Third...
**
“Mom?” Wulan berujar pelan ketika Ia mendapati Ibunya tengah duduk santai didepan televisi. Seperti biasanya, wanita paruh baya itu tengah sibuk dengan majalah fashion ditangannya, “Kapan kau datang, mom?” Tanya gadis itu sembari berjalan mendekat. Ia duduk disamping Ibunya yang tersenyum lembut padanya.
“Aku baru saja datang,” Cassandra mencium puncak kepala anak gadisnya, “Bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja, kan?” Ujarnya sembari memperhatikan Wulan dari atas hingga ke bawah. Mencemaskan kalau saja terjadi sesuatu yang buruk pada anaknya.
Wulan mengangguk pelan, “Aku baik-baik saja, mom.” Ia tersenyum tipis, “Angin apa yang membawamu hingga kau pergi kemari, mom?”
“Kau tak merindukan mom, huh?” Cassandra tertawa pelan. Walaupun usianya sudah hampir setengah abad, Cassandra tetaplah cantik. Wulan memandangi wajah Ibunya dengan seksama. Ia baru menyadari kalau wajahnya sangat mirip dengan wajah Ibunya, “Aku sangat merindukanmu, sayang. Itulah yang membawaku hingga aku bisa datang kesini.”
“Lalu, Nadia kau biarkan sendirian di mansion, mom?” Wulan menatap wajah Ibunya, “Apa dia tidak keberatan kau kesini? Bukankah dia tidak bisa jauh darimu barangpun satu meter saja?” Wulan tertawa hambar. Ia merasakan sesuatu menohok hatinya dengan kejam ketika Ia mengingat saudara kembarnya itu.
Cassandra yang melihat kesedihan anaknya langsung membawa gadis mungil itu ke dalam pelukannya. Ia dapat merasakan bahu gadis itu bergetar, namun Ia tidak mendengar adanya suara tangisan.
Wulan memiliki saudara kembar, yah, bernama Nadia. Mereka adalah sepasang saudara kembar identik. Memiliki kemiripan hampir sembilan puluh lima persen. Namun sifat keduanya bertolak belakang. Sangat-sangat bertolak belakang.
Apa yang menjadi alasan Wulan memilih untuk tinggal sendiri dan jauh dari keluarganya? Itu karena Nadia! Dia tidak tahan dengan kelakuan saudara kembarnya itu. Bagaimana tidak, semua yang menjadi milik Wulan, selalu diinginkan olehnya dan Ia akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Nadia tidak tahan kalau sedetik saja Ia tidak membuat Wulan menderita. Nadia pernah mengancam akan bunuh diri kalau saja orang tua mereka mencurahkan perhatian lebih kepada Wulan. Dan itu membuat Wulan berpikir bahwa saudara kembarnya memang positive gila.
“Aku rindu padamu, mom. Sangat-sangat merindukanmu.”
Wulan melepaskan pelukannya dan menatap Ibunya dengan sebuah senyuman. Cassandra mengernyit, kenapa tidak ada tanda bekas air mata diwajah anaknya?
“Kau tidak menangis?”
“Aku tidak bisa menangis, mom,” Wulan tersenyum tipis, “Air mataku susah sekali untuk keluar.” Sambungnya sembari tertawa kecil. Menampakkan lesung pipinya sehingga membuat gadis itu tampak lebih manis dan imut.
“Kau sedih?” Tanya Cassandra sembari membelai lembut rambut anaknya, “Maafkan mom & dad yang tidak bisa membagi kasih sayang kami dengan adil pada kalian. Yang mana akhirnya harus membiarkanmu sendirian dan jauh dari kami.” Cassandra berkata dengan sedih.
“Tidak papa, mom. Ini bukanlah salah kalian.” Wulan menghela napas dan mencoba untuk menghibur Ibunya, “Mungkin memang aku sudah ditakdirkan untuk seperti ini.” Ia tersenyum manis, “Lebih baik sekarang kita makan malam. Hari ini aku akan memasak makanan yang special untukmu, mom.”
“Thank you and I love you, honey.”
“I Love you, too, mom.”
**
“Bagaimana? Kau sudah melakukannya?”
“Aku sudah melakukan apa yang kau perintahkan.”
“Bagus. Bagaimana reaksinya?”
“Tentu saja Ia terkejut dan ku rasa Ia sangat sakit hati.”
“Itulah yang sebenarnya ku inginkan.”
**
Sinar matahari mencoba untuk menerobos masuk melalui celah-celah dari jendela, mencoba untuk membangunkan sosok yang masih terbaring didalamnya. Sosok yang masih sibuk menjelajahi dunia alam bawah sadar, mimpi indah membuatnya enggan untuk membuka kedua kelopak matanya yang terasa sangat berat pagi ini.
