Pagi ini entah kenapa aku merasa ada semacam selubung sihir yang mengelilingi rumahku. Mengapa aku berpikir seperti itu? Karna bunga matahariku yang sengaja aku taruh didepan jendela kamarku, tumbuh dengan sangat cepat ataukah mungkin ada malaikat yang baik hati datang dan memberi sedikit sihirnya kebunga matahariku yang 'malang'?
Karnaku tak ingin gila dengan pemikiranku yang mulai liar, aku memutuskan untuk segera bangun dari tempat tidurku dan mulai merapikannya. Serta membuka tirai pintu yang menghubungkan langsung dengan balkon, seketika kamarku terpenuhi dengan sinar mentari pagi yang hangat karna balkonku menghadap langsung ke arah timur. Tak lupa aku membuka pintu balkon dan jendela-jendela kamarku memberi ruang leluasa untuk udara segar masuk kedalam.
Masih dengan dengan muka khas orang bangun tidur dan rambut yang berantakan walau masih terkesan rapi, aku mulai melangkahkan kaki dengan malas kekamar mandi untuk menggosok gigi dan merapikan rambutku yang berantakan.
Merasa cukup rapi aku pun pergi keluar kamar masih dengan pakaian tidurku yang hangat, segera aku turun ke lantai bawah atau lebih tepatnya dapur. Aku mulai menuruni tangga dengan cepat dan semakin tergesa-gesa setelah aku mencium wangi masakan yang dibuat oleh koki terbaik sepanjang masa, siapa lagi kalau bukan Mommy-ku tercinta.Saat sampai 3 urutan tangga terbawah, akupun melompat supaya cepat sampai bawah dan aku sampai dengan posisi berlutut layaknya seseorang yang sedang melamar tuan putrinya. Tetapi bedanya aku hanya memberi perenggangan sedikit untuk tubuhku, mau tak mau aku tersenyum geli akan tingkah bodohku sendiri. Tetapi saat aku berdiri, Mom sudah berada didepanku dengan tangan yang berada dipinggang dan salah satu tangannya membawa spatula serta masih menggunakan apron berwarna pink yang ditengahnya terdapat jahitan kelinci lucu yang dibuat Mom sendiri. Akupun hanya bisa menyengir dengan tangan kananku yang menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal, bertanda aku sedang salah tingkah. Mom hanya menatapku tajam dengan mata biru langitnya yang indah kini sarat akan amarah dan rasa khawatir tercermin jelas dimata beningnya itu.
"Pelan-pelan dong, sayang. Kalau turun tangga jangan terburu-buru seperti itu." Tegur Mom dengan nada marah serta cemas yang terdengar jelas.
Aku hanya bisa cemberut bila ada yang memanggilku dengan panggilan 'sayang' , karna menurutku itu panggilan yang sangat memalukan serta aku merasa masih seperti anak kecil."Ayolah, Mom. Jangan panggil aku dengan 'sayang' lagi, itu sangat memalukan. Lagipula siapa sih yang menolak bila mencium wangi masakan yang harum seperti ini?" Kataku kepada Mom yang masih saja bertolak pinggang dengan rambut pirang emasnya yang disanggul asal dan membiarkan anak rambutnya jatuh membingkai pahatan wajah sempurna miliknya, 'cantik' kata yang pas untuk menggambarkan Mom-ku. Aku pun sempat berpikir mengapa Mom tidak menjadi model saja, dengan postur tubuhnya yang ideal seperti model. Mungkin bila Mom menjadi model kami akan merasa kesepian, untuk itu aku bersyukur Mom selalu ada untuk kami.
Tiba-tiba Daddy datang dengan menarik hidungku pelan, perlakuan Dad-ku selalu bisa mengembalikan senyum manisku.
"Ayo!! Daddy tak mau gadis nakal Daddy melawan kata Mom, lagipula benar apa yang Mom katakan. Kau bisa terluka bila melompat seperti itu." Tegur Dad dengan lembut namun tegas, sembari menuju meja makan untuk meminum secangkir teh hijau yang sudah disiapkan Mom. Tentu saja setelah mencium dahiku dan pipi Mom.
"Aku takkan terluka Dad hanya melompat seperti itu saja, lagipula aku kan anak Daddy yang paling kuat." Kataku dengan menunjukan otot lenganku dan mengikuti Dad dan Mom ke meja makan.
"Woww, itu otot yang paling keren yang pernah Dad lihat. Hahaha..." kata Dad bercanda setelah berbalik dan melihat otot lenganku, walau aku tau bahwa lenganku tidak terlalu berotot seperti para petinju yang sering Dad lihat.
"Tentu, ini hasil latihanku selama ini. Keren bukan Mom." Kataku bangga pada Mom.
"Baiklah itu otot yang sangat keren gadis nakal." Kata Mom bercanda sambil berlalu menuju dapur untuk melanjutkan memasak makanan yang tadi sempat tertunda gara-gara tingkahku.
Aku mulai melangkahkan kaki menuju kursi samping Dad dan duduk sampingnya. Aku mulai menuangkan teh hijau hangat yang ada diteko kecangkir biruku yang terdapat gambar sulur tanaman buatan tanganku tahun lalu. Aku mulai meminum perlahan dengan pikiranku yang kosong.
Tiba-tiba cangkir yang ku genggam mulai mendingin dengan cepat dan isi yang berada didalamnya mulai membeku bahkan terlihat bunga-bunga es di sekitar genggaman cangkirnya. Aku terkejut akan hal itu dan menutupi wajah terkejutku dengan meletakan kembali cangkir itu di meja'Ada apa ini? Mengapa cangkirku membeku?' Batinku kalut dengan menatap kedua tanganku yang bergetar.
"Ada apa?" Tanya Dad mengejutkanku
"Tidak ada apa-apa." Jawabku cepat dan menyembunyikan kedua tanganku ke belakang punggung. Aku mulai menenangkan diriku dengan menatap sekeliling rumah yang dapatku jangkau oleh kedua mataku. Tunggu...seperti ada yang kurang disini.
"Ohh... dimana si Raksasa?" Tanyaku pada kedua orang tuaku
"Mungkin dia masih tidur digoanya." Jawab Dad.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be The One
RandomSemua berawal dari kenyataan pahit,mengubah kehidupanku yang semula begitu damai dan monoton menjadi penuh dengan petualangan yang mengancam nyawa Penuh teka-teki yang menjungkir balikkan segala yang kumiliki. Bukan hanya aku sendiri yang mengalami...