He Is Mine.

46 0 0
                                    

Hari sudah tampak petang sekali. Ele memutuskan untuk pulang berjalan kaki saja. Sekalian melepas penat pikirnya. Keningnya berkerut seketika mengingat pria itu. Nino James...Harold. Rupanya dia adik kandung dari Greg. Dunia ini sempit sekali, oh Tuhan..

Setidaknya Ele sudah meninggalkan kartu namanya pada pria itu. Berharap bisa mempermudah misinya dalam waktu 2 bulan kedepan. Ini artinya, dalam kurun waktu tersebut Ia harus menjelma menjadi wanita gampangan didepan Nino?

Oh, hell! Itu tidak mungkin terjadi.

Mengingat perlakuan Nino padanya, Ele yakin akan sangat mudah mendapatkan hatinya. Terlebih lagi Nino adalah pria yang menurutnya sangat easy going, meskipun tampak sedikit menyebalkan.

Misi yang benar-benar menguras pikiran. Kalau saja bukan untuk kenaikan jabatannya. Ia tak akan mau membuang-buang waktu berharganya untuk mengenal pria itu.

Yang terpenting sekarang adalah karirnya. Jangan sebut Eleanor kalau tak dapat memenuhi ambisinya.

Langkah kakinya berhenti tepat didepan sebuah Panti Asuhan. Ya, disinilah Ele dulu tinggal. Semenjak kecil ia tak mengenali siapa orangtuanya. Hal itu karena ketika  Ele masih berusia 4bulan ia sudah dititipkan di panti asuhan ini. Ele benar-benar membenci  kedua orangtuanya. Ia bahkan tak ingin mengenal mereka. Sekalipun tak pernah terbesit diotaknya.

Baginya, Elsa Mariah Calster sudah cukup  untuk menyayanginya. Bunda Elsa adalah salah satu pengurus Panti Asuhan tersebut. Sejak Ele masih kecil pun Elsa juga yang memperhatikannya. Ia tak pernah membiarkan siapapun mengadopsi Eleanor. Baginya, Ele sudah seperti darah dagingnya sendiri. Terlebih Ele adalah gadis yang cantik dan juga mandiri. Tak pernah sekalipun menyusahkan Elsa.

Hanya saja Elsa harus mulai merelakan Ele yang mulai bertumbuh dewasa. Ele bahkan sudah memiliki apartemen sendiri. Ia memutuskan untuk hidup tak bergantung lagi pada bundanya itu. Ia hanya akan berkunjung kemari seminggu sekali, dan tentu ketika hatinya sedang kalut seperti sekarang ini.

Ele mengamati pemandangan didepannya. Seorang wanita paruh baya yang tertidur pulas di atas sofa.

Wanita yang sangat disayanginya. Ele mendekatkan dirinya ke arah sofa dan membelai lembut rambut yang mulai memutih itu. Membayangkan hidupnya tanpa kehadiran sesosok Elsa. Air mata mengalir begitu saja dipipinya.

"Ele, kau disini, sayang?"
Elsa membuka perlahan matanya dan bangun dari tidurnya. Elsa langsung memeluk Ele erat-erat. Dengan cepat Ele menghapus air matanya dibalik pelukan itu. Ia tak ingin membuat Elsa khawatir.

"Kau pasti lelah, masuklah ke kamar sayang. Adik-adikmu sudah tidur, jangan coba membangunkannya, ya!" celoteh Elsa sembari mencubit halus pipi Ele.

Ele yang dicubit hanya bisa mengerucutkan bibirnya. Ele rindu sekali pada komplotan tukang rusuh yang sudah tertidur pulas itu. Lagi pula benar kata Elsa, Ele harus tidur.

Hari yang sangat melelahkan.

Hari yang sangat melelahkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ice PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang