I'll give you a second for you to give me a proper reason of why shouldn't i kill you.
.
Author : minsoo kim
Pairing : Kookmin and vmin
Rate : 15+
Length : 1k+ words
Genre : Angst, Romance, DramaDisclaimer. I do not own either of these cast, theyre belong to their own families, god and girlfriend (if theres any). The storyline and ideas came purely from my mind and brain.
Warning! Typo dimana-mana. Swearing.
.
.
"Ehem." Ia berdehem untuk memecah keheningan yang menyelimuti kedua insan yang tak saling bicara satu sama lain, cenderung tergelung dalam pikiran masing-masing, entah apa yang menggelayut dalam otak mereka."Jadi..." Hendak salah satu dari keduanya berbicara, seorang lainnya menyela dengan mengutarakan pertanyaan. "Siapa dirimu sebenarnya, Jungkook?"
Ia -Jungkook- tersenyum miring dan menatap lawan bicaranya santai. "Tak penting untuk dirimu tahu siapa diriku, tetapi kukonklusikan bahwa dirimu sudah tau siapa Taehyung sebenarnya, Am i right?"
Gurat kegelisahan dan ketidakpercayaan jelas terpampang di wajah Jimin-lawan bicara Jungkook, yang menggertakkan giginya, tak sanggup menjawab lontaran pertanyaan dari Jungkook.
Jungkook melihat keraguan dari pancaran wajah Jimin, ia tahu bahwa ia tak dapat mempercayai semua, semua kenyataan yang begitu mencengangkan, baginya.
Namun, ia sadar, cepat atau lambat, Jimin pasti akan mengetahui identitas tentang kekasihnya, tentang saudara angkatnya, yang merupakan jelmaan mahluk malam penghisap darah manusia tersebut. Entah bagaimana caranya Jimin mengetahui semua hal tersebut, meski dirinya tak memberitahu, tetapi dapat dipastikan bahwa Jimin-lah yang melihat sekelebat 'pembunuhan' yang dilakukan Taehyung pada seseorang dengan mata kepalanya sendiri.
Dan ia tahu, bahwa sudah terlambat untuk dirinya menjauhkan Jimin dari sergapan Taehyung yang sudah terlalu erat mendekapnya, meski sekalipun Jimin mencoba untuk lari.
Kerlingan air mata muncul secara tiba-tiba di kedua kelopak mata Jimin yang mengepul. Ia merasa iba, tentu saja, tetapi layaknya batu, ia hanya bisa tak bergeming, tak bergerak untuk sekedar menghapus cairan bening itu.
Jimin menangis, dan dirinya hanya dapat menyaksikan. Menyaksikan pujaan hatinya yang menyalurkan kesakitan hati dan perih yang terlihat jelas menyelimuti perasaannya, menohok ulu hatinya untuk menyadari kenyataan yang begitu pilu.
Just if i could turn back the time...
.
.
Terpaan angin semilir menyapa wajahnya, Ia berjalan dalam diam, dalam keheningan yang menyelimuti kesendiriannya, menyusuri permukaan tanah yang terlapisi oleh rumput dan dikelilingi oleh pepohonan rindang yang sejajar tumbuh menjulang di atas tanah.Jimin memandang langit gelap yang dihiasi oleh sinaran terang rembulan pada malam hari. Menghela napas keras ia lakukan secara berulang.
Benci. Ia benci untuk mengatakan bahwa ia tak menyesal. Sesal akan menyadari kenyataan bahwa dirinya menerima keberadaan Taehyung dalam hidupnya. Yang entah mengapa sungguh berubah semenjak dirinya -Taehyung- berhasil masuk menyusup ke dalam setiap perputaran waktu kehidupannya.
Ia ingin berkata. Berkata bahwa ia menyukai. Ia menikmati kehadiran sosok Taehyung, tetapi sekelebat memori ketika dirinya menangkap kejadian yang membuat dirinya memikirkan ulang keputusannya muncul dalam ingatannya.
Why should we be like this?
.
.
Memang bohong kenyataannya jikalau ia mengatakan bahwa dirinya tak menyukai kehadiran Jimin, yang sedari awal diincarnya untuk dibunuh. Dan entah mengapa, segala tentang Jimin berhasil mengoyak hatinya untuk merasakan cinta. Kasih. Sayang. Terhadapnya. Terhadap sosok mungil yang begitu indah. Begitu polos untuk dinodai. Begitu lemah untuk disakiti. Begitu rentan untuk dirapuhkan.
