Akhir Cerita

1.5K 40 4
                                    

Tik...

Suara infus memecah kebisuan malam itu. Gilang menatap Nadira yang terlelap di pelukannya. Hilda masih enggan menatapnya. Lorong rumah sakit sepi, hanya beberapa suster lalu lalang menuju ruang IGD tempat Hani dirawat.
Bambang berjalan ke arah Gilang, air mukanya tak begitu menyenangkan.

"Bagaimana kabar Hani?" Tanya Gilang masih diliputi cemas, hingga ia melupakan Bambang sebagai suami Hani.

"Gilang, sebenarnya berat harus memulai kisah ini dari mana. Tapi aku sudah muak berpura-pura menutupi kenyataan sebenarnya darimu." Ujar Bambang membuat Gilang bertanya-tanya.

"Apa maksudmu?"

"Tentang Hani. Sebenarnya, kami tidak menikah. Cerita tentang kehamilannya hanyalah salah satu jalan untuknya menutupi kebenaran."
Gilang renyuh mendengar ucapan Bambang, namun ia mencoba tegar.

"Mengapa ia lakukan itu? Apa yang sebenarnya ia tutupi?"

Bambang menarik nafas dalam sebelum memulai ceritanya.

"Hampir dua tahun yang lalu, Hani pertama kali datang kemari dan didiagnosa positif kanker serviks stadium lanjut. Aku menyarankannya untuk oprasi, namun ia harus menjalani kemotheraphy yang cukup lama."

"Apa? Kanker serviks?" Gilang terhenyak tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar, ia seperti ingin bunuh diri mengetahui kenyataan sebenarnya.

"Ya, karena itu pulalah ia memutuskan bercerai dengan kamu. Ia juga terpaksa meninggalkan Nadira. Itu semua ia lakukan agar kalian tak begitu terpukul jika harus kehilangan dirinya suatu saat nanti."

Air mata Gilang luruh seketika. Gilang
menangis dalam hening, hatinya hancur berkeping-keping.
Hilda ikut menangis mendengar penuturan dokter Bambang.

"Setiap hari ia menangis merindukan kalian. Ia hampir putus asa, tapi ia melarang dirinya sendiri untuk menyerah. Aku sangat tau cerita kalian, hanya padaku ia bercerita kegundahan hatinya selama ini. Terlalu banyak perih yang ia telan atas sikapnya yang salah, ia memaksakan dirinya sendiri, ia menyiksa dirinya agar kau meninggalkannya. Hari ini pun ia memaksa untuk bertemu kalian, itu karena ia takut mati tanpa melihat kalian baik-baik saja. Ia yang mengarang semua skenario ini, ia tak mau kau kembali kepadanya dan bersamanya hanya karena ia sakit-sakitan. Sungguh, selama hidupnya disini, ia selalu menginginkan kebahagian kau dan Nadira."

Gilang menangis kian terpukul bathinnya, ia meratap sedemikian rupa atas segala yang terjadi padanya selama ini. Atas kebenaran yang sesungguhnya terjadi.

"Masuklah! Dan temui Hani." Ujar Bambang kemudian.

Gilang nyaris berlari ke ruang IGD tempat Hani terbaring lemah. Nadira kecil terbangun dan menangis.
Gilang nyaris jatuh dan tersungkur tak mampu melihat penderitaan yang Hani alami demi dirinya.
Di kecupnya kening Hani lembut, air matanya menitik membasahi pelipis Hani yang terpejam.

"Han, bangun sayang! Kamu harus sembuh! Kita akan memulai semuanya lagi, aku, kamu dan Nadira. Sungguh aku selalu mencintai kamu bahkan detik ini, tetap kamu yang ada di hatiku. Bangun sayang! Lihat aku! Lihat anak kita! Kami semua merindukanmu...bangun sayang...bangun..." Gilang menangis dalam. Hilda ikut iba menatap Gilang yang meratap. Hilda meraih Nadira dari gendongan Gilang. Gilang mendekap Hani, di ciumi kening Hani berkali-kali, mata Hani ang tertutup ikut ia kecup hangat.

"Hani sayang, aku tau kamu mendengarkanku. Ayo bangun! Kamu harus sembuh sayang, kita pulang! Aku selalu yakin kamu tidak jahat! Kamu tetap Hani yang selalu kucintai. Kamu tidak boleh merasakan sakit sendiri. Maafin aku Han, maafin aku, sayang. Aku suami seperti apa? yang bahkan tak tau istrinya menderita. Bangun sayang..."

Menitik air mata keluar dari sudut mata Hani yang terpejam.
Suara mesin detak jantung tiba-tiba menghanguskan semua harapan Gilang untuk melihat istrinya bangun kembali.
Hening seisi ruangan, hanya suara itu yang terdengar menandakan Hani telah pergi untuk selama-lamanya.

TAMAT

Sad  StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang