Hahaha, sekian lamaaa aku menghilang. Kini datang kembali #sing
Hai hai hai, ada yang masih tengok ini cerita? Hahaha, kasih deh. Satu chapter baru buat kalian.
Di chapter sebelumnya, ALvin dan Sivia akhirnya nge"date" di sebuah taman hiburan yang berakhir dengan sedikit pertengkaran. Alvin ternyata tidak hanya menyukai Ify, tapi hampir terobsesi kepadanya. Nasehat Sivia hanya dianggap sebagai sebuah ucapan tanpa arti.
Penasaran lanjutannya? Berikut chapter selanjutnya! Happy reading!
________________________________________
Gabriel duduk di ruang tamu rumah Alvin sambil menyesap kopi yang disediakan pelayan di rumah mewah itu. Hampir tiga jam dia menunggu sahabat sekaligus atasannya itu. Ia memang sengaja tidak memberitahukan kedatangannya. Ia hanya datang sebagai sahabat, bukan sekretaris.
"Drrrt!" Ponselnya bergetar sekali menandakan sebuah pesan singkat masuk. Gabriel meletakkan cangkir kopinya dan beralih mengambil ponselnya yang tergeletak di meja. Dari Sivia.
Thanks macaroonnya.
Tahu banget cara nyogok nyokap gue.
Weekend ini gue kosongin jadwal deh.
Gabriel tersenyum sejenak. Perlukah ia memaksa Sivia melalui orangtuanya, hanya untuk mengajaknya kencan di akhir pekan? Tentu perlu, karena yang dia ajak adalah Sivia, bukan perempuan lain yang rela antri di depannya.
Sivia. Mengingat nama itu sudah cukup membuat senyumnya mengembang, bahkan sensasi panas di kedua pipinya. Perempuan itu terlalu tangguh untuk dia taklukkan dengan cara yang biasa. Dia terlalu sempurna untuknya. Kaya, ramah, pintar, karir sukses, dan cantik.
"Huft!" Bahkan tanpa sadar helaan napas Gabriel terasa bergema di ruang tamu yang luas itu. Sebegitu sulitnyakah memenangkan hati perempuan itu? Gabriel mengangkat bahunya pasrah dan mulai memainkan jarinya di atar layar ponsel, membalas pesan Sivia.
"Drrrt drrrt drrrt!" Belum sempat pesan balasan terkirim ke nomor Sivia, nama Alvin muncul di layar ponselnya. Gabriel segera mengarahkan jarinya, menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan dari Alvin.
"Halo," sapa Gabriel.
"Hai Yel!"
Gabriel mengernyit heran. Bukan Alvin yang menjawab sapaannya. "Rio?" tanyanya.
"Ya, ini gue."
"Kok bisa?" heran Gabriel. Jelas-jelas Alvin yang meneleponnya, tapi kenapa bisa Rio yang ada di seberang sana.
"Alvin... nyuruh gue kesini," jawab Rio.
Gabriel terdiam sesaat. "Oke. Dimana kalian?"
"Di tempat biasa."
"Gue kesana." Gabriel langsung mematikan panggilan teleponnya dan menyambar kunci mobil di atas meja dan melesat keluar.
₼
"Lo apa-apaan sih? Maen telpon malem-malem trus nyuruh gue cepet-cepet kesini? Hellow! Gue juga orang sibuk, keleus!" Sivia menatap perempuan chubby yang baru saja dengan kasar masuk ke kamarnya.
"Ada apa ada apa ada apa? Lo galau? Jangan bohong! Jomblo kayak lo nggak mungk—" Ocehan perempuan itu terhenti ketika sebuah macaroon masuk ke mulutnya.
"Lo abis ganti pelumas? Ngebut aje omongan lo!" omel Sivia.
Pricilla, perempuan chubby yang baru saja masuk ke kamar Sivia itu mengunyah macaroon di mulutnya sebelum kembali menjejali telinga Sivia dengan kata-katanya. "Enak, beli dimana?" komentarnya ketika macaroon itu sudah habis tidak bersisa di mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Design of Love
RomanceSivia, seorang fashion designer yang mendapat klien aneh bernama Alvin dan Ify. Pesanan gaun pengantin yang dipesan Alvin serta Ify membuat Sivia harus memutar otak karena ketidakjelasan sepasang calon pengantin itu. Hingga Sivia terpaksa merancang...