Burung-burung dengan indah berkicau diluar sana. Bersemangat menyambut pagi hari yang cerah. Bersemangat untuk bangun dan kembali melakukan aktifitas seperti biasanya.
Wulan mengerjapkan-ngerjapkan kedua matanya saat merasakan sinar matahari langsung menusuk tepat di kedua bola matanya. Ia mengerang dan membuka selimutnya dengan malas. Gadis itu bangun dan mendudukkan tubuhnya di tepi tempat tidurnya. Kedua matanya menyipit menatap kearah jendela. Ia mengernyit, siapa yang membuka semua tirai jendela kamarnya? Bukankah mom sudah pulang semalam?
”Good morning, princess.”
Wulan terperanjat kaget dan menoleh dengan cepat kearah sumber suara. Kedua matanya melotot dengan sempurna ketika mengetahui siapa yang berdiri tidak jauh dari tempat tidurnya. Bagaimana bisa orang ini masuk ke dalam kamarnya? DAN DARIMANA IA MENGETAHUI TEMPAT TINGGALNYA?
“KAU PSIKOPAT, HAH?!” Wulan berteriak marah. Ia tidak habis pikir kenapa orang ini terus mengikutinya. Dan dengan beraninya Ia masuk ke dalam ruang privasi-nya, sungguh keterlaluan! “Kau kurang kerjaan atau apa?! Kau masuk ke dalam rumah orang tanpa izin, jerk! Maniak! Psikopat!” Napas gadis itu memburu karena menahan emosi.
“Bukankah sudah ku katakan bahwa aku tertarik padamu? Ingin mengenalmu lebih jauh?” Spencer tersenyum manis, sama sekali tidak terpengaruh dengan makian yang Wulan lontarkan, “Dan aku tidak pernah main-main dengan semua ucapanku.” Lanjutnya dengan penuh penekanan. Lebih terdengar seperti nada perintah.
Wulan mendesis sinis, “Kau pikir aku peduli?” Ia menggeleng prihatin, “Lebih baik kau pergi sekarang dari rumahku!” Lagi-lagi gadis itu berteriak, Ia terlalu kesal dengan sosok didepannya, “Satu hal lagi, buka matamu dan ingat baik-baik, aku—bukan—wanita—yang—telah—berumur—seperti—yang—menjadi—kriteriamu, Okay? So, lebih baik kau pergi dari rumahku dan berhenti mengikutiku.”
Spencer tak menjawab melainkan menatap wajah gadis itu lekat-lekat, “Kau—habis menangis?” Tanyanya dengan nada khawatir, dan—terdengar—dengan—sungguh—sungguh. Kenapa perasaannya menjadi aneh ketika melihat fakta bahwa gadis itu habis menangis? Kenapa hatinya juga ikut berdenyut nyeri?
Apasih yang ku pikirkan? Kenapa kau menjadi lembek seperti ini, Spencer Damian Lee?
Wulan mengernyit dan langsung menuju kearah cermin. Ia menatap wajahnya dan mengerjap kaget, kedua matanya bengkak dan sembab, serta ada bekas air mata di pipinya. Ia menangis?
“Aku menangis?” Tanyanya lebih kepada dirinya sendiri, “Ba—bagaimana bisa?” Ia masih tidak percaya. Bagaimana bisa Ia menangis? Sungguh, sebelum pergi tidur, Ia sama sekali tidak menangis! Bahkan tak terpikirkan olehnya untuk menangis. Bagaimana bisa… Ia masih tidak percaya… Bukankah Ia tidak bisa mengeluarkan air matanya...
“Kalau kau membutuhkan teman untuk bercerita. Aku ada untukmu.” Spencer berkata dengan sungguh-sungguh.
Wulan menoleh dan menatap Spencer dalam beberapa detik. Pemuda ini baik dan sepertinya Ia tidak mempunyai maksud jahat padanya. Setelah hening beberapa saat, Wulan tersenyum tipis kemudian mengangguk, “Thanks.”
Tanpa sadar Spencer ikut menyunggingkan senyumannya. Senyuman yang tidak pernah hadir lagi ke dalam kehidupannya sejak peristiwa itu. Dan entah kenapa, senyuman tulus yang diberikan gadis itu bagaikan sebuah magnet yang mau tidak mau membuatnya juga ikut tersenyum. Bagaimana bisa?
“Gadis ini… kenapa gadis ini sungguh berbeda…”
**
Vomment, guys! ^_^ thank you!
JustFairy © Copyright - 22 Desember 2013, 08:07 AM.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Angel
Teen FictionAku tidak mengerti kenapa jalan hidupku seperti ini. Berliku? Tentu saja! Setelah orang yang ku cintai meninggalkanku tanpa sebab. Aku harus menjalani hidupku dengan pemuda asing yang terus-menerus membuntuti kehidupanku. Sebenarnya apa yang diingin...