Chapter 3

233 1 0
                                    

Aku sudah kembali ke kostan sehabis menghadiri kelas pagi, tapi tidak sendirian. Bersama Vira yang ingin mengetahui kabar dan kondisi Lita yang menginap di kostku. Hari ini Lita enggan pergi kekampus dan bertemu yang lainnya, itu kan disebabkan olehnya sendiri. Ah Lita biarlah jadi pelajaran untuk tidak sembarang ikut-ikutan.

Kali ini Lita menangis kembali saat cerita pada Vira, dari yang bisa kutanggap dia sih tidak menyesali perbuatannya. Katanya dia cuman takut buat kedua orang tuanya marah. Ah sama saja itu udah risiko Lit, tidak kusampaikan nanti makin menangis.

"Kamu kenapa ga minta tolong sama anak rektor aja Mir? Kan ada kartu namanya tuh" tanya Vira padaku, yang membuatku langsung menggelengkan kepala.

"Siapa?" tanya Lita

Vira menceritakan kejadian dimana aku merasa seperti orang bodoh, lihat sekarang Lita ikut menertawakan kejadian konyol yang membuatku malu. Ah coba lihat si Lita rasanya baru saja ia menangis, dan sekarang menertawakan kebodohanku, lebih senang aku lihat dia menangis kalau tau aku jadi bahan tertawaannya. Kulihat ia menyeka air mata diujung matanya, kutebak itu air mata karena tawanya. Kemudian mengenggam tanganku, kemenoleh dengan kernyitan di dahi, matanya berubah sendu seraya memohon.

"Ra, bantuin gue mau kan? Coba ajak ngomong anak rektor itu, kali aja mau bantu" pintanya.

"Ha? Engga lah yang ada dikira aku mau goda dia lagi" tandasku ketus.

"Dicoba lagi Ra, gak apa kan nyoba kalo emang gabisa cari jalan lain atau minta bantuan Fian" kata Vira.

Kurogoh tas ku dan mencari handphone serta kartu nama yang pernah lelaki itu selipkan- seingatku. Ku keluarkan kartu nama yang bertuliskan 'Billy Aditama Putra' dan langsuk ke hubungi nomor yang tertera. Sembari menunggu panggilan tersambung, Lita masih menggenggam tangan kiriku. Panggil masih engga terjawab, kugelengkan kepala kepada kedua sahabatku. Lita mengeratkan genggaman penuh harapnya. Saat merasa panggilan terjawab aku berdehem.

"Halo?" kudengar suara bariton disebrang telfon.

***

Deru burung besi itu melintas di langit atas yang cerah, berbarengan ketika aku mendongakan kepala. Bukan bukan, bukan untuk melihat burung besi itu melintas begitu saja, tapi untuk memastikan gedung yang bertuliskan 'ADITAMA GROUP' itu benar kumasuki,takut-takut gedung lain.

Aku melangkahkan malas kakiku memasuki gedung itu dan sangat-amat berat hati. Bukan apa, teringat kata-katanya di telfon saat aku mengingatkannya perihal waktu didepan toilet dia malah berkata 'Oh kamu mahasiswa yang tak pakai bra itu kekampus'. Kalau bukan Lita memaksa dengan memohon mana mau aku memasuki gedung ini dan menemuinya.

Sesuai perjanjian aku akan datang pada jam 2 siang, dan ketika di meja resepsionis bilang saja sudah memilki janji melewati Pak Rafi untuk bertemu Pak Billy diruangannya. Kemudian satpam mengantarku ke lantai 16 menuju ruangan lelaki mesum itu.

Sesudahnya di lantai 16 aku langsung dipersilahkan masuk keruangannya, dan langsung kulihat muka simesum itu. Dia menyuruhku duduk di sofa, kemudian berjalan menghampiriku.

"Hai" sapanya.

"To the point aja ya, aku mau minta bantuan kamu" ucapku langsung secara ketus.

"Apakah seperti itu meminta bantuan orang, tidak bisa dengan sopan?" tanyanya dengan menaikan sebelah alisnya. Aku merutuki diriku yang terlalu jutek padanya, ku menghela nafas.

"Maaf, tapi aku serius mau minta bantuan kamu" jawabku pelan.

"Bantuan? Apa?"

Ku ceritakan apa yang Lita ceritakan padaku, tanpa menambah-nambahkan cerita. Kuceritakan langsung duduk permasalahan dan bantuan yang ku pinta. Kulihat dia mendengarkan ceritaku secara khidmat bagai anak yang mendengar cerita dongeng ibunya.

"Kalau itu sih salah temenmu pakai demo segala" ucapnya ketika kuakhiri cerita. Disandaarkannya punggung dia pada sandaran sofa.

"Aku gaminta kritik, kalo emang gabisa bantu yaudah. Makasih " ucapku tandas kemudian berdiri. Belum sempat berjalan tanganku dicekal olehnya dan memintaku untuk duduk kembali. Kuhempaskan pegangan tangannya.

"Aku sih bisa bantu, bukan cuman temanmu aja. Bahkan teman-teman yang lain yang ingin di DO, tapi-" katanya menggantung diberi jeda. "semua yah ada balasannya bukan?" katanya lagi.

"Maksudmu apa? Kalau emang ga ikhlas ya gausah bantu. Pamrih" ucapku dengan nada naik 3 oktaf

"Ya terserah kamu, kalau mau tapi ya bersyarat. Kalau engga ya siap-siap temanmu di DO" katanya seperti mengejek karena nadanya dibuat-buat. Ah sial.

"Yaudah aku bayar gimana? Tapi jangan mahal-mahal aku kan masih mahasiswa belum kerja" balasku.

Dia tertawa keras hingga terpingkal-pingkal, ku kernyitkan dahi kemudian memukul lengannya.

"Kamu tuh polos apa bego sih?" ucapnya membuatku sejurus kemudian menginjak kakinya keras. Dia meringis dengan mengumpat kesal karena kesakitan.

"Siapa yang bego?" tanyaku galak.

"Iya iya maaf, lagian bukan itu balasan yang aku mau. Aku mau kamu nikah kontrak sama aku sebagai balasannya, biar jidaku gak ngerengek menjodohkan aku dengan anak temannya. Jadi kita simbiosis mutualisme kan?" ucapnya memainkan alisnya dengan di naik-turunkan.

"Apa? Nikah? Kamu udah gila ya?" balasku berteriak.

"Ya kamu minta bantuan aku, begitu juga aku. Kita sama-sama menguntungkan loh".

Apa dia bilang? Menguntungkan? Apanya? Aku disini yang merasa benar-benar dirugikan. Dari dulu aku memimpikan hidup bahagia bersama orang yang kucinta kemudian memilki anak-anak yang lucu. Dan kurasa itu mimpi semua wanita bukan? Tapi lihat sekarang dia memintaku untuk menikah kontrak dengannya. Dikira pernikahan ini main-main kali ya? Kurasa yang bodoh disini itu dia bukan aku.

***

Sudah 2 minggu setelah kejadian dimana dia melamar? Ah bukan mengajakku nikah kontrak. Dua minggu itu pula Lita merengek meminta bantuanku dan dia dengan kelicikannya dapat memojokanku untuk menerima permintaannya. Dan ya, dengan bodoh nya aku menerima nikah kontrak itu. Bukan perihal lain, aku tak bisa melihat teman seperjuanganku di drop out begitu saja dari kampus yang menjadi titik tempu kisah kita berlima untuk kumpul.

Sekarang aku duduk di sebuah kafe untuk menunggu kedatangan Billy. Merasa bosan, kulepaskan headsheat yang kukenakan, bersamaan dengan itu kulihat sebuah mobil putih yang sudah kukenal siapa pemilknya keluar bersama seorang gadis cantik dan juga seksi yang mengenakan rok span dengan rambut yang di gelung keatas.

Dia berjalan memasuki kafe dan mencari keberadaanku, kemudian melangkah mendekati mejaku bersama wanita di belakangnya.

"Nara kamu tunggu mobil saja" ucap Billy kepada wanita disampingnya ketika ia berada disamping meja yang kutempati. Dan dibalas anggukan oleh gadis itu kemudian lekas kembali menuju mobil menuruti perintah Billy.

"Hai udah nunggu lama ya?" sapanya padaku dan kubalas dengan berdehem.

"Mau pesen apa?" tanyanya padaku.

"Gausah basa-basi deh, mau bahas apalagi?" tanyaku ketus.

"Hm, oke, begini aku minta pernikahan kita akan dilaksanakan 2 minggu lagi" katanya membuatku membulatkan mata.

"Apa? 2 minggu? Kamu gila atau sinting sih?" balasku sengit dan dibalas sentilan didahiku, langsung kutatap galak ia. Sial, main sentil aja, emangnya siapa dia?

"Perempuan itu ngomongnya sopan dikit" katanya. Sopan? Sama lelaki mesum macam dia? Hiks gaperlu.

Rasanya saat ini aku ingin menenggelamkan dirinya saja ke kolam yang dipenuhi dengan piranha atau hiu sekalian. Dasar lelaki mesum selalu memanfaatkan keadaan untuk memaksa seseorang melakukan semua apa dimauinya.

****

lagi banyak kesibukan disekolah jadi maaf kalo updatenya lama hehe.

Jangan lupa Voment, thanks:)

4 Oktober 2016

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang