Eleanor White Calster

109 4 1
                                    


Pemandangan di jendela apartemen miliknya mau tidak mau menghentikan langkah kakinya. Bagaimana bisa hujan datang dengan seenaknya mengacaukan hari kerjanya ini? Uh, menyebalkan, batinnya.

Ya, dia adalah Eleanor White Calster. Gadis brunette cantik berparas antagonis ini benar-benar tampak anggun dengan balutan kemeja tipis berwarna merah maroon miliknya. Beberapa orang yang tak mengenalnya akan beranggapan bahwa Ele adalah gadis yang tidak bersahabat. Namun hal itu benar-benar tak pernah ia pedulikan. Baginya, hidup terlalu singkat untuk mempedulikan presepsi orang.

Ele tak begitu saja berdiam diri menanti hujan reda. Ia melanjutkan langkah tegapnya ke arah resepsionis apartemen.

"Permisi, boleh ku pinjam telepon itu?" pintanya sambil menunjuk telepon yang terpajang rapi diatas meja milik resepsionis itu.

Tanpa banyak bertanya, resepsionis itu mengangguk dan menyodorkan gagang telepon kepada Ele.

"Ya, saya Mrs.Calster."
"..."
"Greece Goom Palace, segera, ya!"

Setelah mengakhiri perbincangan dengan seseorang ditelepon, Ele pergi begitu saja. Lalu Ia baru tersadar dan membalikkan tubuhnya menghampiri resepsionis itu.

"Terimakasih, nona." ucapnya dan meletakkan selembar uang untuk memberikan tip.

Ele bergegas meninggalkan meja resepsionis da menjejakkan kaki jenjangnya ke arah lobby apartemen.

Oh, tunggu, sesuatu menghalangi langkahnya. Dilihatnya seorang pria berkemeja putih yang tampak sibuk memainkan ponselnya. Ketika Ele melangkahkan kakinya ke kanan, pria itu juga melakukan hal yang sama. Bahkan tetap menunduk dan tak menyadari keberadaan Ele. Kemudian Ele memutuskan untuk mengambil langkah ke kiri. Oh, shit! Lagi-lagi pria itu menahan langkahnya. Ele sudah nampak geram, lalu pria itu mendongakkan kepalanya. Menyadari kebaradaan wanita yang ada didepannya ini.

Cantik sekali, batinnya.

"Kalau mau lewat, lewat aja mbak. Kok pakai nunggu saya segala?"

Mbak? Ele menggelengkan kepalanya. Segera pria itu menggeserkan tubuh atletisnya, agar Ele bisa segera melanjutkan langkahnya.

Ele pun berjalan lurus meninggalkan pria yang sudah memancing emosinya itu. Namun sesuatu membuat langkahnya terhenti dan menoleh ke arah pria yang masih memperhatikannya itu.

"Oh ya, saya bukan 'mbak'mu. Jadi tolong perhatikan ucapanmu, tuan."

Lalu Ele mempercepat langkahnya dan secepat kilat hilang dari pandangan pria itu.

Sejam berlalu sejak Ele terjebak macet bersama sopir kantornya. Seth Eduardo. Pikirannya terus berputar bagaimana caranya agar Ia bisa sampai tepat waktu di kantor? Sedang diluar sana masih hujan deras. Bagaimana kalau ia benar-benar terlambat? Bagaimana jika CEO nya menurunkan jabatannya? Oh, atau bagaimana jika gajinya dipotong? Ele memijat-mijat ruas hidungnya, berpikir berlebihan membuatnya semakin pusing.

Ah, shit!

Ketika sudah sampai kantor, Ele melangkah setengah berlari. Tanpa mengurangi sisi elegannya. Beberapa karyawan tampak bingung mendapati Ele yang tak biasanya datang terlambat.

Oh, tolong singkirkan tatapan menjijikkan itu, batin Ele.

"Oh, hey, ice princess! Mimpi apa kau datang terlambat seperti ini, huh?" sapa Kylie setengah memancing emosinya.

Kylie, rekan kantornya yang super bawel. Namun juga satu-satunya rekan yang sangat mengerti Eleanor. Sudah seperti sahabat untuknya.

"Oh, ayolah Ele! Kau selalu saja mengacuhkanku. Greg tadi mencarimu, kau tahu?!"

Ele yang baru saja menghempaskan tubuh di kursi kerjanya mendadak melotot.

"Greg? Untuk apa mencariku?"

"Mana kutahu, El. Sudahlah, segera kau temui sebelum Prince Charming ku memecatmu."

Oh, itu tidak mungkin. Bagaimana bisa karyawan kesayangan CEO ini dipecat.

"Enak saja! In your dream." Ele menjulurkan lidahnya dan berjalan keluar menuju ruangan CEO.

"Permisi, sir. Ada yang bisa kubantu?"

Ia melangkahkan kakinya ragu saat memasuki ruangan berdominasi warna coklat itu.

Ele memastikan bahwa tidak ada kesalahan fatal yang menyebabkan ia harus menghadap CEO nya ini. Jantungnya terus berdebar-debar.

"Oh, duduklah Eleanor." perintah Greg, sambil sesekali tersenyum tipis padanya. Ele hanya mengangguk dan memposisikan tubuhnya tepat dihadapan CEO tampan ini. Jantung Ele terus berdegup kencang. Ia tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Ia takut kalau kalau ucapan Kylie ternyata benar. Ia akan dipecat karena datang terlambat? Oh, tidak mungkin.

Keep calm Ele, batinnya.

Ele menatap lurus lawan bicaranya itu. Entah saat gugup atau tidak, rasanya tidak sopan jika harus menunduk dan mengalihkan pandanganya. Ia menanti kata-kata yang akan keluar dari mulut Greg. Semoga saja Kylie tidak benar.

"Kau bisa membantuku?"

Kali ini Greg benar-benar menggambarkan ekspresi yang sangat serius. Tidak lagi mengumbar senyum manisnya. Ah, Ele jadi makin khawatir.

"Ah, tentu saja, sir. Apa yang bisa ku lakukan?"

Tangan Greg mencari-cari sesuatu di laci mejanya dan menemukan sebuah foto. Dengan tenang dan hati-hati Greg meletakkannya diatas meja.

"Perhatikan pria itu baik-baik," ucap Greg sambil menyodorkan sebuah foto yang begitu mengejutkan Ele. Diamatinya lelaki yang tampak lebih muda dari seseorang yang ada didepannya saat ini. Ternyata setelah diperhatikan benar-benar, lelaki itu mirip sekali dengan Greg.
Ele masih terkejut bukan main.

Oh, Tuhan.

Ele pun mengangguk pelan dan menanti penuturan selanjutnya dari Greg. Namun Greg tampak masih berpikir sesuatu yang akan diucapkannya pada Ele.

Keheningan mulai menyeruak.

1 menit...

5 menit....

10 menit....

"Aku akan menaikkan jabatanmu, kalau kau berhasil membuatnya bekerja di kantor ini."

Ele mendelikkan matanya tak percaya. Naik jabatan? Itu artinya dia akan menjadi Kepala Marketing? Itu artinya gajinya akan naik? Tanpa banyak bertanya Ele mengangguk menyetujui permintaan Greg. Ele sangat haus sekali akan puncak karirnya ini.

"Bagus, ku beri kau waktu 2 bulan untuk misi ini. Namanya Nino James Harold. Dia adikku. Cari dan dekati, lalu jebloskan ke kantor ini secepatnya. Oh ya, semoga berhasil, Eleanor!" jelas Greg lugas dan senyumnya mengembang tanpa henti.

Ele langsung menyimpan foto itu dikantong kemejanya. Dan pamit keluar pada Greg.

Ia tak menyangka kenapa dunia bisa sesempit ini.

Ice PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang