di belakang monumen Hokage menyamarkan keberadaan mereka. Sebuah pengeras suara kecil yang terhubung dengan earphone sudah mereka tempatkan di pahatan kepala Yondaime Hokage. Kini Tim Sepuluh hanya harus menunggu. Hyuga Hiashi menekankan rencana mereka tidak boleh diketahui oleh Naruto dan Hinata, jadi harus dilakukan dengan hati-hati. Shikamaru yakin, Naruto tidak akan menyadari kehadiran mereka, dia tidak akan berkencan dengan menggunakan sage mode.
Chouji membangunkan Shikamaru yang sudah tertidur pulas, sedangkan Ino tak henti-hentinya menggerutu tentang semua hal.
"Mereka datang," Chouji mengguncang tubuh Shikamaru yang membuka matanya dengan malas.
"Baiklah. Tunggu aba-aba dan lakukan seperti rencana," kata Shikamaru sambil menguap dan menggosok matanya. Ketiganya kini mendengarkan dengan seksama percakapan Naruto dan Hinata.
"Lihat Si Bodoh itu, tubuhnya sampai gemetar," kata Ino mengintip dari balik pohon.
"Kasihan Naruto," kata Chouji. "Itukah cincinnya, di dalam kotak itu?"
"Fokus, kalian berdua. Aku tidak bisa mendengar suara mereka," Shikamaru meletakkan telunjuknya di bibirnya, menyuruh mereka diam.
Suasana kembali tenang, dari kejauhan mereka melihat Naruto mendekati Hinata yang memandang kearah desa.
"Hi--nata."
"Ino. Sekarang!" perintah Shikamaru setengah berteriak.
Ino mengambil posisi siap, ujung-ujung jarinya bertemu di depan dadanya, terarah pada Hinata.
"Shintenshin no Jutsu."
Tubuh Ino terjatuh dalam dekapan Chouji, jiwanya telah berpindah meninggalkan raganya menuju tubuh Hyuga Hinata di atas pahatan wajah Hokage ke-empat.
...
"Hi--nata," akhirnya suara Naruto terdengar. Byakugan no Hime itu menoleh mendapati kekasihnya gemetar.
"Berhasil," Yamanaka Ino berada dalam tubuh Hinata, sedangkan jiwa Hinata tertidur tak sadarkan diri.
"Aku harus cepat," Ino teringat pesan Sakura sewaktu mereka di Yakiniku Q, Hinata adalah tipe orang dengan jiwa yang sangat kuat, keteguhan hatinya tak tergoyahkan. Jadi dia tidak bisa terlalu lama di dalam tubuhnya.
Ino memang tidak berniat tinggal lama di tempat yang dipenuhi wajah Naruto dengan berbagai macam ekspresi itu. Naruto yang bersedih, menangis, dan tertawa lepas. Dan yang paling terang dari semuanya, mulanya Ino melihat kupu-kupu yang bercahaya, kemudian wajah Naruto yang malu-malu, menggaruk belakang kepalanya dan wajahnya berubah serius. Suara Naruto terdengar pelan kemudian dirinya tiba-tiba merasa sangat bahagia, perasaan Hinata juga dia rasakan. Ino yakin baru saja menyaksikan kokuhaku, pengakuan cinta Naruto. Pemandangan yang sangat langka.
"Aku jadi tidak sabar, apa yang akan dikatakan teman-teman saat aku menceritakakan kejadian ini.""Aku memang tidak tega melakuakan ini pada Hinata, setelah semua penantian dan pengorbanannya untuk pria bodoh ini, tapi sedikit mengerjai Naruto tidak apa-apa kan?"
"Naruto-kun ada apa?" kata Ino yang menggunakan tubuh Hinata.
"Hinata, maukah kau menikah dengan ku?"
Ino melihat kelegaan yang jelas tertera di wajah Naruto. "Tidak secepat itu Naruto," Hinata yang sebenarya adalah Ino ini menutup wajahnya yang merona, kemudian dia tersenyum sangat manis menatap mata Naruto.
"Naruto-kun maafkan aku, aku tidak bisa menikah dengan mu".
Ino hampir saja tertawa melihat wajah konyol Naruto, mulutnya terbuka dan matanya melotot. Senyumnya berubah menjadi seringai. "Maaf Naruto, ini adalah perintah calon mertuamu."
"Naruto-kun, bolehkah aku memiliki ini?" Ino merebut kotak cincin ungu itu dari tangan Naruto.
"Hinata," Naruto jatuh berlutut tangannya yang berbalut perban meraih udara kosong. Dia tak mampu menjangkau kotak kecil itu melayang jauh, kemudian jatuh disuatu tempat antah berantah. Ino telah melemparkan kotak Naruto ke arah desa.
"Naruto-kun kenapa menangis?" Hinata bingung melihat wajah Naruto yang sudah dibanjiri air mata.
"Mengapa?"
...
Di suatu tempat yang tak terlalu jauh di belakang mereka, Ino terbangun. Jiwanya telah kembali ke raga yang sesungguhnya.
"Kurasa bagian kita sudah selesai," kata Shikamaru. Tim Sepuluh menghilang dalam kepulan asap.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Amethyst Stone
FanfictionAfter The Last movie Sebuah usaha untuk menggagalkan lamaran Naruto Cerita ringan perjuangan cinta Naruto melawan calon ayah mertua Naruto disclimer Masashi Kishimoto Warning Ooc, Typo, dll Genre Romance, humor Rate T