Bagian Pertama

4.1K 187 25
                                    

Ternyata terlalu sering bercanda bisa menumbuhkan rasa suka ya?

Entah itu teori yang datang darimana, jelasnya saya sedang merasakan itu.

Namanya Alqa, dia pintar, tubuhnya tegap serta tinggi, dan tampan tentunya.

Dia selalu bisa membuat saya tertawa, bahkan di saat saya tidak ingin tertawa sekalipun.

Saya kagum dengan cara dia membuat semua orang senang jika berada di dekatnya.

Mungkin memang seperti itulah cara dia bersosialisasi. Namun, saya beranggapan lain. Saya nyaman di dekat dia, entah itu mulai dari kapan.

Saya suka cara dia menatap saya, mungkin terlihat biasa-biasa saja bagi kamu yang melihatnya.

Namun saya merasakan hal lain jika ditatap dia. Hal lain yang membawa saya semakin hanyut ke dalam hatinya.

Terkadang di saat suasana sedang ramai, kalau tak ada dia, sepi rasanya.

Ah saya terlalu berharap dia juga merasakan hal yang sama.
Tapi sikap dialah yang membuat saya berharap.

Dia bersikap seolah dia juga merasakan apa yang saya rasakan. Dia selalu membuat saya tertawa. Dia selalu membuat saya nyaman. Dia selalu membuat saya merasa menjadi perempuan paling beruntung telah mengenalnya.

Berarti dia juga merasakan hal yang sama seperti saya, kan?

Kalau mungkin iya, bagaimana bisa dia menyimpan perasaannya lama-lama?

Jujur, saya ingin mengutarakan perasaan saya. Tapi kembali lagi kepada kodrat saya sebagai perempuan. Tidak mungkin rasanya saya berani bilang "saya suka kamu." Kepada dia.

Saya suka menceritakan keluh kesah saya kepada dia.

Dulu saya berpikiran kalau lebih baik mempunyai teman lelaki dibanding perempuan. Karena kalau perempuan biasanya suka menceritakan aib kita ke orang lain.

Dan Alqa pun juga sering menceritakan keluh kesahnya kepada saya. Tepatnya keluh kesah tentang kekasihnya.

Saat itu bahkan saya belum merasakan apa-apa kepada dia. Karna terlalu sering bersama dia mungkin, jadinya saya begini.

Ah bukannya memang persahabatan antara perempuan dan lelaki itu tidak akan berhasil? Kalau tidak perempuannya yang bawa perasaan, ya pasti lelakinya.

Kalau dalam kasus klise yang satu ini, saya lah yang bawa perasaan.

Pernah sewaktu-waktu dia bilang kalau dia merasa jenuh dengan kekasihnya. Saya dengan setia mendengarkan cuap-cuapnya tentang orang yang bahkan saya tidak sukai itu.

Iya saya tidak suka dengan kekasihnya. Terlalu manja, over protectif, dan lebay bagi saya.

Hanya ditinggal main game saja, ngambeknya bisa berminggu-minggu. Kata Alqa, "iya masa dia bilang, kalau kamu lebih suka ngehabisin waktu sama game kamu, pacaran aja sama game sana! Terus dia langsung tutup telfonnya, selama dua minggu aku telfon balik tapi gak pernah aktif."

Saya hanya bisa tersenyum kecut. Hati saya seperti berkata, "hei! Ada aku disini yang lebih ngertiin kamu dibanding dia." Tapi logika saya gak berani.

"Ah kamu cerita bilang kesel sama dia tapi nanti ujung-ujungnya baikan lagi. Udah tamat aku ngedengerin cerita kamu sama pacarmu itu!" Balasku yang mungkin terdengar sarkastik itu.

Dia hanya menyengir, "he he he namanya juga sayang Zi."

Saya hanya diam. Sesak sekali rasanya.

Kapan kamu sadar kalau saya suka kamu? Kapan kamu paham saat kamu menceritakan dia saya tak suka? Kapan kamu mengerti kalau menyimpan perasaan sendiri itu rasanya tidaklah enak?

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang