Chapter 2

38 7 11
                                    

Arwind memandangi secarik kertas lusuh dengan noda-noda hitam seperti bentuk pulau yang sengaja digambar dengan api, Arwind menatapi kertas itu cukup lama, seakan-akan mengenali bentuk yang tergambar pada kertas itu.

"Peta...." Arwind menggumam dan segera menuju lemari bukunya, dia membuka satu persatu tumpukan buku untuk mencari buku peta dunia.

"Dapat ... seharusnya ini seperti gugusan pulau kecil di selatan dari pulau ini."

Arwind pun membuka bagian yang dia maksud dan memang benar peta pada secarik kertas itu dan peta pada buku memang sama atau hampir sama tepatnya.

"Ada satu pulau yang tidak tergambar pada peta di buku ku," Arwind mengamati gambar pulau pada kertas itu seperti membentuk huruf 'C' dan dia mengambil pulpen melingkari pulau pada kertas itu.

"Itu bukan mimpi, pasti inilah yang dia maksud," Arwind mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Freya si Gadis Putih itu.

Arwind meletakkan buku peta dan kertas itu, kemudian keluar dari kamar. dia menuruni tangga dengan perlahan dan mengintip apakah ayahnya sudah tidur atau masih menonton televisi. Sepertinya ayahnya sudah tertidur, suasana rumah sudah sangat sunyi.

Arwind kembali ke kamarnya dan duduk di pinggiran tempat tidurnya dan merenungkan semua kejadian yang baru saja dia alami, dalam pikirannya masih berkecamuk antara nyata atau mimpi, mengumpulkan semua logika yang ada dengan kejadian hari ini yang di luar logika.

Kejadian di danau dan batu itu, mimpi dan Freya si Gadis Putih ... ada satu hal yang mendorong keingintahuan yang kuat dalam hatinya, 'siapakah Freya sebenarnya??'

Pertanyaan itu kini tak bisa lepas dari pikiran Arwind, dan keputusan pun telah dia ambil. 'Aku harus pergi ke tempat itu', pikirnya, sebuah pulau kasat mata yang tak ada pada peta. Setidaknya dia hanya ingin tahu apakah tempat itu ada.

Arwind memikirkan semua hal yang harus dia persiapkan, dia mengeluarkan tas-nya dan menulis daftar barang bawaan yang hanya diperlukan. Arwind tidak ingin berlebihan membawa barang namun juga sesuai dengan pentingnya benda yang dia bawa. Karena baru kali ini dia akan pergi sendiri untuk pertama kalinya, maka kenekatannya menjadi dorongan yang lebih besar dari pada kekhawatirannya.

Barang utama yang dia rapikan terlebih dahulu,tas serta dompet hadiah ulang tahun dari ibunya, di dompet itulah di selipkan secarik kertas peta kecil itu.

Arwind menyiapkan pakaian ganti, dan perlengkapan lain. Arwind menatap lama pada sebuah pisau Army kecil pemberian kakeknya dua tahun lalu, saat Arwind diajarkan berkemah dan beberapa teknik bertahan hidup sederhana. Maklum saja kakeknya memang pensiunan tentara.

Masih terasa ada yg hilang dan kurang ... baju Taekwondonya dan sabuk merahnya, ya, itulah yg akan tetap menjaganya dekat dengan rumah dan sekolah. Pikir Arwind.

"Padahal nggak begitu perlu, tapi biarlah kubawa, lumayan buat baju tidur ... hihihi,"
Arwind sedikit menghibur hatinya dengan membawa baju latihan Taekwondo.

Terakhir Arwind mengambil uang tabungannya yang selama ini dia simpan, cukup banyak untuk anak seusia dia, namun memang sudah menjadi kebiasaan di keluarga Arwind untuk menabung dan menyimpan uang, selain untuk mengumpulkan namun fungsi lain adalah mengajarkan agar tetap hidup sederhana dan menggunakan uang sesuai kebutuhan saja.

Dua buah surat selesai Arwind siapkan, satu untuk sekolah dan yang lain untuk ayahnya.

Dengan perlahan Arwind menuruni tangga agar tidak mengeluarkan suara, dia menuju dapur dan menempelkan kertas pesan menggunakan magnet pada pintu kulkas, yang berisi jika dia akan menemani temannya selama seminggu keluar kota. Hal ini sudah biasa karena memang Arwind sudah sejak awal diajarkan untuk mandiri, sehingga kemanapun dia pergi, ayahnya sudah dapat mempercayainya.

Artemisia Saga : ArwindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang