Author : minsoo kim
Pairing : Kookmin and vmin
Rate : 15+
Length : 1k+ words
Genre : Angst, Romance, DramaDisclaimer. I do not own either of these cast, theyre belong to their own families, god and girlfriend (if theres any). The storyline and ideas came purely from my mind and brain.
Warning! Typo dimana-mana. Swearing.
.
.
Jimin melangkahkan kakinya masuk kamar kesayangannya dan merebahkan diri di atas kasur nyaman berlapiskan gambar beruang madu bernama winnie the pooh pada seprai miliknya. Memejamkan mata sebentar, pikirannya melalang buana, mengingat perkataan hyungnya tadi siang.
.
.
"Jim..." menolehkan kepalanya, ia mendapati Namjoon menatapnya serius dan dengan tatapan tajam, setajam elang yang tengah mencari mangsa dari atas permukaan bumi. "Kau harus berhati-hati pada Taehyung."
.
Berhati-hati pada Taehyung katanya, namun mengapa? Bahkan dirinya tak memberikan alasan yang jelas untuk mengapa dirinya harus berantisipasi menghadapi sosok Taehyung, yang kini tengah memulai aksinya dalam mencuri hati Jimin yang terjaga.Jimin menghela napas sebentar sebelum dirinya membuat dirinya bangun dan segera merogoh tasnya, bermaksud untuk mencari ponselnya.
Bukanlah telepon genggam yang ia dapat raih, melainkan secarik kertas yang ia ingat ditemukannya di loker tadi siang, sebelum Namjoon datang dan memperingatinya akan hal yang bahkan ia tak tahu haruskah dilakukannya.
Rasa penasaran menggerogoti pikirannya yang bersarang banyak pertanyaan, sehingga kini ia mendekatkan kertas tersebut dan menatapnya lamat-lamat sebelum dibukanya dan ia yang terpelonjak kaget melihat isinya.
Sebuah tulisan 21 yang bernodakan banyak cairan darah di sekitarnya. Bau anyir menyeruak, memenuhi indra penciumannya dan membuat dirinya dengan segera berlari menuju kamar mandi.
Jimin mengusap wajahnya pelan dan menatap dirinya dari pantulan kaca. Sebenarnya apa maksud dari semua ini? Ocehnya dalam hati, heran bercampur dengan takut yang menghilangkan rasa percayanya pada siapapun.
.
.
Jimin memakan sup asparagusnya dalam diam. Tak ada niatan untuk membuka topik pembicaraan di antara kedua insan yang terlarut dalam pikiran masing-masing."Jimin, apa kau percaya pada mitos?" Namjoon menatap Jimin yang sedang mendunduk dalam, tak bergairah.
"Tergantung. Mitos apa dulu?" Jawab Jimin akhirnya bertanya kembali pada Namjoon.
Sejenak diam dan tak membalas, Namjoon mengalihkan pandangannya untuk melihat sekitar, "Bahwa seorang manusia dapat jatuh cinta pada mahluk yang bukanlah tergolong manusia," Ucap, yang terdengar seperti lirihan Namjoon tanpa menatap Jimin, yang menatapnya heran, sedikit bingung untuk menjawab pertanyaan atau mungkin makna lain sebagai pernyataan.
Tenggelam dalam keheningan selama beberapa waktu, Jimin kembali makan dalam diam dan juga Namjoon yang terus menatap ke arah lalu lalang orang dari balik kaca jendela.
"Kalau kau memberitahuku spesifikasi mahluk apa yang kau maksud, mungkin aku bisa menjawab," Jimin berucap secara tiba-tiba, yang membuat Namjoon menoleh ke arahnya dan menatapnya, "Vampire."
.
.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan, Jungkook? Aku tak punya banyak waktu untuk meladenimu." Merasa tubuhnya terhimpit dengan dinding di belakangnya, Jimin mencoba kabur dari sergapan Jungkook.Jungkook masih saja diam dan hanya menatap Jimin dengan intens dan tajam, seolah sedang mencari sesuatu yang bahkan jimin tak tahu apa dari pancaran matanya yang menatap Jungkook dengan sayu.
"Ada apa kau dengan si Kim itu?" Tanyanya menyelidik. Jimin mengedikkan bahunya dan tak mengerti dengan jalan pikir semua orang yang tiba-tiba menyerangnya dengan pertanyaan aneh semacam, 'kau siapa Taehyung?', 'ada apa di antara kalian?', 'mengapa kalian berdua menjadi dekat?' Seolah berhubungan dengan tuan muda satu itu adalah sesuatu yang salah dan tak patut untuk dilakukannya, entah apa alasannya.
"Bukan urusanmu," Jimin akhirnya menjawab, dengan dengusan keras terdengar.
"Jimin, kumohon, jauhilah dia. Dia tak pantas bersanding denganmu." Dan lagi, apa seseorang tak pernah berniatan untuk memberitahunya masalah apa yang dipunya Taehyung sehingga dirinya tak diperbolehkan dengan lelaki tersebut.
