Pagi ini aku sedang berada dikantin kampus bersama ketiga sahabatku. Iya ketiga, karena Lita tak ada kabarnya sejak pagi ini, tidak biasanya. Didepanku Rico sedang mengajarkan pelajaran akuntansi kepada Vira, tapi yang kulihat Vira sungguh pusing. Aku dan Fian sih sedang asik makan gado-gado bu Tiem dengan segelas es teh manisnya.
"Denger-denger nanti sore mau ada demo ya?" ucap Fian yang masih menguyah gado-gadonya. Ucapannya membuat Vira memusatkan perhatiaanya kepada Fian dengan kerutan keningnya yang kuperkirakan akan bertanya panjang lebar.
"Demo? Demo apa? Mahasiswa Sastra ya? Apa ekonomi? Lo kata siapa?" tanya Vira panjang lebar membuat Fian memutar malas bola matanya. Sudah kubilang bukan Vira akan bertanya panjang lebar yang akan membuat Fian jengkel. Bukan apa, masalahnya Fian itu tidak suka wanita bawel.
"Gatau Vir, orang denger-denger kok. Gatau masalahnya apa, mungkin masalah basecamp anak band atau apa gabungan gitu dan katanya sih rektor udah tau dan mau dateng buat ngecegah gitu" ucap Fian menjelaskan.
"Kamu tau dari mana Yan?" tanyaku seraya memutar sedotan esteh yang ada digelas. "Tau dari grup-grup gitudeh Mir hehe" ucapnya dengan penuh senyuman. Ah Fian itu, senyumnya manis bagai tebu saja. "Ah ngapain sih demo-demo segala, ga bersyukur mereka-mereka itu" ucap Rico tiba-tiba tanpa memandang kami bertiga.
"Eh iya Mir, aku bawa baju model sabrina yang kubilang ituloh, untukmu" ucap Vira mengalihkan perhatian, yang kutahu agar Rico dan Fian tak berdebat karena perbedaan pendapat mereka. Tapi sepertinya aku lebih menyukai mereka untuk berdebat saat ini dibanding mencoba baju pemberian Vira yang kuperkirakan minim sekali.
"Mana?" tanyaku untuk sekedar menanggapi saja, berbasa-basi walau tak suka.
"Nih dicobain yaaa aku tunggu sini" ucapnya kemudian menyerahkan kantung plastik putih dari dalam tasnya.
"Lah? Sekarang? Dirumah ajalah Vir" ucapku jengkel. Bukan apa, aku malu lah mencoba dikampus.
"Ih gamau harus sekarang cepet aku tungguin disini" ucapnya dengan tanpa penolakan. Aku berdecak kemudian pergi ketoilet untuk mencobanya. Sengaja aku pergi ketoilet basecamp belakang karena yang kutahu toilet itu agak sepi dibanding yang lain.
Aku keluar dari bilik kamar mandi dengan baju pemberian Vira. Baju model sabrina kotak-kotak dengan paduan warna biru laut dan putih. Memang terlihat sederhana dan elegan, tapi begitu menampakan pundak dan sedikit perut rataku. Aku sempat terlonjak kaget saat mengaca karena terlihat begitu terbuka dan feminim untukku.
Aku berjalan keluar pintu kamar mandi dengan sesekali mengumpat pada diriku karena menyesali untuk mau mencoba baju pemberian Vira, ah sial sekali. Sama sialnya ketika aku tidak ikhlas memakai baju ini. Aku tak memperhatikan jalan karena terus mengumpat pada diriku yang kemudian menabrak seorang lelaki muda yang tampan dengan kemeja biru yang dibalut jas hitam.
Untuk beberapa saat, aku sangat berterimakasih karena menabrak lelaki ini, kuberikan senyum dan kata maaf padanya yang beberapa detik kemudian dia memberikan pandangan yang tak bisa kubaca. Kulihat pandangan matanya tertuju pada kedua pundak putihku yang tak tertutup.
"Kamu kekampus tidak pakai bra?" ucapnya yang membuat aku membelakan mata dan sontak menutup kedua pundaku dengan telapak tanganku. Rasanya malu campur kesal ,karena tidak sopan bukan lelaki asing bertanya seperti itu?
"Gasopan" ucapku ketus kemudian membuang pandanganku.
"Loh? Kamu lah gasopan, kekampus berpakaian seperti itu" ucapnya membuatku malu karena apa yang dikatakannya kan memang benar begitu. Aku menggigit bibir bawahku karena merasa gerogi masi dengan menutup kedua bahuku dengan telapak tangan menyilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
RomanceBagaimana jadinya jika takdir mempermainkanmu? Bahkan menertawakanmu? . . . . beberapa cerita nanti akan diprivate:)