.
.
Jimin keluar dari kamar mandi dan mematut dirinya di kaca. Saat ia tengah membungkuk untuk meraih sisir di nakas kecil miliknya, ia merasakan sepasang lengan melingkar di pinggangnya."Kau tak apa, sayang?" Suara bass itu berbisik, tepat di telinganya.
Jimin melihat pantulan dirinya dan Taehyung yang merengkuhnya posesif dari belakang, ia mengangkat tangannya untuk mengusap pelan surai blonde Taehyung. "Tak apa, justru kaulah yang terlihat seperti orang yang kelelahan."
Taehyung menenggelamkan wajahnya pada ceruk Jimin dan mengirup aroma tubuh jimin yang sangat memabukkan, dan membuatnya ketagihan untuk terus mengkonsum bau khasnya Jimin. "Ya, aku merasa sedikit lelah karena pekerjaanku yang sangat melelahkan."
Jimin menyernyit, Taehyung tak pernah memberitahunya kerja macam apa yang dilakukannya, namun ia mengerti mungkin Taehyung takkan membongkarnya terlebih dahulu, dan lagi Jimin bukanlah orang yang sangat penting untuknya, bukan? "Istirahatlah."
.
.
Kiss me on the lips...And never let me go...
Cause every kisses you gave to me...
Is like a whole world where we spend time together.
I am feeling thirsty of all loves i expected you to give me.
I want it more, more, and more again.
.
.
"Jimin, aku benar tak mengerti denganmu, kau berubah, Jim. Kau bukanlah sesosok yang kukenal, penurut dan dapat menerima." Jimin diam, ia tak bisa memungkiri kenyataan bahwa ia sudahlah berubah dan tak lagi bisa menuruti omongan satu-satunya kerabat terdekatnya saat ini. Jimin tahu ia berubah, ia sudah mulai bersikeras untuk mempertahankan keberadaan Taehyung di dekatnya, karena Taehyunglah yang selalu ada untuknya, meski Namjoon merupakan kakak kandungnya sekalipun. Ia cenderung menghiraukan semua perkataan orang di sekitarnya untuk menjauhi Taehyung, karena untuk apa ia menuruti keinginan mereka, toh mereka tak pernah memberinya penjelasan yang kuat dan rasional untuk meyakinkannya, jadi tolong jangan salahkan dirinya yang tak akan pernah jauh dari Taehyung, terkecuali apabila sesuatu tak urung dapat dihindari untuk terjadi dan memisahkan kedua sejoli mabuk asmara itu."Aku kecewa padamu, Jim." Ucap Namjoon parau, seolah menahan tangis yang mendesak untuk keluar dari mata beririskan warna cokelat itu.
Jimin masih setia bungkam dan tak membalas perkataan Namjoon, yang terlihat begitu pasrah dan kacau, meninggalkan Jimin sendiri dengan ribuan pertanyaan dan sanggahan yang terbenam dalam otaknya.
Jimin berjalan dengan lunglai, menyusuri terowongan sepi pada malam hari. Tak ada satupun kendaraan melintasi terowongan itu dan juga tak ada seorangpun berjalan melewati tempat bercahayakan temaram itu. Ia tak peduli, sungguh tak peduli dengan kenyataan itu. Berjalan lurus dan berharap untuk segera dapat sampai ke rumahnya, ia memanjatkan doa untuk keselamatannya.
Hingga setengah jalan ia tempuh melewati terowongan tersebut, ia dapat merasakan suasana tidak mengenakkan dan cenderung mencekam, memaksanya untuk merasa merinding dan mengeratkan jaket yang membaluti tubuhnya.
Suara teriakan keras menyapa indra pendengarannya, cukup membuat ia berhenti berjalan dan berdiri tegap di tempatnya, terpaku dan tak mampu berjalan kembali. S-suara apa itu? Lengkingan yang sangat keras itu kembali menyapa telinganya. Dengan keberanian yang sebenarnya tak ada apanya dibandingkan dengan orang-orang yang mengikuti acara uji nyali, ia berjalan mendekati sumber suara tersebut.
Shock. Itulah yang dirasakannya saat ini, saat dirinya mendapati seseorang terbujur kaku, tak berdaya, sedang seseorang lainnya di atas tubuh tak bernyawa itu menghisap darah dari leher orang mati tersebut. Begitu orang itu berbalik, alangkah mengejutkannya, Jimin mengenali sesosok itu, Jimin melangkah mundur dan orang itu menyadari kehadiran Jimin dan pupilnya melebar. "Jim..."
.
.
.
Jadinya threeshot deh yak. Tp yg ke depan gak bakal panjang kek chap2 sblmny, lg ngantuk jg nih bikinnya, maap.Dibuat sambil dengerin BS&T dan playing with fire.
Vomennya pleaseu.
Peace and love,
Kimmie.